Waspada! BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat di 2025

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa, rencana kebijakan perdagangan AS, yakni kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko ekonomi global

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Des 2024, 16:14 WIB
Aktivitas para pekerja saat jam pulang kerja melintasi jalan Kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (2/12/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mengingatkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat, disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa, rencana kebijakan perdagangan AS, yakni kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.

“Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024,” ungkap Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubenur Desember 2024, Rabu (18/12/2024).

Inflasi Naik

Perry juga melihat, inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai suplai.

“Di AS, penurunan Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut. Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang,” paparnya.

Tak hanya itu, penguatan dolar AS juga terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS. Hal ini memicu tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia, dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.

“Perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global tersebut memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas Perry.

 


Optimis Ekonomi RI

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024). (Tira/Liputan6.com)

Namun, ia masih optimis, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga, dengan didukung oleh permintaan domestik.

“Investasi diprakirakan tumbuh positif pada triwulan IV 2024 ditopang oleh penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan investasi swasta didukung insentif dari Pemerintah,” bebernya.

Selain itu, konsumsi rumah tangga juga diprakirakan tetap tumbuh didorong oleh keyakinan konsumen yang terjaga serta dampak positif pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah.

“Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7–5,5% dan meningkat menjadi 4,8–5,6% pada 2025,” ungkap Perry.

 


Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan 6% di Desember 2024, Ini Alasannya

Konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu, 18 Desember 2024. (Foto: Bank Indonesia)

BI Tahan Suku Bunga 6,00% di Desember 2024Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75% pada Desember 2024.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17-18 Desember 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, demikian juga suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Desember 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/12/2024).

Perry menyampaikan, keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Fokus Kebijakan Moneter

Ia juga menegaskan, fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat dan eskalasi geopolitik di berbagai wilayah.

"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, serta dinamika kondisi ekonomi yang berkembang dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan moneter lebih lanjut,” ujar Perry.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, melalui strategi kebijakan insentif makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya