Mengenal Tradisi Perang Topat, Cerminan Masyarakat Harmoni di Lombok

Lemparan ketupat ini melambangkan doa, harapan, dan persembahan kepada leluhur serta dewa-dewa agar diberikan keberkahan dan kesuburan

oleh Panji Prayitno diperbarui 19 Des 2024, 12:00 WIB
Perang Topat menceritakan damainya masyarakat Lombok Barat mempraktikkan hidup dalam keberagaman.

Liputan6.com, Jakarta - Perang Topat adalah salah satu tradisi unik dan sarat makna yang berasal dari Lombok Nusa Tenggara Barat. Tradisi ini merupakan bentuk ritual yang mencerminkan harmoni antarumat beragama di wilayah tersebut, khususnya antara komunitas Hindu dan Muslim Sasak.

Perang Topat diadakan setiap tahun di Pura Lingsar, sebuah pura yang dianggap suci baik oleh umat Hindu maupun Muslim. Acara ini berlangsung dengan suasana penuh keceriaan, melibatkan masyarakat dari berbagai latar belakang untuk bersama-sama merayakan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas limpahan rezeki dan hasil panen yang melimpah.

Tradisi ini dinamakan Perang Topat karena menggunakan topat atau ketupat sebagai senjata simbolis. Ribuan ketupat kecil dilemparkan antar peserta perang, yang sebenarnya lebih menyerupai permainan daripada konflik.

Lemparan ketupat ini melambangkan doa, harapan, dan persembahan kepada leluhur serta dewa-dewa agar diberikan keberkahan dan kesuburan. Meskipun dinamakan perang, tradisi ini berlangsung dengan penuh kegembiraan tanpa ada unsur permusuhan.

Para peserta justru saling tertawa dan bergembira sambil saling melempar ketupat. Makna filosofis Perang Topat sangat mendalam.

Ritual ini tidak hanya sebagai ungkapan rasa syukur, tetapi juga simbol persatuan dan kerukunan antar umat beragama di Lombok. Pura Lingsar sendiri adalah simbol toleransi, karena memiliki dua area suci satu untuk umat Hindu dan satu lagi untuk umat Muslim Sasak.

Tradisi ini menunjukkan bagaimana keberagaman dapat hidup berdampingan dalam harmoni, sebuah nilai yang sangat relevan di tengah masyarakat modern yang sering kali terpecah oleh perbedaan.


Keberagaman

Selain aspek religius dan budaya, Perang Topat juga menjadi daya tarik wisata yang mendukung perekonomian lokal. Wisatawan dari berbagai daerah bahkan mancanegara datang untuk menyaksikan tradisi ini, membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar.

Kehadiran wisatawan memberikan kesempatan bagi penduduk lokal untuk memamerkan seni, kerajinan tangan, dan kuliner khas Lombok. Dengan begitu, tradisi ini tidak hanya melestarikan nilai-nilai budaya, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat.

Dengan segala keunikannya, Perang Topat tidak hanya menjadi warisan budaya Lombok, tetapi juga inspirasi tentang pentingnya kerukunan, toleransi, dan semangat kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tradisi ini mengajarkan bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan rasa syukur adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan bersama

Penulis: Belvana Fasya Saad

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya