Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengedukasi nelayan Sulawesi Tenggara melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia. Adapun ini dilakukan bersama Australia Fisheries Management Authority (AFMA).
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono mengatakan, berdasarkan data dikelola AFMA dan Ditjen PSDKP dari 216 nelayan Indonesia ditangkap Pemerintah Australia pada 2024, 48 persen atau 103 orang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Advertisement
Adapun nelayan tersebut berasal dari Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Konawe Selatan.
"Hal ini tentu sangat disayangkan, di tengah gencarnya Pemerintah Indonesia memerangi praktik illegal fishing yang dilakukan kapal ikan asing, ternyata banyak kapal nelayan Indonesia menangkap ikan di negara lain tanpa izin," kata dia dalam acara kegiatan Public Information Campaign (PIC), di Kota Baubau, Selasa (17/12/2024).
Menurut Pung, pada 2019 PSDKP melalui pembiayaan mandiri maupun berkolaborasi dengan berbagai pihak, secara terus menerus telah melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan pemahaman maupun penyadartahuan, kepada para nelayan untuk mentaati aturan yang berlaku.
Tidak hanya itu, KKP bersama dengan Pemerintah Australia telah menyepakati tiga program kerjasama, yakni patroli terkoordinasi, PIC, dan mata pencaharian alternatif para nelayan pelintas batas yang saat ini programmnya sedang dalam proses pembahasan.
Sementara, mewakili Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, Nugroho Aji menuturkan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal dilakukan nelayan Indonesia di perairan Australia, akan menimbulkan resiko tidak hanya kepada para nelayan.
Begitupun dengan reputasi negara Indonesia yang citranya akan turun, mengganggu hubungan baik yang telah terjalin diantara dua negara.
"Selain besarnya resiko yang dihadapi dari kondisi cuaca dan lautan yang menantang, apabila tertangkap kapal beserta hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan. Selanjutnya nelayan akan mendapat hukuman denda yang tinggi dan akan dipenjara apabila tidak dapat membayar denda tersebut," tutur Nugroho Aji.
Tak Beri Bantuan
Nugroho Aji mengungkapkan, kabar buruk lainnya adalah mulai 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada perwakilan Indonesia di KBRI Canberra.
Pemerintah Australia tidak lagi menyediakan jasa penasehat hukum para nelayan Indonesia yang di proses hukum Pemerintah Australia.
"Artinya nelayan indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya," ungkap Nugroho Aji.
KKP dan Pemerintah Australia sedang menyusun program alternatif mata pencaharian para nelayan Indonesia, akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi geografis dari masing-masing wilayah.
Pemerintah Australia tengah menggagas kemungkinan memberikan visa kerja di kapal perikanan Australia bagi nelayan Indonesia, dengan syarat mereka tidak boleh tersangkut tindak pidana dan tidak boleh mempunyai catatan kriminal pernah ditangkap oleh Pemerintah Australia.
Sementara, perwakilan AFMA, Lidya Woodhouse menuturkan, Pemerintah Australia sangat prihatin para nelayan Indonesia menangkap ikan tanpa izin di Perairan Australia.
Menurutnya, para nelayan tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, namun telah jauh menjelajah hingga ke wilayah teritorial di Western Australia.
"Australia memiliki peraturan perikanan dan lingkungan hidup yang sangat ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut yang dimiliki," tutur Lidya.
Traditional fishing right diberikan kepada nelayan tradisional Indonesia di kawasan MoU Box, diberikan kepada nelayan Indonesia menggunakan kapal layar tanpa mesin, untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air saja.
"Teripang dan hewan lainnya yang hidup di dasar laut tidak boleh diambil karena sesuai dengan perjanjian wilayah yang telah disepakati oleh kedua negara, dasar laut di perairan perbatasan Indonesia-Australia (landas kontinen) merupakan milik Negara Australia," pungkas Lidya.
Advertisement