Rupiah Lesu terhadap Dolar AS, Bahlil Paparkan Dampaknya ke Sektor Energi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengakui nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS memberikan tekanan ke perusahaan energi.

oleh Tira Santia diperbarui 19 Des 2024, 14:30 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia di kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyampaikan dampak nilai tukar rupiah yang tengah tertekan terhadap sektor energi dan pertambangan.

"Jadi begini, menyangkut dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar, ya kita tahu bahwa memang kondisi ekonomi global sekarang lagi tidak menentu. Pasti dampaknya juga kepada persoalan nilai tukar rupiah kita,” kata Bahlil saat ditemui di kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Bahlil juga menyoroti salah satu sektor yang paling terpengaruh adalah Pertamina, perusahaan negara yang mengimpor sejumlah besar bahan bakar minyak (BBM) dan LPG, yang memerlukan devisa dalam jumlah besar, sekitar Rp500 triliun hingga Rp550 triliun per tahun.

"Di sektor ESDM, memang salah satu yang membutuhkan dolar paling banyak itu adalah Pertamina. (Alasan ya) Kita ini mengimpor mengimpor BBM kita termasuk LPG satu tahun, itu membutuhkan uang sekitar Rp500 triliun sampai Rp 550 triliun devisa kita keluar,” jelasnya.

Di sisi lain, Bahlil mengakui nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar  AS memang memberikan tekanan, mengingat sebagian besar transaksi impor yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan energi, seperti Pertamina, memerlukan pembelian dolar Amerika Serikat (AS).

Oleh karena itu, nilai tukar yang tidak stabil dapat memperburuk biaya impor, yang pada akhirnya berdampak pada keuangan negara dan keberlanjutan pasokan energi domestik.

 

 

 


Kurangi Ketergantungan Impor

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia di kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

"Dan itu pasti kita tukar dengan dolar. Nah, terkait dengan urusan bisnis teman-teman di tambang, karena spare partnya kan harganya dolar, pasti akan berdampak. Tapi kita lihat, mudah-mudahan mampu di manage dengan baik oleh pelak usaha," ujarnya.

Kendati demikian, kata Bahlil, pemerintah sedang berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada impor, dengan harapan dapat mengurangi aliran dolar keluar. Salah satu langkah yang diupayakan adalah dengan mengoptimalkan produksi energi dalam negeri dan memperbaiki efisiensi sektor energi, agar kebutuhan impor dapat diminimalkan.

"Sekarang tugas kita itu adalah bagaimana mengurangi impor, agar kemudian kebutuhan kita terhadap dolar tidak terlalu banyak. Naik atau turunnya sebuah nilai mata uang itu kan tergantung hukum permintaan sebenarnya,” pungkasnya.


Rupiah Makin Terpuruk, Kini Tembus Rp 16.222 per Dolar AS

Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencatat pelemahan signifikan pada pembukaan perdagangan Kamis pagi (19/12/2024). Rupiah melemah 127 poin atau 0,79 persen ke level Rp16.225 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.098 per dolar AS.

Faktor Utama: Sikap Hawkish Federal Reserve

Menurut Lukman Leong, analis mata uang Doo Financial Futures, pelemahan ini dipicu oleh pernyataan hawkish dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell setelah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).

The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), namun sinyal penurunan suku bunga pada 2025 menjadi lebih terbatas memicu penguatan tajam dolar AS.

“Powell menegaskan hanya akan ada pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya di kisaran 75-100 bps,” jelas Lukman dikutip dari Antara, kamis (19/12/2024).

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi AS Lebih Tinggi

Pernyataan hawkish Powell juga didukung oleh revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekonomi diperkirakan naik dari 2 persen menjadi 2,5 persen, sementara inflasi inti Personal Consumption Expenditure (PCE) diprediksi berada di kisaran 2,4-2,8 persen, masih di atas target 2 persen yang ditetapkan The Fed.

“The Fed juga mempertimbangkan dampak potensial dari kebijakan tarif yang mungkin diterapkan kembali oleh pemerintahan Trump tahun depan,” tambah Lukman.


Komitmen Bank Indonesia dalam Menjaga Rupiah

Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 6 persen, sesuai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (18/12/2024).

BI juga menahan suku bunga deposit facility di 5,25 persen dan lending facility di 6,75 persen.

“Langkah ini menunjukkan komitmen BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan eksternal,” ujar Lukman.

Lukman memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak di rentang Rp15.610 hingga Rp16.300 per dolar AS dalam waktu dekat. Tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih kuat, mengingat sentimen global yang mendukung penguatan dolar AS.

Kesimpulan: Tantangan Rupiah ke Depan

Dengan penguatan dolar AS yang didukung oleh kebijakan The Fed dan proyeksi ekonomi Amerika Serikat yang solid, rupiah menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan stabilitas.

Bank Indonesia diharapkan terus mengambil langkah strategis guna menjaga daya tahan mata uang domestik di tengah gejolak pasar global.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya