Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, tarif PPN Indonesia yang saat ini sebesar 12 persen masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan emerging market maupun negara-negara anggota G20.
Sebagai contoh, Brasil mengenakan tarif PPN sebesar 17 persen, Afrika Selatan 15 persen, India 18 persen, dan Turki bahkan mencapai 20 persen.
Advertisement
"(PPN) 11 persen atau ke-12 persen dibandingkan banyak negara dan kalau kita beberapa negara emerging," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Walaupun demikian, meskipun tarif PPN Indonesia terbilang rendah, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan rasio pajak atau tax ratio yang saat ini berada di angka 10,4 persen.
Rasio pajak yang relatif rendah ini mencerminkan tantangan yang harus dihadapi dalam memperbaiki sistem perpajakan agar dapat mendukung pembiayaan APBN yang berkelanjutan.
"Jadi, Indonesia saat ini dengan 11 persen (PPN), tax ratio kita masih di 10,4 persen bisa memberikan gambaran pekerjaan rumah dan perbaikan yang harus kita lakukan. Tidak selalu bahwa kita harus naik setinggi yang lain, tapi ini juga menggambarkan di mana posisi Indonesia," ujar dia.
Meskipun demikian, pemerintah tetap berhati-hati dalam merancang kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat terlalu besar, terutama di tengah proses pemulihan pasca-pandemi.
"Di dalam menjalankan polisi ini kita sungguh berhati-hati," ujarnya. Disisi lain, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pasca kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda stabilitas yang terjaga.
Indikator Ekonomi
Berbagai indikator ekonomi, antara lain inflasi yang relatif rendah sebesar 1,5 persen, penurunan harga pangan, serta meningkatnya kepercayaan konsumen, menunjukkan perekonomian Indonesia dapat bertahan dengan baik. Konsumsi domestik juga tetap tumbuh, yang tercermin dalam peningkatan penjualan ritel dan jumlah pekerja formal yang semakin meningkat.
"Kami memahami pandangan berbagai pihak. Kami juga melihat data konsumsi rumah tetangga yang tetap terjaga stabil. Kemudian inflasi yang mengalami penurunan bahkan relatif rendah di 1,5 persen," ujarnya.
Intinya, kata Sri Mulyani, pemerintah sangat berhati-hati dalam menaikkan PPN dari sebelumnya 10 persen ke 11 persen, lalu dari 11 persen ke 12 persen, serta berhati-hati dalam penerapan berbagai stimulus fiskal melalui APBN.
"Kami sangat hati-hati melihat bagaimana pengalaman kenaikan PPN 11 persen pada saat post-Covid. 2021 ke 2022 waktu itu undang-undang HPP diperlakukan tanggal 1 April 2022. PPN naik dari 10 ke 11 persen. Kita lihat berbagai data, lesson learned," pungkasnya.
Advertisement
Sri Mulyani Pilih Pilah Barang yang Kena PPN 12%
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih melakukan finalisasi barang-barang yang akan dikenakan PPN 12 persen mulai 2025. Menurutnya hanya barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen.
Dia menjelaskan, kebijakan PPN 12 persen jadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, pemerintah memastikan pelaksanaannya tetap berpihak kepada masyarakat.
"Jadi kebijakan sesuai UU HPP yang dalam hal ini mengamanatkan PPN 12 persen dengan tetap menjalankan asas keadilan dan mendengarkan aspirasi masyarakat, kami sedang memformulasikan lebih detail. Karena ini konsekuensi terhadap APBN, aspek keadilan, daya beli dan juga dari sisi pertumbuhan ekonomi perlu kita seimbangkan," urai Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).
Bendahara Negara itu masih terus menghitung barang-barang yang akan kena PPN tarif baru. Dia menegaskan, hanya barang mewah yang tetap akan dipungut PPN 12 persen.
"Karena sekarang juga ada wacana kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan," kata dia.
Bahan Pokok Tak Kena PPN
Sri Mulyani memastikan barang kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, daging, hingga pemakaian listrik dan air minum tidak akan dipungut PPN.
"Barang-barang yang tidak terkena PPN tadi tetap akan dipertahankan. Namun sekarang juga ada wacana aspirasi naik ke 12 (persen) hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah yang dikonsumsi hanya mereka yang mampu kami akan konsisten asas keadilan itu akan diterapkan," tuturnya.
"Karena ini menyangkut pelaksanaan UU di satu sisi, tapi juga dari sisi asas keadilan, aspirasi masyarakat tapi juga keadaan ekonomi dan keseahatan APBN, kami harus mempersiapkan secara teliti dan hati-hati," Sri Mulyani menambahkan.
Advertisement