Liputan6.com, Jakarta CEO baru Starbucks, Brian Niccol berjanji akan meningkatkan kualitas penghasilan kerja para barista. Janji itu sekarang tengah diuji ketika ribuan barista di Amerika Serikat (AS), yang tergabung dalam serikat pekerja Starbucks Workers United.
Para barista tersebut tengah mempersiapkan rencana mogok kerja. Landasan pemogokan kerja itu karena untuk menuntut pendapatan yang sesuai dengan kerja mereka.
Advertisement
Dilansir dari businessinsider.com pada Kamis (19/12/2024), barista yang mewakili sekitar 10.000 pekerja Starbucks di AS telah memberikan suara untuk aksi mogok dengan hasil dukungan mencapai 98%. Meskipun belum menentukan tanggal pemogokan, mereka menuntut kenaikan gaji yang layak dan menyelesaikan ratusan keluhan terkait praktik ketenagakerjaan yang tidak adil.
Starbucks dan serikat pekerja telah berselisih sejak 2021, ketika gerai pertama di Buffalo, New York, berserikat. Negosiasi sempat terhenti selama setahun, tetapi dimulai lagi pada April 2023. Sejauh ini, ada beberapa kemajuan, seperti kesepakatan tentang 30 topik, namun banyak tuntutan pekerja belum terpenuhi.
Juru bicara Starbucks, Phil Gee, menyatakan kekecewaannya terhadap rencana mogok. Dia menegaskan bahwa negosiasi selama ini berjalan produktif, dengan delapan sesi perundingan yang menghasilkan beberapa kesepakatan penting.
"Kami tetap berkomitmen untuk mencapai kesepakatan dengan para pekerja," kata Gee.
Starbucks juga telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi kerja, seperti mengurangi jumlah promosi yang menyebabkan lonjakan pesanan aplikasi dan menyesuaikan jumlah staf. Pada Oktober lalu, Niccol mengumumkan rencana untuk mengembalikan layanan swalayan untuk susu dan bumbu di tahun 2025, guna mengurangi beban kerja barista.
Ujian Komitmen
Salah satu langkah besar yang dilakukan Starbucks adalah memberikan cuti berbayar hingga 18 minggu. Cuti Ini tiga kali lebih lama daripada sebelumnya. Namun, serikat pekerja mengatakan masih banyak hal lain yang perlu diperbaiki dalam kondisi kerja para barista.
“Sudah saatnya Starbucks melakukan investasi yang berarti bagi barista dan menyelesaikan tuntutan praktik ketenagakerjaan yang tidak adil,” kata Silvia Baldwin, seorang barista di Philadelphia.
Starbucks dan serikat pekerja terus berdiskusi untuk mencapai kesepakatan. Namun, jika tidak ada kemajuan yang signifikan, aksi mogok bisa saja terjadi. Situasi ini juga menjadi tantangan besar bagi Niccol untuk memenuhi janjinya menjadikan Starbucks sebagai "tempat terbaik untuk bekerja."
Bagi para barista, perjuangan ini adalah tentang memastikan pekerjaan mereka dihargai, sementara bagi Starbucks, ini merupakan ujian komitmen untuk mendukung karyawannya.
Advertisement