Liputan6.com, Tbilisi - Mantan pesepak bola asal Georgia yang kini menjadi politikus sayap kanan, Mikheil Kavelashvili, dilaporkan akan menjadi presiden berikutnya melalui pemilihan tidak langsung yang dianggap "ilegal" oleh pemimpin pro-Uni Eropa saat ini.
Dipilih oleh partai penguasa Georgian Dream karena kesetiaannya, mantan striker Manchester City di Liga Primer Inggris ini, dikenal karena pidato-pidato kasarnya di parlemen dan serangannya terhadap kritik pemerintah serta kelompok LGBTQ.
Advertisement
Dia diperkirakan akan terpilih untuk menjadi presiden Georgia melalui lembaga elektoral yang dikendalikan oleh Georgian Dream, setelah partai tersebut menghapus pemilihan presiden melalui suara rakyat dengan perubahan konstitusi kontroversial yang disahkan pada 2017. Demikian seperti dilansir France24, Sabtu (14/12/2024).
Kavelashvili terpilih untuk posisi ini pada momen yang dramatis, di tengah ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang telah memadati Tbilisi selama beberapa minggu terakhir. Para demonstran marah kepada Georgian Dream yang menunda pembicaraan mengenai aksesi Uni Eropa.
Para pengunjuk rasa menyebut Kavelashvili sebagai "boneka" miliarder Bidzina Ivanishvili, pendiri Georgian Dream, yang justru menggambarkannya sebagai "perwujudan seorang pria Georgia".
Dengan kumis dan rambut yang disisir rapi, komentar-komentar Kavelashvili tentang kelompok LGBTQ dilaporkan menimbulkan kekhawatiran, terutama karena Georgian Dream telah menerapkan undang-undang bergaya Kremlin yang membatasi hak-hak mereka.
Kavelashvili mengkritik Barat karena berusaha membuat "sebanyak mungkin orang bersikap netral dan toleran terhadap ideologi LGBTQ", yang menurutnya konon membela kaum lemah, namun sebenarnya bertentangan dengan kemanusiaan.
Karier Kavelashvili di Dunia Sepak Bola
Lahir di kota kecil Bolnisi, Georgia selatan, pada tahun 1971, Kavelashvili memulai karier sepak bolanya pada 1980-an. Dia bermain untuk klub-klub di Georgia dan Rusia dan menjadi penyerang untuk tim nasional Georgia.
Pada usia 53 tahun, dia bermain untuk Manchester City antara 1995 hingga 1997 dan mencetak gol pada debutnya melawan rival sekota, Manchester United.
Setelah itu, dia bergabung dengan klub Swiss, Grasshoppers, meskipun sebagian besar waktunya dihabiskan di bangku cadangan. Dia kemudian bermain di beberapa klub lain di Swiss, seperti Zurich, Luzern, Sion, Aarau, dan Basel.
Pada 2015, Kavelashvili dilarang mencalonkan diri sebagai presiden Federasi Sepak Bola Georgia karena tidak memenuhi syarat pendidikan tinggi, yang merupakan persyaratan jabatan tersebut.
Sejak 2016, dia menjabat sebagai anggota parlemen untuk Georgian Dream dan terpilih kembali dalam pemilu Oktober 2024, yang menurut kelompok oposisi telah dimanipulasi dan tidak diakui.
Pada 2022, Kavelashvili bersama anggota parlemen Georgian Dream lainnya mendirikan faksi parlemen bernama People's Power, sebuah kelompok anti-Barat yang secara resmi terpisah dari partai penguasa, namun dianggap sebagai satelitnya.
Afiliasi politik Kavelashvili cenderung sejalan dengan ideologi sayap kanan.
Advertisement
Boneka Oligarki
Kavelashvili menuduh pemimpin-pemimpin Barat berusaha menarik Georgia ke dalam perang Rusia di Ukraina.
Georgian Dream mencalonkan Kavelashvili untuk posisi yang sebagian besar bersifat seremonial pada akhir November. Tujuannya diyakini untuk semakin memperkuat kekuasaannya.
Namun, pencalonan ini memicu kemarahan banyak orang di Georgia, terutama mereka yang telah turun ke jalan setiap hari selama dua minggu untuk memprotes perubahan arah Georgian Dream yang mundur dari tujuannya untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Pada hari ke-14 dari protes besar-besaran minggu ini, para demonstran tidak ragu-ragu menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap Kavelashvili.
"Saya hampir tidak bisa membayangkan ada orang yang lebih tidak cocok untuk posisi kepala negara," kata sejarawan Nika Gobronidze (53) kepada AFP.
Gobronidze mengatakan Ivanishvili, pengusaha yang diyakini banyak orang mengendalikan politik Georgia, memilih Kavelashvili sebagai alat yang bisa dikendalikan.
"Caligula ingin kudanya menjadi konsul, oligarki kita ingin bonekanya, Kavelashvili, menjadi presiden," ujarnya, merujuk pada Kaisar Romawi.
Ilegal
Proses pemilihan yang baru ini hampir memastikan Kavelashvili akan menjadi presiden berikutnya, menggantikan Salome Zurabishvili.
Namun, Kavelashvili akan menghadapi tantangan legitimasi sejak awal, dengan para ahli hukum konstitusi — termasuk penulis konstitusi Georgia, Vakhtang Khmaladze — menyatakan bahwa pemilihan ini akan dianggap "ilegal."
Tbilisi saat ini tengah menghadapi krisis konstitusi, di mana Zurabishvili menuntut pengulangan atas hasil pemilu parlemen Oktober lalu.
Parlemen telah menyetujui kredensialnya sendiri, melanggar aturan hukum yang mengharuskan menunggu keputusan pengadilan terkait upaya Zurabishvili untuk membatalkan hasil pemilu.
Zurabishvili telah menyatakan bahwa parlemen dan pemerintah baru "ilegal" dan berjanji untuk tidak mengundurkan diri hingga akhir masa jabatannya pada 29 Desember jika Georgian Dream tidak mengadakan pemilu baru.