Peretas Korea Utara Curi Kripto Rp 21 Triliun Sepanjang 2024

Chainalysis dalam laporannya mengatakan peretas Korea Utara mencuri kripto senilai lebih dari USD 1,3 miliar.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Des 2024, 15:00 WIB
Peretas yang terkait dengan Korea Utara dilaporkan menggandakan jumlah aset digital curian dari 2023-2024. (Foto: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Peretas yang terkait dengan Korea Utara dilaporkan menggandakan jumlah aset digital curian dari 2023-2024.

Hal itu diungkapkan dalam laporan firma analitik, Chainalysis. Mengutip Cointelegraph, Jumat (20/12/2024) Chainalysis dalam laporannya mengatakan peretas Korea Utara mencuri kripto senilai lebih dari USD 1,3 miliar (Rp.21,1 triliun) pada tahun 2024 melalui 47 insiden, atau sekitar 61% dari semua pencurian yang dilaporkan untuk tahun tersebut.

Perusahaan tersebut juga melaporkan peretas yang terkait dengan Korea Utara mencuri lebih dari USD 660 juta (Rp.10,3 triliun) pada 2023. "Tampaknya serangan kripto Korea Utara menjadi lebih sering,” kata Chainalysis.

"Terutama, serangan antara senilai USD 50 dan USD 100 juta, dan yang di atas USD 100 juta terjadi jauh lebih sering pada tahun 2024 daripada yang terjadi pada tahun 2023, yang menunjukkan bahwa Korea Utara menjadi lebih lihai dan  cepat dalam eksploitasi besar-besaran. Hal ini sangat kontras dengan dua tahun sebelumnya, di mana eksploitasinya lebih sering menghasilkan keuntungan di bawah USD 50 juta,” papar Chainalysis.

Meskipun Chainalysis mengatakan bahwa Korea Utara mengalami tahun yang sangat aktif pada peretasan kripto, aktivitas global secara keseluruhan menurun pada kuartal ketiga dan keempat tahun 2024.

Perusahaan analitik tersebut menyatakan Korea Utara mungkin menjadi kurang bergantung pada pencurian kripto setelah memperdalam hubungan politik dan militer dengan Rusia.

Chainalysis juga melaporkan peretas di seluruh dunia telah mencuri kripto senilai sekitar USD 2,2 miliar atau Rp 35,7 triliun secara global pada 2024.

Angka tersebut merupakan peningkatan 21% secara tahunan, tetapi jauh di bawah sekitar USD 3,7 miliar (Rp.60,1 triliun) yang tercatat pada tahun 2022.

Menurut perusahaan tersebut, aset dari platform DeFi menyumbang bagian terbesar dari kripto yang dicuri pada kuartal pertama tahun 2024, sementara layanan terpusat paling banyak menjadi sasaran pada kuartal kedua dan ketiga.

 


Jumlah Kripto Hilang Akibat Pencurian dan Peretasan Capai Rp 18,6 Triliun Sepanjang 2024

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

Sebelumnya, data terbaru dari Immunefi mengungkapkan aset kripto senilai USD 1,21 miliar atau setara Rp 18,6 triliun (asumsi kurs Rp 15.419 per dolar AS) hilang akibat peretasan dan pencurian aset pada 2024 melalui 154 eksploitasi individu.

Ini merupakan peningkatan 15,5% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023, ketika kerugian berjumlah lebih dari USD 1 miliar. Perkembangan yang mengkhawatirkan ini berpotensi membuat peretas melampaui jumlah yang dicuri pada 2023, 

Pendiri dan CEO Immunefi, Mitchell Amador mengatakan sulit untuk membuat prediksi, tetapi ekosistem selalu berisiko terhadap satu eksploitasi yang parah dan berhasil yang dapat meningkatkan angka-angka ini secara signifikan.

“Kita harus selalu waspada untuk mengurangi risiko tersebut,” kata Amador, dikutip dari Cointelegraph, Kamis (5/9/2024). 

Meskipun peretas telah melampaui aktivitas tahun sebelumnya pada 2024 hingga saat ini, telah terjadi penurunan yang nyata dalam jumlah peretasan dari bulan ke bulan.

Peretas mencuri kripto senilai lebih dari USD 15 juta pada Agustus 2024, yang 94% lebih sedikit dari USD 274 juta yang dicuri pada Juli. Sebagian besar dari jumlah ini hilang dalam dua insiden besar, termasuk peretasan Ronin Network senilai USD 9,8 juta dan eksploitasi Nexera senilai USD 1,5 juta.

 


Marak Pencurian Kripto, Regulator Jerman Minta Investor Waspada

Aset digital kripto Bitcoin. (Foto by AI)

Sebelumnya, Kantor Federal Jerman untuk Keamanan Informasi (BSI) telah menyarankan pengguna kripto untuk melindungi aset digital mereka menggunakan dompet perangkat keras. 

Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (20/8/2024), dalam sebuah posting LinkedIn, BSI mengatakan dompet perangkat keras adalah metode penyimpanan mata uang kripto yang paling aman karena menyimpan kunci kriptografi pribadi dalam penyimpanan offline meminimalkan risiko serangan peretasan.

Badan tersebut menyoroti kerentanan penyimpanan aset pada platform pihak ketiga seperti bursa, yang, meskipun nyaman, rentan terhadap serangan peretasan. Demikian pula, dompet penyimpanan mandiri di ponsel atau PC juga menimbulkan risiko keamanan yang signifikan.

Konsultasi ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman pencurian mata uang kripto. Perusahaan analis Chainalysis melaporkan pada paruh pertama tahun 2024, hampir USD 1,6 miliar atau setara Rp 25,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.690 per dolar AS) hilang akibat serangan peretasan mata uang kripto, dengan jumlah rata-rata yang dicuri per insiden naik 80% dari tahun sebelumnya.

Selain itu, serangan phishing yang menargetkan pengguna kripto perorangan telah meningkat tajam, dengan kerugian mencapai USD 341 juta atau setara Rp 5,3 triliun, melampaui jumlah total yang dicuri pada 2023.

Rekomendasi BSI menyoroti semakin pentingnya langkah-langkah keamanan yang kuat dalam menghadapi meningkatnya ancaman siber di dunia kripto.

 

 


Texas Luncurkan RUU untuk Jadikan Bitcoin Cadangan Strategis

Bitcoin (Foto: Jievani Weerasinghe/Unsplash)

Sebelumnya, Texas meluncurkan RUU baru untuk membuat cadangan bitcoin strategis di negara bagian Lone Star untuk melawan inflasi dan volatilitas ekonomi. 

Program ini akan memungkinkan Texas untuk mengumpulkan mata uang kripto di kas negara dengan menerima sumbangan, pajak, atau biaya dalam bentuk bitcoin, yang harus tetap tidak tersentuh selama minimal lima tahun sebelum dapat dijual atau dipindahkan.

Presiden Texas Blockchain Council, Lee Bratcher mengatakan tidak ada dana pembayar pajak yang akan digunakan untuk membeli bitcoin guna memaksimalkan peluang pengesahan RUU tersebut.

“Bitcoin akan berasal dari sumbangan warga Texas, perusahaan yang berbasis di AS, dan sumber daya negara bagian lainnya, kata Bratcher, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (18/12/2024).

Namun, rekam jejak Texas dalam menyetujui undang-undang blockchain dan bitcoin sebagian besar positif. Dalam beberapa tahun terakhir, negara bagian tersebut menyetujui RUU yang mengizinkan perusahaan Texas untuk menggunakan teknologi blockchain, dan pada 2021.

Negara bagian Lone Star tersebut juga menyetujui RUU mata uang virtual yang menetapkan status hukum mata uang virtual dan memberikan hak kepada pemegangnya.

Texas juga dikabarkan ingin menjadi pusat keuangan global, dan untuk tujuan ini, sebelumnya telah membuat keputusan untuk meluncurkan Bursa Efek Texas, yang akan dibuka tahun depan di Dallas.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya