Prediksi 2025: Pasar Gadget dan Consumer Electronics Kembali Bergairah

Prediksi pasar gadget dan consumer electronics 2025 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Simak faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pasar.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 18 Des 2024, 17:00 WIB
Sesi diskusi dalam event Selular Editor's Choice. (Dok: Selular)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia gadget dan consumer electronics diprediksi akan kembali bergairah pada 2025. Hal itu diungkapkan oleh Commercial Director for Tech and Durables NielsenIQ Indonesia Felix Limanjaya.

Menurut Felix, kondisi tersebut karena pada semester kedua tahun ini, Indonesia mengalami deflasi. Jadi, permintaan pasar berkurang yang membuat harganya anjlok.

"Tetapi pada akhir 2024, ada tarikan yang membuat produk gadget dan consumer electronics menggeliat lagi," tutur Felix dalam acara Selular Editor's Choice seperti dikutip dari siaran pers yang diterima, Rabu (18/12/2024).

Ia pun mengatakan, banyaknya produk yang industri luncurkan pada 2025 membuat pasar kondisi pasar masih bagus. Senada dengan Felix, Direktur Marketing Niko Electronic Tjandra Lianto juga menyatakan pasar gadget makin ramai di 2025.

Ia menyatakan, ada tujuh faktor yang membuat pasar gadget dan consumer electronic tumbuh di 2025. Berikut adalah faktor-faktor tersebut

  • Kecerdasan buatan
  • Integrasi realitas virtual dan augmented
  • Desain yang lebih inovatif
  • Konektivitas internet semakin cepat
  • Daya dan baterai yang lebih efisien
  • Keamanan dan privasi yang lebih baik
  • Integrasi dengan ekosistem IoT
  • Pengalaman yang lebih personal dan adaptif

Tjandra menuturkan, kecerdasan buatan saat ini sudah digunakan di semua industri dan bidang. Saat ini, gadget hingga mobil sudah menggunakan AI.

"Dengan masifnya AI akan membuat gadget maupun consumer electronics akan semakin menggeliat," tuturnya menjelaskan.


Pengaruh Situasi Geopolitik

Di sisi lain, pengamat teknologi & geopolitik sekaligus Managing Director Bening Communication, Didin Nasirudin mengatakan jika kebijakan pemerintah Indonesia hingga situasi geopolitik akan memengaruhi pasar gadget dan consumer electronics.

Ia menuturkan, kenaikan PPN 12 persen hingga terpilihnya lagi Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat akan memengaruhi pasar.

"Trump mengatakan akan memberikan sanksi kepada negara BRICS yang bertansaksi tanpa menggunakan Dollar Amerika Serikat. Hal ini akan membuat nilai tukar Dollar akan naik dan tentu harga barang juga menjadi naik," tuturnya.

Untuk itu, menurut Didin, pemerintah Indonesia harus berani lebih menekan kebijakan impor dan membuat aturan yang membuat pasar semakin bergairah lagi.

Sebagai informasi, diskusi ini merupakan bagian darn event Selular Editor's Choice 2024. Ini merupakan program akhir tahun yang diadakan oleh Selular Media Network (SMN).


Penerapan AI Makin Masif, Indonesia Perlu Strategi Jitu Kejar Ketertinggalan

Sebelumnya, Selular Business Forum (SBF) kembali menggelar diskusi terkait kecerdasan buatan atau AI. Kali ini, tema yang diusung adalah 'AI: Sekadar Tren atau Sudah Menjadi Kebutuhan?'.

Tema ini dipilih karena penerapan kecerdasan buatan atau AI saat ini sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas sekaligus efisiensi.

Dengan perkembangan yang masif, AI generatif pun diyakini akan mendorong transformasi pada berbagai industri global. Salah satu pembicara dalam diskusi ini yakni Deputy EVP Digital Technology and Platform Business Telkom Indonesia Ari Kurniawan pun menyoroti hal tersebut.

Ia menuturkan, tren kapitalisasi pasar global AI generatif ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmen, dari USD 44 di 2020 menjadi USD 16.300 di 2023. Kondisi ini membuat AI sekarang sudah menjadi kebutuhan bagi banyak industri termasuk di Indonesia.

 


Penerapan AI di Indonesia

Kendati demikian, ia menuturkan, penerapan AI di Indonesia masih tertinggal, bahkan jika dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara. Secara keseluruhan, Indonesia berada di posisi keempat dengan indeks 61,03.

Posisi itu membuat Indonesia berada di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71), dan Thailand (63,03). Karenanya, Ari menuturkan, harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia, sehingga bisa mengejar ketertinggalan itu.

"Tentu strategi ini harus ada sasarannya seperti berinvetasi dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan; menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan, serta menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkan kecerdasan buatan," tuturnya seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (10/9/2024).

Tidak hanya itu, strategi lain yang perlu diperhatikan adalah membangun kapasitas sumber daya manusia dan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja, transformasi, hingga kerja sama internasional untuk AI yang dapat dipercaya.

Lalu, sasaran kunci di berbagai bidang juga bisa menjadi strategi nasional, seperti layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan penelitian, ketahanan pangan, hingga mobilitas serta smart city.

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya