Liputan6.com, Jakarta Dari bintang sinetron dan penyanyi, Umay Shahab menjadi sutradara di usia 19 tahun dan langsung mencetak box office. Karya perdananya, Kukira Kau Rumah, menyerap lebih dari 2,2 juta penonton.
Film keduanya, Ketika Berhenti di Sini meski gagal tembus 2 juta, masih bisa mengais 1,6 jutaan. Kini, Umay Shahab kembali dengan Perayaan Mati Rasa, film yang terinpirasi dari lagunya sendiri.
Advertisement
Dibintangi Iqbaal Ramadhan, Devano Danendra, hingga Dul Jaelani, Perayaan Mati Rasa menjelma perjalanan spiritual bagi Umay Shahab dalam memaknai keluarga sekaligus mengenali ketakutan terbesarnya.
“Yang paling menguras energi itu membayangkan berada di situasinya Ian. Membayangkan kehilangan orangtua secara tiba-tiba itu berat,” kata Umay Shahab saat mampir ke Gedung KLY Jakarta, baru-baru ini.
Inilah wawancara eksklusif Umay Shahab dengan Showbiz Liputan6.com terkait kisah sukses sebagai sutradara hingga dihubungi belasan produser, plus ketakutan terbesar jika suatu hari orang tuanya tak bernapas lagi.
Rekam Jejak Box Office dan Jumlah Pengikut Medsos
Umay Shahab salah satu seniman muda dengan banyak predikat dari bintang sinetron, aktor layar lebar, musisi, sutradara film laris hingga penulis skenario. Bagi sebagian orang, ia dipandang seperti berada di persimpangan dengan banyak pilihan predikat.
Namun, Umay Shahab hanya ingin dikenal sebagai seniman. “Umay adalah seniman yang suka bikin lagu dan film, suka main film dan memproduseri juga, ya sudah, apapun saja. Aku enggak mau membatasi diri, sama kayak Iqbaal,” ujarnya.
Perayaan Mati Rasa yang akan dirilis Januari 20255 menandai keseriusan Umay Shahab dalam bidang penyutradaraan. Dalam film itu, Iqbaal Ramadhan memerankan Ian Antono, anak sulung dengan setumpuk beban di hati dan pikirannya.
Karakter ini ditulis Umay Shahab khusus untuk Iqbaal Ramadhan. Andai bintang film Dilan 1990 menolak, maka film Perayaan Mati Rasa tak akan jadi seperti sekarang. Iqbaal Ramadhan dipilih bukan berdasarkan popularitas semata.
“Enggak bisa dimungkiri di industri perfilman saat ini, yang amat sangat dijadikan bahan pertimbangan adalah jumlah pengikut (di medsos) dan rekam jejak box office. Itu kayak selalu dijadikan patokan,” Umay Shahab membeberkan.
Ia mengakui, dalam industri seni, Iqbaal Ramadhan adalah ‘komoditas’ untuk membuat kesuksesan seolah lebih mudah diraih. Umay Shahab tak ingin menjadikan sahabat sendiri sebagai aset dagang di etalase bioskop Tanah Air. Iqbaal Ramadhan adalah karakter.
“Iqbaal punya karakter. Karakter itu mahal, enggak bisa dibuat-buat, dan autentik. Ketika saya dapat cerita ini dan mengajak Iqbaal, saya percaya, karakter dia sesuai dengan apa yang Iqbaal jalani. Saya enggak mau bikin sesuatu yang terlalu jauh dari kepribadiannya,” akunya.
Advertisement
Serasa Habis Bikin Film Titanic
Saat Perayaan Mati Rasa siap tayang di bioskop, Umay Shahab menoleh ke belakang sejenak. Ia melihat kembali dua karya yang telah dikhasilkan dan terbukti sukses mendatangkan berjuta penonon. Dampaknya beragam.
“Aku habis bikin Kukira Kau Rumah tuh dihubungi belasan produser dan mereka merasa kayak gue habis bikin film Titanic,” cetus Umay Shahab. Namun pencapaian ini tak serta merta membuatnya mudah merayu pemain.
Iqbaal Ramadhan misalnya, saat ditawari peran oleh Umay Shahab tak langsung mengiakan. Ini tak membuat Umay Shahab tersinggung atau merasa diremehkan. Sebagai sesama aktor, ia tahu persis ada sejumlah pertimbangkan dalam menerima peran.
“Setelah film pertamaku, Kukira Kau Rumah 2,2 juta, aku ngajak Iqbaal untuk main di film kedua, Ketika Berhenti di Sini tapi dia enggak mau. Buat aku, enggak apa-apa. Mungkin Iqbaal belum trust dengan idenya,” kenangnya.
“ Aku malah happy ketika orang mau bekerja sama denganku karena apa yang aku bawa bukan karena siapa aku sebelumnya. Paham, karena patokan sukses seseorang selalu angka (jumlah penonton) dan trofi, kan?” Umay Shahab menyambung.
Yang Terberat di Hati Saat Syuting
Setelahnya, Umay Shahab buka kartu soal tantangan terbesar menggarap Perayaan Mati Rasa. Ada ketakutan menggenang di hati sang sutradara ketika sejumlah adegan yang melibatkan karakter Ian Antono diesekusi.
Dalam film, Ian Antono ditinggal mati orang tua. Saat mengeksekusi adegan demi adegan ini, Umay Shahab merasakan sesak di dada. Ia terkenang orang tua sendiri lalu membayangkan andai tragedi memilukan itu terjadi di kehidupan nyata.
“Aku takut sekali. Ketakutan terbesarku tiap malam sampai bikin hari ini aku tidak bisa tidur sama orang tuaku, karena takut mereka enggak bernapas lagi, ketika tidur mereka enggak berdetak lagi jantungnya. Mereka pulas tertidur untuk selamanya,” beri tahunya.
Tiap kali habis take, Umay Shahab mengaku sering mewek. Adegan yang diambil seperti jadi pengingat bahwa dalam hidup harus banyak syukur bukannya mengeluh. Orang tua dengan segala kekuarangan dan kelebihannya adalah anugerah Sang Khalik.
“Dari situ aku sadar, ketakutan terbesarku kehilangan orang tua secara tiba-tiba. Ketika aku menyutradarai, aku selalu ingin masuk ke dunianya tokoh itu,” Umay Shahab menuturkan lalu menambahi, “Jadi untuk membayangkan itu, berat banget.”
Sebelum adegan diambil, Umay Shahab mencoba berempati pada para aktor yang akan tampil maupun karakter yang dibawakan. Karenanya, syuting Perayaan Mati Rasa tak lagi sekadar bekerja untuk mencari uang melainkan perjalanan spiritual bagi Umay Shahab.
“Bisa jadi. Ini perjalanan spiritual saya dan bisa jadi karena produserku bilang: Pembelajaran tentang kematian. Kan kita perlu sesekali. Itu sebabnya di agama Islam kita disarankan ziarah itu sebagai pengingat akan kematian,” paparnya panjang.
Umay Shahab berharap pesan yang sama mendarat ke telinga dan hati penonton. Ia bahagia bisa bekerja sama dengan para aktor maupun aktris yang sefrekuensi. Untuk dedikasi dan kerja keras selama di lokasi syuyting, Umay Shahab angkat topi.
Untuk para calon penonton, aktor kelahiran 16 Februari 2001 itu berpesan, “Bisa jadi, film ini pengingat untuk orang-orang yang hidup untuk hari ini saja tapi enggak memikirkan bagaimana nantinya.”
Advertisement