Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh hingga 5,5 persen pada 2024. Sedangkan 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal sentuh 5,6 persen pada 2025.
Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia Thamrin, Jakarta, Rabu (18/12/2024). "Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7 sampai 5,5 persen dan meningkat menjadi 4,8–5,6 persen pada 2025," kata Perry.
Advertisement
Konsumsi rumah tangga akan mendukung pertumbuhan ekonomi 2024. Selain itu, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak juga mendukung komsumsi.
"Konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tumbuh didorong oleh keyakinan konsumen yang terjaga serta dampak positif pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah," ujar dia.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga didukung oleh permintaan domestik. Investasi diprediksi tumbuh positif pada kuartal IV 2024 ditopang oleh penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan investasi swasta didukung insentif dari pemerintah.
Meski demikian, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran.
Hal ini untuk mengantisipasi dampak buruk setelah kian meningkatnya ketidakpastian ekonomi global akibat meluasnya konflik geopolitik hingga kebijakan proteksionisme Presiden AS Donald Trump.
Seiring hal itu, Bank Indonesia (BI) memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah. Upaya tersebut didukung dengan optimalisasi stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia.
"Dari sisi penawaran, kebijakan reformasi struktural Pemerintah perlu terus diperkuat untuk mendorong sektor ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja," ujar dia.
Alokasi Anggaran
Sebelumnya, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp37,43 triliun untuk mendukung pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat signifikan dalam memastikan suksesnya Pilkada serentak ini.
Dana dari APBN digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, dari persiapan logistik hingga pelaksanaan pemungutan suara.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2025 Kian Seret, Apa Penyebabnya?
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun depan kian seret. Perry meramalkan ekonomi global tahun depan hanya tumbuh 3,1 persen.
"Pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1 persen dari sebesar 3,2 persen pada 2024," kata Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia Thamrin, Jakarta, Rabu (18/12)
Perry bilang, ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin meningkat menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia 2025.
Ketidakpastian di pasar keuangan global ini ini dipicu oleh Rencana kebijakan perdagangan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Trump secara tegas mengancam akan mengenakan kenaikan tarif impor terhadap sejumlah negara yang ingin meninggalkan Dolar AS. Kebijakan tersebut telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
"Bahkan, Trump juga akan memperluas cakupan negara untuk kenaikan tarif impor. Utamanya bagi negara-negara yang mencatatkan surplus perdagangan dengan AS," imbuhnya.
Akibatnya, tren penguatan mata uang dolar AS akan terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS. Hal ini meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Waspada! BI Ramal Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat pada 2025
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengingatkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat, disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa, rencana kebijakan perdagangan AS, yakni kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
“Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan melambat menjadi 3,1% dari sebesar 3,2% pada 2024,” ungkap Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubenur Desember 2024, Rabu (18/12/2024).
Perry juga melihat, inflasi dunia meningkat dibandingkan prakiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai suplai.
“Di AS, penurunan Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut. Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang,” paparnya.
Tak hanya itu, penguatan dolar AS juga terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS. Hal ini memicu tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia, dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
“Perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global tersebut memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” jelas Perry.
Advertisement
Optimistis Ekonomi RI
Namun, ia masih optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga, dengan didukung oleh permintaan domestik.
“Investasi diprakirakan tumbuh positif pada triwulan IV 2024 ditopang oleh penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan investasi swasta didukung insentif dari Pemerintah,” bebernya.
Selain itu, konsumsi rumah tangga juga diprakirakan tetap tumbuh didorong oleh keyakinan konsumen yang terjaga serta dampak positif pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah.
“Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7–5,5% dan meningkat menjadi 4,8–5,6% pada 2025,” ungkap Perry.