Liputan6.com, Jakarta - China akan meningkatkan defisit anggaran, menambah utang, dan melonggarkan kebijakan moneter untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya.
Keputusan ini diumumkan dalam keterangan pemerintah China mengenai pertemuan tahunan para pemimpin utama negara itu, yang dikenal sebagai Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) yang diadakan pada 11-12 Desember 2024.
Advertisement
Langkah itu dilakukan untuk bersiap menghadapi dampak ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, di mana Presiden Terpilih Donald Trump berencana menaikkan tarif impor pada barang impor dari China.
"Dampak buruk yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan eksternal telah semakin dalam,” kata kantor berita nasional China CCTV dalam laporannya, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (13/12/2024).
Pertemuan CEWC tahun ini berlangsung ketika negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu tersendat krisis pasar properti, utang pemerintah daerah yang tinggi, dan permintaan domestik yang lemah.
Laporan terpisah dari kantor berita pemerintah Xinhua, yang diawasi oleh pasar keuangan untuk referensi mata uang yuan, mengungkapkan China tengah berupaya mempertahankan stabilitas dasar nilai tukar pada tingkat yang wajar dan seimbang.
Ringkasan keterangan CEWC menandai defisit anggaran yang lebih tinggi dan lebih banyak penerbitan utang di tingkat pemerintah pusat dan daerah.
Di CEWC, Beijing menetapkan target pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran, penerbitan utang, dan variabel lain untuk tahun mendatang.
Target tersebut disetujui pada pertemuan tersebut, tetapi tidak akan dirilis secara resmi hingga pertemuan parlemen tahunan pada bulan Maret.
Laporan CEWC mengatakan "perlu untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil," tetapi tidak menyebutkan angka tertentu.
"Mempertahankan 5% akan menjadi tantangan yang cukup besar pada tahun 2025, mengingat 'kejutan Trump' tambahan akan memengaruhi ekspor dan belanja modal”, kata Xu Tianchen, ekonom senior di Economist Intelligence Unit.
"Namun, tingkat stimulus yang baik akan mencegah kejatuhan bebas, dan saya tidak berpikir pertumbuhan akan turun di bawah 4,5%,” ia menambahkan.
China Ingatkan Deglobalisasi Bahaya bagi Ekonomi Global
Sebelumnya, China mengingatkan deglobalisasi akan semakin membebani ekonomi dunia.
Hal itu disampaikan oleh Perdana Menteri China, Li Qiang dalam pidato pembukaannya di sebuah pertemuan puncak yang dihadiri oleh para pemimpin organisasi termasuk Dana Moneter Internasional, Organisasi Perdagangan Dunia, dan Bank Dunia.
"Dalam konteks pertumbuhan ekonomi dunia yang lemah saat ini, ketidakpastian semakin meningkat, menyebabkan gangguan besar pada operasi ekonomi dunia," kata Li Qiang kepada para peserta di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing, dikutip dari Channwl News Asia, Selasa (10/12/2024).
Li Qiang mengatakan, bahwa "jumlah tindakan perdagangan dan investasi diskriminatif baru secara global telah meningkat setiap tahun sejak tahun 2020”.
"Dapat dikatakan bahwa tren deglobalisasi semakin memburuk," ujarnya.
Seperti diketahui, China tengah berjuang melewati berbagai hambata pada perekonomiannya, termasuk krisis utang yang berkepanjangan di sektor properti dan tingginya pengangguran di kalangan pemuda.
Sementara itu, data resmi yang dirilis pada Senin (9/12) menunjukkan tingkat inflasi nasional China melambat menjadi 0,2 persen pada bulan November 2024 sebagai tanda lebih lanjut dari melemahnya permintaan.
Para pemimpin negara tersebut juga tengah mencari cara untuk menopang perdagangan luar negeri sebelum pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump, yang berencana mengenakan tarif impor lebih dari 60% pada barang-barang dari China.
Advertisement
Diborong China, Harga Emas Cetak Rekor
Sebelumnya, harga emas mencetak level tertinggi dalam dua pekan pada perdagangan hari Senin. Harga emas naik lebih dari 1% pada perdagangan di awal pekan karena pembelian logam mulia oleh Bank Sentral China setelah jeda enam bulan.
Selain itu, pendorong kenaikan harga emas dunia juga karena optimisme meningkat menjelang antisipasi penurunan suku bunga Bank Sentral AS (Federal Reserve) minggu depan.
Mengutip CNBC, Selasa (10/12/2024), harga emas di pasar spot naik 1,2% menjadi USD 2.665,39 per ons. Harga emas berjangka AS naik 1,1% menjadi USD 2.688,40 per ons.
Kepala analis komoditas TD Securities Bart Melek menjelaskan, faktor terpenting adalah berita bahwa People’s Bank of China melaporkan bahwa mereka kembali melanjutkan pembelian emas.
"Pasar semakin berharap bahwa kita dapat melihat bank sentral lain mengikuti dan kita dapat melihat dimulainya kembali pembelian wilayah yang memecahkan rekor,” kata dia.
Dimulainya kembali pembelian oleh China dapat mendukung permintaan investor di negara tersebut. Pada 2023, China adalah pembeli emas sektor resmi terbesar di dunia, tetapi Bank Sentral China menghentikan pembelian beruntunnya selama 18 bulan pada bulan Mei.
Pembelian bank sentral yang kuat telah memainkan peran utama dalam mendukung rekor reli emas tahun ini, di samping pelonggaran kebijakan moneter dan ketegangan geopolitik.
Keputusan The Fed
The Fed AS memulai siklus pelonggaran suku bunganya dengan pemotongan 50 basis poin yang luar biasa besar pada bulan September, diikuti oleh pemotongan 25 basis poin pada bulan November.
Para pelaku pasar memperkirakan peluang 87% dari pemotongan suku bunga seperempat poin persentase lagi dari bank sentral pada pertemuannya tanggal 17-18 Desember.
Namun, analis StoneX Rhona O'Connell menjelaskan jika The Fed berhenti sejenak dan pesan yang mendasarinya ternyata berhati-hati, itu akan memberikan tekanan sementara pada harga emas.
"Untuk jangka menengah, dorongan geopolitik dan tekanan bank melebihi hambatan apa pun," kata dia.
Advertisement