Mahfud MD Kritisi Ide Prabowo yang Mau Maafkan Koruptor

Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri dengan catatan apabila mereka mengembalikan uang rakyat.

oleh Tim News diperbarui 23 Des 2024, 02:03 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD saat menjadi pembicara di Universitas Udayana, Denpasar Bali, Selasa (10/10/2023). (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri dengan catatan apabila mereka mengembalikan uang rakyat.

Namun, rencana tersebut dikritisi oleh mantan Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut dia, memaafkan tindak pidana korupsi sama saja melanggar pasal 55 KUHP.

"Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? menghalangi penegakan hukum, ikut serta atau membiarkan korupsi padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu kerja sama," kata Mahfud MD seperti dikutip Minggu (22/12/2024).

Permasalahan korupsi di dalam negeri dikatakan dia sudah terlalu kompleks. Belum lagi dengan memberikan maaf kepada koruptor atas perbuatannya semakin membuat penindakan korupsi di dalam negeri tumpul.

"Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusak lah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah," jelas Mahfud.

Sebelumnya, Prabowo mengatakan, dirinya akan memaafkan para koruptor apabila mereka mengembalikan uang rakyat.

"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, dilihat di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).

"Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," ujarnya.


Efektifitas Dipertanyakan

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mempertanyakan efektifitas pernyataan Prabowo. Ia mengatakan korupsi sekarang dilakukan dengan cara-cara cerdas. Bahkan yang disidangkan saja, kata dia, masih mengaku tidak korupsi.

"Nah, bagaimana caranya kemudian koruptor seakan-akan diambil hatinya supaya mengembalikan uang yang dicuri. Itu kan gak mungkin rasanya mereka akan mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai anjuran Pak Prabowo. Wong diproses hukum saja, mereka masih mangkir," kata Boyamin kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).

Ia menjelaskan, secara hukum, gagasan Prabowo memang memungkinkan. Namun, pelaksanaannya bakal sulit.

"Saya tidak pada posisi mendukung atau menolak, tapi sebagai upaya itu boleh, karena memang kita harus maju ke depan kalau memang ada yang bertobat dan kembalikan uangnya diampuni, boleh, gak masalah, itu kan strategi mengembalikan uang yang telah dicuri. Karena kalau nanti disidangkan, belum tentu uang pengganti maksimal, malah kita kehabisan biaya untuk menangani perkara pemberantasan korupsi dan penegakan hukumnya," tambah Boyamin.

Ia melanjutkan, pasal 4 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Tapi, Presiden melalui Kejaksaan bisa tidak meneruskan penuntutan.

"Itu kan punya diskresi istilah pemerintah, kalau Kejaksaan Agung deponering masih dimungkinkan itu. Kalau diketahui mereka melakukan korupsi dengan niat jahatnya sudah kelihatan dengan mens reanya, istilahnya begitu, tidak diampuni, tapi kalau mereka hanya kesalahanan prosedur atau apapun berkaitan dengan keperdataan, sebenarnya susah, pasal itu ada orang korupsi itu pasti ada niat jahatnya. Tapi, masih ada beberapa kasus kemudian dinyatakan perbuatan perdata. Artinya dikembalikan barangnya," ucap Boyamin. 


Patut Dicoba

Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai tidak ada yang salah dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto, karena ini merupakan suatu ide.

Menurutnya, dengan kebuntuan pemberantasan korupsi saat ini, ide seperti adanya kemungkinan Amnesty asal mengembalikan uang yang dikorupsi serta adanya penalti tentu patut dicoba sebagai terobosan. Apalagi korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Tentu ide ini akan aplikasi dengan syarat dan ketentuan berlaku. Misal harus jujur, mengakui perbuatannya, membongkar modus korupsi yang lebih besar dan yang terpenting bukan pelaku utama.

"Fakta pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini memang menyedihkan, KPK juga mengalami pelemahan walau di sisi lain Kejaksaan meraih prestasi bagus dan kepolisian mempunyai lembaga kortas," kata Yudi kepada Liputan6.com, Jumat (20/12/2024).

Di bidang penindakan koruptor, kata dia, saat ini kita bisa melihat bagaimana hukuman koruptor yang ringan, itu pun mendapat remisi dan pembebasan bersyarat. Sehingga penjara mereka hanya sebentar.

"Sementara mereka tidak bisa dimiskinkan karena belum ada UU Perampasan aset. Sehingga keluar dari penjara, mereka tetap kaya."

Sementara di bidang pencegahan, reformasi birokrasi, digitalisasi, dan perbaikan sistem terhambat dengan rendahnya integritas aparat yang masih tetap melakukan korupsi.

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya