Liputan6.com, Jakarta - Wedang ronde merupakan salah satu minuman tradisional khas Yogyakarta yang tak hanya menggugah selera tetapi juga memiliki kehangatan khas yang membuatnya sangat cocok dinikmati pada malam hari atau saat cuaca dingin.
Minuman ini terdiri dari berbagai bahan yang diracik sedemikian rupa sehingga menghasilkan rasa manis, hangat, dan aroma rempah yang khas. Salah satu bahan utama wedang ronde adalah bola-bola ketan yang lembut dan kenyal, biasanya berisi gula merah cair yang meleleh di mulut saat digigit.
Bola-bola ketan ini dibuat dari tepung ketan yang dicampur dengan air, dibentuk bulat, dan direbus hingga matang. Selain bola ketan, wedang ronde juga dilengkapi dengan isian lain seperti kacang tanah sangrai, kolang-kaling, irisan roti tawar, serta serutan kelapa muda, menjadikannya sajian yang tidak hanya lezat tetapi juga kaya tekstur.
Baca Juga
Advertisement
Kuah wedang ronde adalah salah satu elemen yang paling penting dalam sajian ini. Kuahnya dibuat dari campuran air jahe, gula, daun pandan, dan terkadang rempah lain seperti kayu manis atau serai untuk memberikan aroma yang lebih kompleks.
Proses pembuatannya cukup sederhana tetapi memerlukan perhatian khusus agar rasa yang dihasilkan seimbang dan tidak terlalu pedas atau terlalu manis. Kuah jahe yang hangat ini memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan, seperti membantu menghangatkan tubuh, melancarkan peredaran darah, dan meredakan gejala masuk angin.
Oleh karena itu, wedang ronde sering dianggap sebagai minuman yang tak hanya memanjakan lidah tetapi juga memberikan manfaat kesehatan. Keunikan wedang ronde terletak pada perpaduan cita rasa dan suasana yang ditawarkannya.
Di Yogyakarta, wedang ronde sering dijual di pinggir jalan atau warung sederhana yang buka pada malam hari. Suasana kota yang tenang, ditemani obrolan hangat bersama teman atau keluarga, menjadikan pengalaman menikmati wedang ronde semakin istimewa.
Simak Video Pilihan Ini:
Nilai Sosial
Banyak penjual yang juga menghadirkan wedang ronde dengan variasi bahan, seperti menambahkan buah nangka atau cincau untuk memberikan sentuhan rasa dan tekstur yang berbeda.
Namun, meskipun ada berbagai variasi, rasa autentik wedang ronde khas Yogyakarta selalu berhasil mencuri perhatian para pecinta kuliner tradisional. Sejarah wedang ronde di Indonesia tidak lepas dari pengaruh budaya Tionghoa.
Bola ketan yang menjadi ikon wedang ronde sebenarnya memiliki kemiripan dengan tangyuan, sajian khas Tiongkok yang biasanya disajikan dalam perayaan tertentu seperti Festival Lampion.
Namun, wedang ronde mengalami adaptasi sesuai dengan budaya lokal, terutama dengan penggunaan jahe sebagai bahan utama kuahnya. Adaptasi ini menciptakan minuman yang khas Indonesia, dengan sentuhan rempah-rempah Nusantara yang kaya rasa.
Hingga kini, wedang ronde tetap menjadi salah satu minuman favorit masyarakat, baik sebagai penghangat di malam hari maupun sebagai simbol keakraban dan kebersamaan.
Minuman ini juga memiliki makna filosofis yang mendalam, terutama jika dikaitkan dengan budaya Jawa. Wedang ronde dianggap sebagai simbol kehangatan dan kebersamaan, di mana setiap unsur di dalamnya saling melengkapi untuk menciptakan rasa yang harmonis.
Bola-bola ketan yang melambangkan kebulatan tekad, kuah jahe yang menghangatkan, serta berbagai isian lainnya menunjukkan keberagaman yang tetap bisa bersatu.
Oleh karena itu, wedang ronde tidak hanya menjadi sekadar sajian kuliner, tetapi juga merepresentasikan nilai-nilai sosial yang ada dalam budaya Jawa.
Di setiap seruput wedang ronde, terselip rasa hangat yang membawa kita lebih dekat dengan akar tradisi sekaligus menghadirkan kenikmatan sederhana yang sulit dilupakan.
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement