Penjara Saydnaya: Simbol Kekejaman dan Kejahatan Rezim Assad

Tahanan di Penjara Saydnaya tidak hanya warga Suriah, namun juga orang asing.

oleh Tim Global diperbarui 15 Des 2024, 15:00 WIB
Seorang pria memecahkan kunci sel di Penjara Militer Saydnaya, Damaskus, Suriah. (Dok. Hussein Malla/AP)     

Liputan6.com, Damaskus - Sebuah komisi PBB pada 2016 menemukan bahwa "Pemerintah Suriah juga terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan seksual lainnya, penyiksaan, pemenjaraan, penghilangan paksa, dan tindakan tidak manusiawi lainnya", terutama di Penjara Saydnaya.

Penjara Saydnaya, yang terletak di utara Damaskus, menjadi simbol dari pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh keluarga Assad, terutama sejak dimulainya perang saudara pada 2011. Tidak mengherankan jika organisasi Amnesty International menyebut penjara ini sebagai "rumah jagal manusia".

Kompleks penjara menjadi tempat untuk eksekusi ilegal, penyiksaan, dan penghilangan paksa, yang mencerminkan kekejaman yang dilakukan oleh Presiden Bashar al-Assad terhadap para oposisi.

Ketika pemberontak Suriah memasuki Damaskus pada Minggu (8/12/2024) setelah serangan kilat yang menggulingkan pemerintahan Assad, mereka mengumumkan bahwa mereka berhasil merebut Saydnaya dan membebaskan ribuan narapidana.

Beberapa narapidana bahkan telah dipenjara di sana sejak tahun 1980-an.

Menurut Asosiasi Tahanan dan Orang Hilang Penjara Saydnaya (ADMSP), pemberontak berhasil membebaskan lebih dari 4.000 orang. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (15/12).

Foto-foto narapidana yang tampak kurus, dengan beberapa di antaranya terlihat dibantu oleh sesama tahanan karena terlalu lemah untuk berdiri sendiri, menyebar ke seluruh dunia.

Krematorium

Penjara Saydnaya dibangun pada 1980-an di bawah pemerintahan Hafez al-Assad, ayah dari Bashar al-Assad. Awalnya, penjara ini diperuntukkan bagi tahanan politik, termasuk anggota kelompok Islamis dan militan Kurdi.

Namun seiring waktu, Saydnaya berubah menjadi simbol kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Suriah terhadap rakyatnya.

Tahun 2017, Amnesty International dalam laporannya yang berjudul "Rumah Jagal Manusia" mendokumentasikan ribuan eksekusi yang terjadi di sana, yang disebutnya sebagai bagian dari kebijakan pemusnahan massal.

Tidak lama setelah itu, Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa di dalam Saydnaya terdapat sebuah krematorium, tempat di mana ribuan tahanan yang dieksekusi dibakar hingga menjadi abu.

Pemantau perang, Syrian Observatory for Human Rights, melaporkan pada 2022 bahwa sekitar 30.000 orang telah dipenjarakan di Saydnaya. Dari jumlah itu, hanya sekitar 6.000 orang yang akhirnya dibebaskan.


Ruang Garam

Orang-orang berjalan melalui koridor Penjara Militer Saydnaya, Damaskus, Suriah. (Dok. Hussein Malla/AP) (Dok. Hussein Malla/AP)

ADMSP meyakini lebih dari 30.000 tahanan dieksekusi atau meninggal akibat disiksa dan kurangnya mendapat perawatan medis atau makanan antara 2011 dan 2018.

Kelompok tersebut mengatakan bahwa mantan penguasa Suriah membangun sejumlah kamar garam—kamar yang dilapisi garam—untuk digunakan sebagai kamar mayat darurat, mengatasi kekurangan fasilitas pendinginan.

Pada 2022, ADMSP menerbitkan laporan yang menjelaskan untuk pertama kalinya kamar mayat darurat yang terbuat dari garam ini.

Laporan itu menyebut kamar garam pertama dibangun pada 2013, salah satu tahun paling berdarah dalam konflik sipil Suriah.

Banyak narapidana secara resmi dianggap hilang. Keluarga mereka tidak pernah menerima surat kematian kecuali mereka memberikan suap dalam jumlah besar.

Tahanan Asing

Setelah jatuhnya Damaskus minggu lalu, ribuan kerabat orang yang hilang segera mendatangai Saydnaya dengan harapan dapat menemukan orang-orang terkasih yang tersembunyi di sel bawah tanah.

Saydnaya kini kosong. Kelompok pekerja darurat White Helmets Suriah pada Selasa mengumumkan berakhirnya operasi pencarian di sana karena tidak ada lagi tahanan yang ditemukan.

Selain warga lokal, beberapa orang asing juga dipenjara di Suriah, termasuk Osama Bashir Hassan al-Bataynah dari Yordania, yang menghabiskan 38 tahun di balik jeruji besi. Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan pada Selasa bahwa al-Bataynah ditemukan "tidak sadarkan diri dan hilang ingatan".

Menurut Organisasi Arab untuk Hak Asasi Manusia di Yordania, 236 warga negara Yordania ditahan di penjara Suriah, sebagian besar di Saydnaya.

Warga negara asing lainnya yang dibebaskan termasuk Suheil Hamawi dari Lebanon. Ia kembali ke rumahnya pada Senin setelah dikurung di Suriah selama 33 tahun, dan juga menghabiskan waktu di Saydnaya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya