Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat suku Dayak dikenal sebagai pejuang yang tangguh. Tak heran, berbagai alat pertahanan diri diciptakan salah satunya adalah talawang. Selain sebagai alat pertahanan, perisai ini juga digunakan sebagai simbol kebudayaan.
Talawang memiliki akar sejarah yang panjang dalam kehidupan masyarakat Dayak. Dalam konteks sejarah, perisai ini pada mulanya digunakan sebagai alat pertahanan diri dalam peperangan di masa lampau.
Perisai ini memiliki bentuk persegi panjang yang dibuat runcing, pada bagian atas dan bawahnya. Umumnya talawang terbuat dari kayu ulin dan kayu liat. Jenis kayu tersebut dipilih karena memiliki daya tahan yang kuat hingga puluhan tahun.
Talawang memiliki panjang mencapai 1-2 meter dengan lebar maksimal 50 centimeter. Di sisi luarnya dari perisai ini dihias dengan ukiran yang mencerminkan kebudayaan Dayak dan pada bagian dalamnya diberi pegangan.
Setiap desain dan ukiran pada talawang mencerminkan nilai-nilai dan tradisi yang dianut oleh masyarakat tersebut. Ukiran perisai pada umumnya bermotifkan burung enggang yang dianggap suci oleh masyarakat Dayak.
Masyarakat Dayak percaya, jika ukiran tersebut memiliki daya magis yang mampu membangkitkan semangat dan melindungi pemiliknya. Motif lain yang sering digunakan talawang adalah ukiran kamang yang dipercaya sebagai sosok ruh leluhur.
Seiring berjalannya waktu, talawang telah menjelma menjadi simbol identitas, keberanian, dan nilai budaya. Tak heran, banyak kegiatan kesenian dan kebudayaan kerap menampilan benda satu ini yang dikemas melalui tarian.
Upaya untuk melestarikan talawang pun menjadi simbol budaya menjadi sangat penting bagi generasi muda. Bahkan perisai ini dijadikan sebuah tugu yang berdiri tegak, di tengah Bunderan Besar Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Baca Juga
Advertisement