Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Ganjar Pranowo bersuara soal kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen. Diketahui, kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan oleh pemerintah mulai Januari 2025.
Melalui tayangan video di Instagram pribdinya, Ganjar merasa kebijakan tersebut membuat ngilu kehidupan rakyat Indonesia.
Advertisement
“Dengan angka pajak tersebut Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN bersama Filipina, jauh di atas Malaysia yang hanya 8 persen, Singapura 7 persen, dan Thailand 7 persen. Meski ketiga negara tersebut memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan kita. Itulah keadaannya,” kata Ganjar seperti dikutip Kamis (19/12/2024).
Meski meyakini ada hal baik yang ingin dicapai pemerintah, namun Ganjar menegaskan keputusan tersebut datang pada saat yang salah. Sebab pukulan terberatnya akan diterima oleh kelompok rakyat dengan ekonomi yang paling rapuh.
“Kebijakan menaikkan PPN bisa menumbangkan pohon kehidupan di sektor ini. Kita tahu bahwa pajak adalah sumber pendapatan utama negara. Semuanya tahu. Namun, dalam situasi ekonomi saat ini, kita memerlukan kebijakan perpajakan yang tepat. Yang mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan daya beli rakyat atau menghambat pertumbuhan ekonomi,” saran dari mantan calon presiden 2024-2029 ini.
Komplikasi
Ganjar khawatir, adanya kenaikan PPN 12 persen yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi. Maka, jika membiarkan hal itu terjadi, bisa saja rakyat kepercayaan rakyat kepada negara bahwa negara hadir melindungi mereka tidak lagi bisa terbukti.
“Ini bukan soal menyalahkan siapa, tetapi hanya soal mengajukan pertanyaan yang layak diajukan. Apakah ini sebuah keadilan? Saya selalu yakin bangsa ini akan maju bukan dengan menambah beban, melainkan dengan melepaskan belenggu yang selama ini menahan rakyat,” Ganjar menandasi.
Advertisement
Naik Per 1 Januari 2025
Diketahui, per 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan resmi naik menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan ini menjadi salah satu langkah strategis pemerintah untuk memperkuat perekonomian nasional sekaligus memastikan keberlanjutan anggaran negara.
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% didasarkan pada amanat UU HPP. Pemerintah menilai, penyesuaian ini diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
"Jadi kebijakan sesuai UU HPP yang dalam hal ini mengamanatkan PPN 12 persen dengan tetap menjalankan asas keadilan dan mendengarkan aspirasi masyarakat, kami sedang memformulasikan lebih detail. Karena ini konsekuensi terhadap APBN, aspek keadilan, daya beli dan juga dari sisi pertumbuhan ekonomi perlu kita seimbangkan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri meyakini, kebijakan juga didesain agar tetap selaras dengan target pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah menyebut bahwa kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang-barang tertentu yang tidak termasuk kebutuhan utama. Tujuannya, untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya beli masyarakat.