Liputan6.com, Jakarta Pemulihan konsumsi di Indonesia menunjukkan tren positif, dengan belanja rumah tangga tumbuh signifikan pada kuartal III 2024, didukung inflasi yang terkendali dan kebijakan populis pemerintah. Dukungan fiskal pada 2025, termasuk subsidi dan program sosial, diharapkan mendorong daya beli lebih lanjut.
Namun, tantangan seperti kenaikan PPN, perubahan tarif BPJS, dan bea cukai pada minuman berpemanis dapat menekan konsumsi, terutama di segmen tertentu. Secara keseluruhan, sektor konsumen tetap memiliki prospek cerah, dengan momentum perayaan dan kebijakan pemerintah menjadi pendorong utama.
Advertisement
"Kami meningkatkan peringkat sektor Konsumen menjadi OVERWEIGHT, dengan mempertimbangkan berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat populis yang diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat," mengutip ulasan Tim Riset MNC Sekuritas, Rabu (18/12/2024).
Selain itu, tanda-tanda pemulihan daya beli konsumen, tercermin dari peningkatan belanja rumah tangga sebesar 7,0% yoy pada kuartal III 2024, menunjukkan pertumbuhan konsumsi yang kuat. "Kami mengantisipasi bahwa momen-momen perayaan pada kuartal IV 2024 dan kuartal I 2025, bersama dengan program-program pemerintah yang akan dilaksanakan mulai 1 Januari-2025, seperti program makan gratis, berpotensi mendorong konsumsi domestik," tulis riset tersebut,
Di sisi lain, risiko yang merugikan termasuk PPN 12%, penyederhanaan tarif asuransi BPJS Kesehatan, pajak cukai minuman manis kemasan, dan kebijakan pemerintah lainnya yang kurang menguntungkan.
Untuk sektor ini, MNC Sekuritas merekomendasikan buy atau beli pada saham Indofood CBP Tbk (ICBP) dengan TP 14.500, Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan TP 9.200, dan Sido Muncul Tbk (SIDO) dengan TP 660. Sementara, hold pada saham Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dengan TP 1.750.
Sebuah perusahaan konsultansi merek dan analisis data, Kantar, melaporkan bahwa belanja rumah tangga di Indonesia meningkat sebesar 7,0% yoy pada kuartal III 2024, mencapai Rp 6 juta dibanding Rp 5,6 juta pada kuartal III 2024, didorong oleh makanan segar dan FMCG. Selain itu, nilai per perjalanan dan volume belanja juga meningkat masing-masing sebesar 6,0% yoy dan +2,0% yoy.
"Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan konsumsi, terutama di antara kelompok berpenghasilan rendah dan atas pada kuartal III 2024, sejalan dengan inflasi yang terkendali karena moderasi harga bahan pokok utama, seperti beras, tepung dan telur," kata Tim Riset MNC Sekuritas.
Deflator PDB
Lebih lanjut, deflator PDB tumbuh sebesar 1,5% yoy pada kuartal III 2024, menunjukkan pemulihan dibandingkan dengan -0,4% yoy pada kuartal III 2024. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) naik menjadi 125,9 pada bulan November 2024 dibanding 121,1 pada bulan Oktober 2024, meskipun proporsi pengeluaran untuk konsumsi sedikit menurun menjadi 74,4% pada bulan November 2024 dibanding 74,5% pada bulan Oktober 2024. Hal ini menunjukkan sinyal positif, terutama karena setelah musim pemilihan umum pada bulan Februari 2024, tingkat konsumsi berada di sekitar ~73%.
"Kami memperkirakan momentum musim perayaan pada triwulan ke-4 2024 dan triwulan ke-1 2025 akan semakin mendorong pengeluaran rumah tangga," tulis riset tersebut.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 direncanakan mencapai angka tertinggi sepanjang masa yaitu Rp 3.613,1 triliun. Lebih lanjut, anggaran perlindungan sosial diperkirakan naik 4% yoy, mencapai Rp 504,7 triliun pada tahun anggaran 2025 dibanding Rp 485,1 triliun pada prospek tahun anggaran 2024, sebagian besar didorong oleh program subsidi.
Ini termasuk rencana Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang diharapkan dapat memperkuat daya beli masyarakat. Pemerintah juga memiliki ruang fiskal yang signifikan untuk memfokuskan dana subsidi guna meningkatkan belanja konsumen, didukung oleh perkiraan harga komoditas yang stabil pada tahun anggaran 2025.
Selain itu, berbagai inisiatif seperti Program Makan Gratis, program quick-win dari Prabowo, tidak hanya bertujuan untuk mendukung gizi masyarakat tetapi juga menciptakan efek berganda dalam rantai pasokan domestik, yang berpotensi merangsang ekonomi lokal dengan melibatkan UKM. Program ini dapat secara signifikan meningkatkan konsumsi domestik.
Advertisement
Kenaikan UMP 2025
Di sisi lain, pemerintah memutuskan untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% untuk tahun anggaran 2025, melebihi kenaikan UMP rata-rata 5 tahun sebesar 3,9%. Namun, risiko dan tantangan sudah di depan mata untuk subsektor tertentu.
Meskipun prospek konsumsi domestik untuk tahun 2025 tampak positif, beberapa kebijakan baru berpotensi meredam pertumbuhan konsumsi. Salah satunya adalah kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari - 25 Januari. Tanpa penyesuaian kebijakan lain, kenaikan PPN ini dapat menurunkan permintaan konsumen.
Lebih jauh, penyederhanaan tarif BPJS Kesehatan, seperti penghapusan Kelas III, berpotensi berdampak pada pendapatan yang dapat dibelanjakan. Kebijakan ini dapat membebani sebagian segmen masyarakat dengan biaya BPJS yang lebih tinggi, sehingga mengurangi dana yang tersedia untuk pengeluaran lain.
Selain itu, pemerintah berencana mengenakan bea cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (SSB). Bea cukai dapat berdampak pada subsektor FMCG tertentu dengan meningkatkan harga eceran, mengurangi volume penjualan, dan menurunkan margin keuntungan. Risiko ini dapat meredam minat konsumen, terutama di kalangan kelompok berpenghasilan rendah.