NTT Bakal Jadi Kunci Swasembada Garam RI, Ini Buktinya

Salah satu langkah strategis demi mewujudkan swasembada garam RI yang akan dilakukan adalah meluncurkan proyek percontohan (pilot project) di Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai tahun 2025.

oleh Tira Santia diperbarui 20 Des 2024, 17:31 WIB
Petani memanen garam di Sidoarjo, Jawa Timur, 16 September 2019. Menurut petani, meningkatnya produksi garam saat musim kemarau dari lima ton menjadi delapan ton per minggu, mengakibatkan harga garam di tingkat petani tradisional untuk kualitas nomor satu menurun. (Juni Kriswanto/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) berkomitmen mewujudkan swasembada garam.

Salah satu langkah strategis yang akan dilakukan adalah meluncurkan proyek percontohan (pilot project) di Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai tahun 2025.

"Kami akan melaksanakan beberapa pilot project untuk memproduksi garam yang akan difokuskan pada tahun 2025 di NTT," ujar Direktur Jenderal PKRL, Victor Gustaaf Manoppo, saat Konferensi Pers Capaian Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2024 Vol.4, di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Target Swasembada Garam untuk Kebutuhan Industri

Melalui pilot project ini, KKP menargetkan mampu memenuhi 30-50 persen kebutuhan garam industri domestik pada tahun 2025. Hal ini diharapkan dapat secara bertahap mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor garam, terutama untuk memenuhi permintaan industri yang terus meningkat.

"Kami berharap kebutuhan garam industri bisa dipenuhi minimal 30-50 persen pada 2025, sehingga target untuk menghentikan impor garam industri pada 2027 dapat tercapai," tambah Victor.

Program ini juga sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Koordinator Pangan. Pemerintah menargetkan Indonesia bebas impor garam konsumsi pada 2025, sekaligus mengamankan pasokan garam lokal untuk kebutuhan rumah tangga.

 


Sederat Langkah Strategis

Petani memanen garam di Sidoarjo, Jawa Timur, 16 September 2019. Menurut petani, meningkatnya produksi garam saat musim kemarau dari lima ton menjadi delapan ton per minggu, mengakibatkan harga garam di tingkat petani tradisional untuk kualitas nomor satu menurun. (Juni Kriswanto/AFP)

Victor menjelaskan, meskipun beberapa jenis garam industri dengan spesifikasi tertentu masih perlu diimpor, Ditjen PKRL terus mengambil langkah strategis untuk memastikan ketersediaan stok garam lokal yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

"Pada 2025, kita pastikan tidak ada impor garam untuk konsumsi rumah tangga. Namun, impor garam industri tetap dilakukan jika stok lokal belum mencukupi," jelas Victor.

Dukungan Program Astacita dan Target Jangka Panjang

Pilot project di NTT ini merupakan bagian dari program Astacita yang diinisiasi Presiden Jokowi dalam mendukung swasembada pangan. Ditjen PKRL mengambil peran penting untuk memastikan tercapainya swasembada garam pada tahun 2027.

"Kami di Ditjen PKRL mendukung penuh program ini, agar Indonesia dapat mandiri dalam produksi garam. Ini langkah nyata menuju swasembada garam sesuai visi Kabinet Merah Putih," pungkas Victor.

 


Dampak Positif Bagi Indonesia

Seorang petani mengolah garam dengan cara tradisional di sebuah tambak di Lamnga, pinggiran Banda Aceh, Aceh, Selasa (7/3/2023). Produksi garam di Provinsi Aceh dalam setahun rata-rata 11.000 ton. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Dengan suksesnya program swasembada garam, Indonesia diharapkan mampu mengurangi impor secara signifikan, memperkuat ketahanan pangan nasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya di wilayah penghasil garam seperti NTT.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya