Denny JA: Gelombang Sejarah, Sastra Jadi Saksi

Ia mengatakan, di setiap gelombang sejarah, sastra adalah saksi.

oleh Tim News diperbarui 16 Des 2024, 18:17 WIB
Pendiri Lembaga Survei LSI yang juga Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA mengingatkan akan kekuatan sastra sebagai kronik yang tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga emosi dan makna di baliknya.

“Di setiap gelombang sejarah, sastra adalah saksi. Kadang ia bersuara lembut seperti bisik angin, kadang ia menjerit seperti badai. Tapi selalu, ia mencatat jejak jiwa manusia," kata Denny JA.

Salah satu karya sastra yakni Puisi. Menurutnya, puisi dengan keindahan bahasanya memiliki peran istimewa sebagai jembatan antara yang nyata dan imajinatif, antara fakta dan rasa.

Maka, ketika sebuah genre sastra baru seperti puisi esai muncul, ia bukan hanya menyentuh kata-kata, tetapi juga membuka ruang baru untuk pengalaman kolektif manusia.

"Topik ini menjadi salah satu pembahasan utama dalam Festival Puisi Esai Jakarta ke-2, tahun 2024, di PDS HB Jassin, TIM. Lahirnya Angkatan Puisi Esai adalah momen penting dalam sejarah sastra Indonesia," kata Pendiri LSI Denny JA tersebut.

Angkatan ini didokumentasikan dalam empat buku tebal dengan total sekitar 2000 halaman, yang masing-masing mencatat perjalanan dan pencapaian genre ini. Buku-buku itu menjadi bukti fisik sebuah gerakan besar, seperti kompas yang menandai arah baru sastra Indonesia, sekaligus ruang bagi dialog kritis tentang inovasi estetika, narasi sosial, dan relevansi sastra modern.

"Angkatan Puisi Esai adalah fenomena unik dalam sejarah sastra, disebut sui generis oleh pengamat sastra Jerman, Berthold Damshäuser, karena menjadi angkatan pertama yang dinamai berdasarkan genre," ujarnya.

 


Kritik dan Respons Terhadap Lahirnya Angkatan Puisi Esai

Ia menjelaskan, salah satu kritik paling kuat terhadap Angkatan Puisi Esai adalah bahwa genre ini dianggap terlalu by design atau hasil rekayasa, yang dibangun melalui pendanaan besar dan promosi sistematis, sehingga tidak mencerminkan organiknya pertumbuhan sastra.

"Kritikus menilai bahwa keberadaan Angkatan Puisi Esai lebih dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi dan politik daripada oleh keaslian artistik atau respon alami masyarakat sastra."

"Selain itu, adanya penggunaan catatan kaki dan unsur prosa dalam Puisi Esai juga sering dianggap merusak esensi puisi itu sendiri. Beberapa pengamat mengklaim bahwa genre ini lebih menyerupai esai dengan format berlarik-larik daripada puisi sejati, sehingga estetika puitisnya diragukan."

Namun, lanjutnya, argumen bahwa Angkatan Puisi Esai adalah hasil rekayasa tidak sepenuhnya meniadakan nilainya. Banyak inovasi dalam sejarah sastra lahir dari desain terencana, termasuk manifesto para penyair modernis atau gerakan sastra avant-garde.

"Keberhasilan Angkatan Puisi Esai melibatkan lebih dari sekadar promosi; ia membuktikan relevansinya dengan melahirkan ratusan karya, menciptakan perdebatan luas, dan diterima lintas negara, dari Malaysia hingga Singapura. Keberlanjutan genre ini selama lebih dari satu dekade membuktikan bahwa substansinya mampu melampaui kritik," kata Denny.

Mengenai estetika puitis, puisi selalu berevolusi. Kritik terhadap Puisi Esai mengingatkan pada penolakan terhadap puisi bebas ketika pertama kali diperkenalkan. Catatan kaki dalam Puisi Esai tidak merusak puitisasi, melainkan menawarkan perspektif baru dengan menggabungkan fakta dan imajinasi.

Inovasi ini memungkinkan sastra menjadi lebih inklusif, menjangkau pembaca dari berbagai latar belakang dan menciptakan ruang baru untuk dialog sosial.

Kini Komunitas Puisi Esai memiliki dua festival tahunan. Pertama, Festival Puisi Esai ASEAN yang pada tahun 2024 sudah berlangsung tiga kali. Kedua, Festival Puisi Esai Jakarta, yang sudah berlangsung dua kali.

Terminologi “Puisi Esai” juga sudah menjadi kata baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sejak tahun 2020. Komunitas Puisi Esai mulai meluas tak hanya di Indonesia, dari Aceh sampai Papua, dan ASEAN, kini juga sampai ke Kairo, Mesir.

Tak hanya berhenti di generasi Baby Boomers dan milenial, kini 181 penulis Gen Z juga menulis Puisi Esai.

Komunitas puisi esai ini juga sudah melahirkan hampir 200 buku, yang mengeksplorasi aneka true stories isu sosial. Kini komunitas puisi esai dilembagakan dengan dukungan dana abadi

"Dengan menggabungkan puisi, narasi, dan fakta historis, Puisi Esai memperkenalkan bentuk baru yang kaya akan potensi. Kehadirannya memecahkan kebekuan estetik dan menciptakan alternatif segar bagi pembaca dan penulis sastra."

“Di setiap karya, sastra bukan hanya menuliskan kata, tetapi melahirkan dunia baru.”

Angkatan Puisi Esai bukan hanya tentang genre baru, tetapi juga tentang sebuah gerakan yang menawarkan ruang bagi kreativitas, refleksi, dan dialog.

"Seperti gelombang yang terus meluas, Puisi Esai adalah undangan untuk menjelajahi batas-batas baru, menjadikan sastra tidak hanya relevan, tetapi juga transformatif," pungkas Denny JA.

 

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya