Liputan6.com, Jakarta - Crazy rich Surabaya Budi Said dituntut 16 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi rekayasa jual beli emas Antam. Dia juga wajib membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp1,108 triliun.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan di rutan," ucap jaksa penuntut Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan amar tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2024).
Advertisement
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut Budi Said dengan pidana denda sebesar Rp1 milair. Jika tidak dibayar, maka diganti kurungan selama 6 bulan.
Jaksa juga menjatuhkan beban uang pengganti kepada Budi Said yang terdiri dari dua bentuk dengan total Rp1,108 triliun.
Pertama, untuk emas seberat 58,135 kilogram (kg) atau setara Rp35 miliar. Nilai ini berdasar kelebihan emas yang diterima Budi Said atas pembelian emasnya di BELM Surabaya 01 Antam.
Kedua, untuk emas seberat 1.136 kg atau 1,1 ton setara Rp 1,07 triliun. Nilai ini merupakan dari adanya gugatan perdata Budi Said kepada Antam atas kekurangan serah emas yang diterimanya dari transaksinya dengan perusahaan pelat merah tersebut.
Menurut jaksa, jumlah Rp 1,07 triliun itu berdasar harga pokok produksi emas antam per Desember 2023 sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Atau setidaknya setara dengan nilai emas pada saat pelaksanaan eksekusi dengan memperhitungkan adanya dana provisi yang dibekukan dalam laporan keuangan PT Antam Tbk per 30 Juni 2022 sebesar Rp 952,4 miliar atas dasar putusan Mahkamah Agung (MA)," beber jaksa, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Diberi Waktu Sebulan
Seluruh uang pengganti itu harus dibayar Budi Said selama satu bulan setelah kasus hukumnya berkekuatan hukum tetap. Jika tidak diganti, maka jaksa bakal menyita sejumlah asetnya untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," lanjut jaksa.
Dalam kasus ini jaksa meyakini, Budi Said telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait transaksi emas-emasnya di Antam yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
Jaksa menganggap, perbuatan Budi telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana sebagaimana dakwaan kesatu primer.
"Dan melakukan tindak pidana pencucian uang dalam dakwaan komulatif kedua primer sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ungkap jaksa.
Hal Memberatkan dan Meringankan
Sebelumnya, jaksa membacakan hal-hal memberatkan dan meringankan atas diri terdakwa sebagai pertimbangan tuntutannya.
Hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara pada PT Antam sebesar 152,80 kg emas atau setara dengan nilai Rp 92,2 miliar dan 1,1 ton emas Antam atau setara dengan nilai Rp 1 triliun lebih.
Selain itu, Budi Said telah menggunakan hasil kejahatannya dengan melakukan tindak pidana pencucian uang, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, serta terdakwa menyangkal seluruh perbuatan pidana yang dilakukannya dan tidak menyesali kesalahannya.
"Hal-hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa selama di persidangan bersikap sopan," sambungnya.
Dakwaan Budi Said
Diketahui, jaksa mendakwa Budi Said karena adanya kongkalikong pembelian emas bersama-sama Eksi Anggraeni selaku broker dan sejumlah pegawai Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01.
Transaksinya dilakukan selama kurun 2018 silam di butik emas tersebut. Harga pembeliannya di bawah harga resmi Antam dan tanpa prosedur yang sesuai berupa potongan harga atau diskon. Padahal Antam tak pernah memberikan diskon kepada pihak pembeli.
Awalnya, Budi melakukan pembelian 100 kg emas lewat Eksi dan para pejabat BELM. Pengirimannya difasilitasi UBPP LM Antam di Pulogadung, yang tidak sesuai dengan jumlah dan spesifikasinya.
Jaksa menyebut, seharusnya Budi menerima emas seberat 41,865 kg dengan pembayaran sejumlah Rp 25,2 miliar. Tapi yang ia terima justru 100 kg emas.
"Sehingga terdakwa Budi Said telah mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kg yang tidak ada pembayarannya oleh terdakwa," kata jaksa membacakan surat dakwaan, 27 Agustus 2024 lalu.
Dari sinilah terungkap peran terdakwa Abdul Hadi Aviciena. Kaya jaksa, Abdul Hadi tidak mendasarkan perencanaan kebutuhan stok dan tanpa pengajuan permintaan pengiriman produk emas oleh manager butik emas logam mulia Surabaya 01.
Lanjut jaksa, Abdul Hadi juga mengabaikan jumlah ketersediaan dan pengalokasian stok butik emas logam mulia di BELM Surabaya 01. Pengabaiannya dilakukan hanya demi memenuhi permintaan emas Budi Said. Karena UBPP LM Antam telah mengirimkan 100 kg emas ke BELM Surabaya 01 atas permintaan Budi lewat Eksi.
Rincian emasnya berupa 1000 gram sebanyak 100 keping. Pengiriman dilakukan Abdul Hadi lewat anak buahnya pada 9 November 2018.
Advertisement
Modus Kejahatan Budi Said
Jaksa mengungkapkan, transaksi pembelian emas Budi tidak sesuai dengan faktur di PT Antam, malah disesuaikan dengan jumlah uang pembayaran. Adapun Eksi mencatat transaksi tersebut ke faktur yang seolah-olah dengan harga resmi yang sesuai dengan prosedur penjualan PT Antam.
Kemudian, para pejabat BELM Surabaya 01 juga tidak mencatat stock opname yang sebenarnya, baik dari transaksi dengan Budi Said maupun dengan pembeli lain yang melalui Eksi. Sehingga perbuatannya membuat seolah-olah ada stok fisik di brankas BELM Surabaya 01. Akibatnya, terdapat kekurangan fisik emas Antam pada BELM Surabaya 01 seberat 152,80 kg.
Rekayasa ini terungkap setelah ada penghitungan stock opname di BELM Surabaya 01 Antam. Dari kekurangan emas seberat 152,8 kg atau senilai Rp 92.670.261.000 itu, seberat 94,665 kg di antaranya atau senilai Rp 57,1 miliar ternyata dikuasai Eksi Anggraeni.
Terkait emas 152,8 kg tersebut, Budi sempat menyerahkan tiga cek untuk pembayarannya. Namun pihak Antam tidak dapat menarik dana dengan alasan dana tidak mencukupi.
Budi juga memberikan sejumlah fee kepada pihak-pihak yang membantunya dalam transaksi pembelian emas di BELM Surabaya 01 Antam. Kepada Eksi sebesar Rp 92 miliar.
Lalu kepada pegawai butik emas, yakni AP sebesar Rp 500 juta; Eksi berupa satu keping emas seberat 50 gram, 1 unit mobil Innova warna hitam tahun 2018 nomor polisi (nopol) B 2930 TZM, uang tunai Rp 60 juta. Dan kepada Msd berupa 1 unit mobil Innova warna putih tahun 2018 nopol N 1273 FG, uang Rp 515 juta, dan 22 ribu dolar Singapura.
Jaksa juga menyatakan, Budi Said melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Karena telah menempatkan uang hasil penjualan emas-emasnya untuk membeli saham dua perusahaan.
Budi melakukan rekayasa penjualan emasnya kepada Putu Putra Djaya dan Suyitno yang merupakan para pegawainya. Budi menerima transfer pembayaran hasil jual emasnya yang berasal dari BELM Antam.
Sejumlah Rp 24,6 miliar ke beberapa rekening Bank BCA milik Budi, termasuk lewat setoran tunai oleh Putu dan Suyitno atas permintaan sendiri. Transaksinya dilakukan pada tanggal 3, 6, dan 26 Desember 2018.
Menurut jaksa, Budi Said juga telah berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Padahal patut diduga sumbernya dari emas seberat 58,135 kg yang berasal dari penerimaan selisih lebih emas Antam.
"Yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada PT Antam Tbk, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya," sebut jaksa.
Lanjut jaksa, lagi-lagi Budi Said seolah-olah menjual emasnya kepada anak buahnya yang lain, yakni SAN. Transaksi tersebut dilakukan pada 12 November hingga 6 Desember 2018 dengan nilai Rp 48,3 miliar. Padahal tidak pernah ada peristiwa pembelian emas oleh SAN.
Kerugian Negara Capai Rp1,16 Triliun
Berikutnya, Budi Said menggunakan bagian hasil penjualan emas Antam dengan melakukan penempatan penyertaan modal dan modal usaha di CV BAS atas namanya sendiri.
Rinciannya, selama rentang 11 September 2019 sampai 29 Maret 2022, Budi melakukan setoran tunai ke rekening Bank BCA KCP Simpang Darmo Permai Surabaya Nomor rekening 7260732999 atas nama perusahaan tersebut. Nilai total transaksinya sebesar Rp 3,15 miliar.
Masih dari bagian hasil penjualan emasnya juga, Budi kembali menempatkan penyertaan modal dan modal usaha ke CV lainnya. Transaksi kali ini pun atas nama sendiri yang dilakukan pada 27 Oktober 2021 sampai 2 November 2022. Uang sejumlah Rp 2,8 miliar disetorkan secara setoran tunai ke rekening Bank BCA KCP Kupang Jaya Surabaya atas nama perusahaan tujuannya.
Kemudian, ia meminta surat keterangan kekurangan serah emas dari pegawai butik emas. Dalam suratnya ia mengeklaim, belum menerima emas seberat 1.136 kg atau 1,1 ton atas transaksinya.
Padahal sejatinya, tidak terdapat kekurangan penyerahan emas. Hal ini berdasar faktur resmi yang diterbitkan PT Antam atas pembelian emas Budi Said maupun penerimaan pembayaranya melalui rekening PT Antam.
Jaksa menambahkan, PT Antam tak pernah menetapkan harga resmi penjualan emas sebagaimana harga dalam surat keterangan tersebut, dan tak ada pembayaran dilakukan Budi.
Selanjutnya, Budi menggunakan surat keterangan yang tak benar itu sebagai dasar gugatan perdata ke PT Antam, yang seolah-olah terdapat kekurangan penyerahan emas. Hingga akhirnya Budi memenangkan gugatannya berdasar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Jaksa mengungkapkan, terdapat dua kerugian keuangan negara dari perbuatan Budi Said bersama-sama para terdakwa lain. Pertama, kerugian atas kekurangan emas sebanyak 152,8 kg atau senilai Rp 92,2 miliar dan kerugian dari adanya putusan MA terkait kekurangan penyerahan emas seberat 1,1 ton atau setara Rp 1 triliun lebih kepada Budi Said.
Sehingga total kerugian keuangan negara atas perkara rekayasa pembelian emas oleh Budi Said bersama-sama terdakwa lain di perusahaan emas pelat merah itu sebesar Rp 1,16 triliun.
Advertisement