Pameran Tunggal Yos Suprapto, Menyelami Kritik Sosial dalam Bahasa Simbolisme Lukisan bak Cerita Novel

Pameran tunggal lukisan Yos Suprapto akan berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta, pada 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

oleh Asnida Riani diperbarui 17 Des 2024, 09:00 WIB
Galeri Nasional Indonesia. (dok. IHA)

Liputan6.com, Jakarta - Yos Suprapto, pelukis Indonesia yang karyanya bertautan dengan masalah sosial, lingkungan, dan perkembangan situasi politik nasional terbaru, mempersembahkan pameran tunggal teranyar. Kali ini, rangkaian karyanya dimuat dalam "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan 2024."

Melalui sejumlah lukisan, menurut keterangan pers pada Lifestyle Liputan6.com, Senin, 16 Desember 2024, ia menampilkan kebolehan mengolah figurasi realis yang berakar pada tradisi realisme sosial ala Diego Rivera dan Taring Padi. Itu divisualkan dalam simbolisme surealistik yang mengingatkan kita pada sapuan kuas para perupa Yogyakarta era 1980-an.

Di lukisan-lukisannya, komentar dan kritik sosial dihadirkan Yos dalam bahasa simbolisme. Permainan garis dan warna, termasuk hitam, merah, biru, hijau, cokelat, kuning, ungu, jingga, dan putih, dianggap jadi ciri khas yang sangat provokatif dari lukisan Yos.

Warna-warna tersebut ditampilkan dengan daya visual yang kuat dan keras, bersanding satu sama lain untuk melahirkan komposisi yang tidak halus guna menampakkan ketegangan. Tema sosial, politik, budaya, ekologi, dan kemanusiaan diinstrumenkan sebagai komponen-komponen utama dalam kehidupan di negeri ini.

Dosen pascasarjana Insitut Seni Indonesia Yogyakarta Suwarno berkata, "Yos Suprapto sebagai perupa selalu membawa ledakan pemikiran yang menarik. Ekspresi pada karya Yos memiliki keberbagaian kesan dan pesan yang langsung dan lantang, tapi juga terdapat (bagian) yang lembut dan simbolis."

"Ringkas cerita," ia menambahkan. "Koleksi karya Yos Suprapto mengandung kegalauan seluruh dimensi berkehidupan di Indonesia."

 


Bak Cerita Novel

Galeri Nasional Indonesia. (dok. Indonesia Heritage Agency)

Melalui "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan 2024," Yos mengaku ingin menghadirkan sebuah narasi visual, layaknya cerita novel mengalir dalam bentuk sapuan warna yang mengundang penikmatnya mengimajinasikan sebuah cerita. Ia ingin menyajikan kanvas cerita yang mengandung "masalah" yang bisa mengusik "ketenteraman" kita.

Diakui Yos bahwa selama lebih dari 10 tahun, ia telah meneliti kandungan mineral produktif pertanian, baik tanah pertanian basah maupun kering, dari seluruh provinsi Indonesia. Hasilnya adalah sebuah mata rantai kebudayaan pertanian yang hilang, yakni kekuatan budaya agraris mandiri.

Budaya agraris mandiri hilang karena ketergantungan pada penggunaan pupuk sitetis dan program sistemik revolusi hijau yang diterapkan di negeri ini. Maka itu, Direktur Galeri Nasional Jarot Mahendra mengatakan, "(Kami) berharap pameran ini jadi awal kesadaran tumbuh kembalinya budaya kemandirian agraris."

Harapan ini kemudian tergambar dalam seri lukisan berjudul "Kebangkitan," yang sekaligus jadi tajuk pameran. Yos seperti mau menunjukkan kekuatan budaya Agraris bangsa kita sebagai harapan masa depan kemandirian pangan. 

 


Rekam Jejak Pameran Yos

Gundah, gelisah dan mengusik kententraman. Inilah potret lukisan Yos Suprapto tentang budaya maritim Indonesia yang telah menghilang. (Yos Suprapto)

Pameran ini juga bertumpu pada harapan "Kebangkitan Tanah dan Kedaulatan Pangan" yang lebih baik. Hal itu hanya akan terwujud bila kita berhenti membunuh tanah dan kembali menghidupkan budaya kemandirian agraris. Lukisan-lukisan karya Yos ini akan dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta, pada 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

Dalam rekam jejak pamerannya, karya Yos tidak pernah lepas dari masalah sosial. Pada 1994, ia mengangkat isu lingkungan melalui pameran tunggal bertajuk "Bersatu Dengan Alam" di Taman Ismail Marzuki.

Kemudian tahun 2001, ia kembali menggelar pameran tunggal bertema "Barbarisme: Perjalanan Anak Bangsa" di Galeri Nasional yang melontarkan kritik atas budaya kekerasaan dalam realitas kebangsaan kontemporer. Pada 2005, ia kembali mengangkat isu sosial, mengkritik korupsi di lingkungan elit birokrasi melalui pameran tunggal "Republik Udang" di Tembi Gallery, Yogyakarta.

Selain itu, ia terlibat dalam pameran bersama yang mengangkat isu-isu sosial, seperti "Mata Hati Demokrasi" di Taman Budaya Surakarta tahun 2002. Pada 2017, Yos mengangkat evaluasi mendalam perjanan budaya bangsa, terutama budaya maritime, melalui "Arus Balik Cakrawala" yang dipamerkan di Galeri Nasional.

Infografis galeri seni yang jangan sampai dilewatkan. (Dok: Liputan6/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya