Kejagung Periksa Direktur Kemenhub Terkait Kasus Dugaan Korupsi Rel Besitang-Langsa

Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan ahun 2017 sampai dengan 2023.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Des 2024, 14:01 WIB
Gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan ahun 2017 sampai dengan 2023.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Minggu (15/12/2024).

Para saksi yang diperiksa adalah DR selaku Direktur Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, dan RREP selaku istri tersangka mantan Dirjen Perkeretaapian (KA) Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono.

“Adapun kedua orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023 atas nama tersangka PB,” jelas dia.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan Dirjen Perkeretaapian (KA) Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono dan resmi menetapkannya sebagai tersangka di kasus proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.

Dalam perkara tersebut, dia disebut menerima upah hingga Rp2,6 miliar.

“Berdasarkan hasil keterangan para saksi, bahwa yang bersangkutan telah menerima fee Rp2,6 miliar,” tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024).

 


Ada Penahanan

Secara rinci, tersangka Prasetyo mendapatkan imbalan melalui Pejabat Pembuat Komite (PPK) terdakwa Akhmad Afif Setiawan yang saat ini masih dalam proses persidangan, yakni sebesar Rp1,2 miliar, dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar.

“Ya ini kan baru tertangkap tadi ya, kita dalami lah sabar ya (uang dipakai untuk apa). Yang pasti kita akan tanyakan kepada yang bersangkutan kapan dia dapat, di mana dia nerimanya, dari siapa, uang apa, berapa besarnya dan digunakan untuk apa, pasti kita tanyakan,” jelas dia.

Untuk kepentingan penyidikan, lanjut Qohar, pihaknya langsung melakukan penahanan terhadap tersangka Prasetyo di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

"Terhadap PB akan dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari ke depan, dan akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," jelas dia.

Prasetyo disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 3q tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 


Terus Diusut

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.

Kerugian negara pun ditaksir mencapai Rp 1,1 triliun.

“Berdasarkan laporan Hasil Audit Kerugian Negara yang dilakukan oleh BPKP tanggal 13 Mei 2024, dengan total kerugian negara sejumlah Rp 1.157.087.853.322,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (7/1/2024).

Harli merinci, total Rp 1,1 triliun berasal dari Rp 7.901.437.095 yang merupakan kerugian negara hasil pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Sigli-Bireuen dan Kuta Blang-Lhoksumawe-Langsa Besitang Tahun Anggaran 2015, kemudian Rp 1.118.586.583.905 dari kerugian negara pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa.

“Selanjutnya Rp 30.599.832.322 kerugian negara pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa,” jelas dia.

Harli menyebut, aset yang telah disita oleh tim penyidik antara lain 36 bidang tanah dan bangunan milik tujuh tersangka yang berada di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bogor dengan luas total 1,6 hektare.

“Yang akan digunakan untuk kepentingan pembuktian hasil kejahatan dan pemulihan kerugian negara,” Harli menandaskan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya