Alasan Logis HMI Badko Sulutgo Tolak Wacana Pilkada Dipilih DPRD

Usulan ini muncul lagi setelah Presiden Prabowo Subianto menyuarakannya dengan alasan efisiensi anggaran dan pengurangan biaya politik.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 18 Des 2024, 11:00 WIB
Ilustrasi pemilu, pilkada, pilpres. (Photo by Element5 Digital on Unsplash)

Liputan6.com, Gorontalo - Wacana mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menjadi sorotan publik.

Usulan ini muncul lagi setelah Presiden Prabowo Subianto menyuarakannya dengan alasan efisiensi anggaran dan pengurangan biaya politik. Namun, ide ini memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.

Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa anggaran besar yang selama ini digunakan untuk pilkada langsung lebih baik dialokasikan untuk kebutuhan mendesak lainnya.

Ia juga menilai mekanisme pilkada oleh DPRD bisa mengurangi potensi korupsi di kalangan pejabat publik.

Namun, sejumlah pihak menilai wacana ini mengancam prinsip demokrasi. Termasuk mahasiswa yang menilai ini sebagai kemunduran demokrasi.

Ketua Bidang Kajian Kebijakan Publik HMI Badko Sulawesi Utara-Gorontalo, Novan Lahmudin, mengkritik keras usulan tersebut.

"Dampak penghapusan pilkada langsung sangat besar. Saya yakin mayoritas masyarakat menolak ide ini," ujar Novan.

Ia menambahkan bahwa wacana ini mencerminkan kelelahan elite politik dalam menghadapi kompetisi yang melibatkan rakyat secara langsung.

Menurutnya, jika mekanisme pilkada dikembalikan ke DPRD, suara rakyat akan terabaikan.

"Ini seperti menghidupkan kembali pola pikir orde baru. Demokrasi kita bisa mundur," katanya dengan tegas.

 

Simak juga video pilihan berikut:


Untungkan Kelompok

Selain itu, Novan mengingatkan bahwa sistem ini berpotensi hanya menguntungkan kelompok tertentu di lingkaran kekuasaan.

Ia menyebut, pengurangan keterlibatan publik dalam pemilihan pemimpin daerah dapat menciptakan jarak antara pemerintah dan rakyat.

Wacana pilkada melalui DPRD menjadi ujian bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Di satu sisi, usulan ini digadang-gadang lebih efisien dari segi anggaran.

Namun, di sisi lain, hal ini dinilai dapat mengurangi keterlibatan rakyat dalam menentukan pemimpin daerah mereka.

Dilain tempat Ketua bidang Politik dan Demokrasi HMI Badko Sulawesi Utara Gorontalo Rasmianti Halim menambahkan bahwa perlu adanya kajian mendalam soal penghematan angaran dalam pelaksanan pemilu.

“kita jangan mencoba menutup keran hak dan keteribatan demokrasi setiap warga negara, jangan hanya karena alasan efektif dan efisien sehinga kita mengabaikan subtansi dari demokrasi! Kenapa tidak sistem pemilunya yang diperbaiki? sehinga menciptakan prinsip dan nilai value for money," kata Rasmianti.

Dengan pro dan kontra yang terus bergulir, keputusan terkait mekanisme pilkada ini akan menjadi penentu arah demokrasi Indonesia ke depan.

"Apakah efisiensi anggaran sepadan dengan risiko melemahnya suara rakyat? Publik menanti langkah pemerintah dalam menyikapi isu ini," ia menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya