Hizbullah Akui Kehilangan Jalur Pasokan di Suriah Pasca Rezim Assad Runtuh

Pemimpin Hizbullah juga menyampaikan harapannya pada penguasa baru Suriah. Apa itu?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Des 2024, 16:01 WIB
Sejak awal baku tembak pada tanggal 8 Oktober, terdapat sekitar 143 pejuang Hizbullah yang terbunuh, dan setidaknya 11 tentara Israel yang juga terbunuh dalam baku tembak tersebut. (AP Photo/Ohad Zwigenberg)

Liputan6.com, Beirut - Pemimpin Hizbullah Naim Qassem mengatakan pada Sabtu (14/12/2024) bahwa kelompok bersenjata tersebut telah kehilangan jalur pasokan melalui Suriah setelah jatuhnya Presiden Bashar al-Assad hampir sepekan lalu.

Di bawah pemerintahan Assad, Hizbullah yang didukung Iran menggunakan Suriah untuk memasukkan senjata dan perlengkapan militer lainnya dari Iran, melalui Irak dan Suriah, menuju Lebanon. Namun, pada 6 Desember, pemberontak merebut perbatasan dengan Irak, memutuskan jalur tersebut, dan dua hari kemudian mereka berhasil merebut ibu kota Damaskus.

"Ya, Hizbullah telah kehilangan jalur pasokan militer melalui Suriah saat ini, tetapi menurut kami, kehilangan ini hanya merupakan bagian kecil dalam perjuangan perlawanan," kata Qassem dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Sabtu, tanpa menyebut nama al-Assad, seperti dikutip dari Al Arabiya (Minggu (15/12).

"Seiring berjalannya waktu, pemerintahan baru bisa muncul, jalur ini bisa kembali normal dan kami juga bisa mencari alternatif lain."

Hizbullah mulai terlibat di Suriah pada 2013 untuk membantu Assad melawan pemberontak yang berusaha menggulingkannya saat itu. Pekan lalu, ketika pasukan pemberontak mendekati Damaskus, kelompok ini mengirim petugas pengawas untuk mengawasi penarikan pasukannya dari sana.

Setelah lebih dari 50 tahun pemerintahan keluarga Assad, kini Suriah dipimpin oleh pemerintahan sementara yang dibentuk oleh kelompok "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS).

Qassem menyatakan bahwa Hizbullah "tidak bisa menilai kekuatan baru itu sampai mereka stabil" dan "mengambil sikap yang jelas". Meski demikian, dia berharap rakyat serta pemerintah Lebanon dan Suriah dapat terus bekerja sama.

"Kami juga berharap pemerintahan baru ini akan tetap menganggap Israel sebagai musuh dan tidak melakukan normalisasi hubungan dengannya. Keputusan ini akan sangat memengaruhi hubungan kami dengan Suriah," ujar Qassem.

Hizbullah dan Israel telah terlibat pertempuran di sepanjang perbatasan selatan Lebanon selama hampir setahun akibat konflik di Jalur Gaza. Pertempuran ini berlangsung hingga Israel melancarkan serangan besar-besaran pada bulan September, yang mengakibatkan tewasnya sebagian besar pemimpin teratas Hizbullah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya