PPN 12 Persen Berlaku 2025, Pekerja Padat Karya Bergaji hingga Rp 10 Juta Bebas Pajak Penghasilan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, selain memberikan insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP), pemerintah juga memberi insentif berupa pembiayaan industri padat karya.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Des 2024, 18:45 WIB
Konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, Senin, 16 Desember 2024. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia tetap menerapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Seiring hal itu, pemerintah memberikan stimulus dengan bebaskan pajak penghasilan (PPh) kepada pekerja sektor padat karya yang bergaji Rp 4,8 juta-Rp 10 juta.

"Dari Rp 4,8 juta-Rp 10 juta, PPh-nya ditanggung pemerintah, khusus untuk industri padat karya,” tutur Airlangga saat Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan, Senin (16/12/2024) seperti dikutip dari Antara.

Airlangga menuturkan, kebijakan tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat kelas menengah yang berada di sektor padat karya. Adapun yang termasuk dalam sektor padat karya antara lain tekstil, furnitur, alas kaki, dan sebagainya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, selain memberikan insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP), pemerintah juga memberi insentif berupa pembiayaan industri padat karya untuk merevitalisasi mesin dalam rangka mendukung produktivitas dengan subsidi bunga 5 persen.

Selain itu, pemerintah juga memberi bantuan sebesar 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada sektor padat karya selama enam bulan.

Pemberian insentif tersebut, dia menambahkan, karena pemerintah mendengar, melihat, dan membaca data untuk memberikan dukungan kepada industri padat karya.

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.


PPN 12 Persen Berlaku 2025

Konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, Senin, 16 Desember 2024. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2025 tetap naik menjadi 12 persen. Pemberlakuan PPN tersebut dimulai awal Januari tahun depan.

"Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmoni peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, harga PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari," kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi

Namun, barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, PPN-nya diberikan fasilitas bahkan tidak dikenakan tarif alias nol persen.

"Jadi, barang yang seperti kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin, polio, hanar, dan pemakaian air, seluruhnya PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu," ujarnya.

Sementara untuk bahan makanan lain dengan penambahan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi, misalnya bagi rumah tangga berpendapatan rendah  PPN ditanggung pemerintah.

 


Jaga Daya Beli

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Airlangga menuturkan, stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, PPN nya tetap 11 persen. 

Selain itu, untuk menyambut 2025, Pemerintah juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2, sekitar 10 kilogram per bulan.

Di sisi lain, untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dan daya listrik terpasang di bawah atau sampai dengan 2200 volt ampere, diberikan biaya diskon sebanyak 50 persen untuk 2 bulan.

"Nah, bagi kelas menengah, itu pemerintah melanjutkan kembali PPN ditanggung pemerintah untuk properti, sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak Rp2 miliar. Jadi Rp2 miliar ditanggung pemerintah, sisanya yang sampai dengan Rp5 miliar, Rp2 sampai Rp3 miliar, yang Rp3 miliarnya bayar," pungkasnya.


Sri Mulyani Pilih Pilah Barang yang Kena PPN 12%

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (05/08/2024). (Foto: Humas Setkab/Djay).

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih melakukan finalisasi barang-barang yang akan dikenakan PPN 12 persen mulai 2025. Menurutnya hanya barang mewah yang akan dikenakan tarif PPN 12 persen.

Dia menjelaskan, kebijakan PPN 12 persen jadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, pemerintah memastikan pelaksanaannya tetap berpihak kepada masyarakat.

"Jadi kebijakan sesuai UU HPP yang dalam hal ini mengamanatkan PPN 12 persen dengan tetap menjalankan asas keadilan dan mendengarkan aspirasi masyarakat, kami sedang memformulasikan lebih detail. Karena ini konsekuensi terhadap APBN, aspek keadilan, daya beli dan juga dari sisi pertumbuhan ekonomi perlu kita seimbangkan," urai Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA, di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Bendahara Negara itu masih terus menghitung barang-barang yang akan kena PPN tarif baru. Dia menegaskan, hanya barang mewah yang tetap akan dipungut PPN 12 persen.

"Karena sekarang juga ada wacana kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan," kata dia.


Bahan Pokok Tak Kena PPN

Sri Mulyani memastikan barang kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, daging, hingga pemakaian listrik dan air minum tidak akan dipungut PPN.

"Barang-barang yang tidak terkena PPN tadi tetap akan dipertahankan. Namun sekarang juga ada wacana aspirasi naik ke 12 (persen) hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah yang dikonsumsi hanya mereka yang mampu kami akan konsisten asas keadilan itu akan diterapkan," tuturnya.

"Karena ini menyangkut pelaksanaan UU di satu sisi, tapi juga dari sisi asas keadilan, aspirasi masyarakat tapi juga keadaan ekonomi dan keseahatan APBN, kami harus mempersiapkan secara teliti dan hati-hati," sambung Sri Mulyani. 

Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya