Kaleidoskop 2024: The Fed hingga Pemilu Tahan IPO di Pasar Modal Indonesia

Kinerja penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) menjadi salah satu yang jadi perhatian pada 2024.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Des 2024, 12:00 WIB
Jumlah penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) baik dari jumlah perusahaan dan total raihan dana sepanjang 2024 lebih rendah dari 2023. Kondisi ini seiring pelaku pasar wait and see sentimen politik dari dalam negeri.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) baik dari jumlah perusahaan dan total raihan dana sepanjang 2024 lebih rendah dari 2023. Kondisi ini seiring pelaku pasar wait and see sentimen politik dari dalam negeri.

Sepanjang 2024, 41 perusahaan telah mencatatkan saham perdana di BEI. Total dana yang dihimpun mencapai Rp 14,35 triliun.

Kondisi ini jauh berbeda dari 2023. Saat itu, pasar modal Indonesia mencatat raihan dana Rp 54,14 triliun dengan jumlah perusahaan yang catatkan saham perdana sebanyak 79 perusahaan.  Pencatatan saham pada 2023 tersebut merupakan pencapaian tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.

Presiden Direktur PT Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya menyebutkan sejumlah faktor yang mendorong IPO turun sepanjang 2024. Salah satunya suku bunga. Ia menuturkan, suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) sekitar 5,25-5,5 persen. Seiring suku bunga yang tinggi mendorong investor  berinvestasi di aset lebih aman yang tawarkan imbal hasil lebih tinggi.

“Yield yang ditawarkan tinggi. Ngapain capek-capek untuk investasi yang lebih agresif, salah satunya saham. Atau saham yang baru IPO. Oleh karena itu, investor cenderung untuk tidak investasi di aset agresif di kala suku bunga sedang tinggi,” ujar dia kepada Liputan6.com.

Faktor kedua yakni dari sentimen politik. Pada 2024, ada pemilihan umum di Indonesia dan Amerika Serikat.

“Yang mana di tahun politik ini ada transisi politik. Bagaimana antara Pak Jokowi ke Pak Prabowo apakah akan smooth. Bagaimana kebijakannya masih ditilik. Jadi dua faktor suku bunga tinggi dan tahun politik. Oleh karena itu, tahun ini IPO saham terutama sangat kecil,” ujar dia.

Adapun realisasi IPO menyita perhatian sepanjang 2024. Kaleidoskop di Kanal Saham kali ini membahasa mengenai realisasi IPO pada 2024.


IPO di Asia Tenggara

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Mengutip CNBC, pada semester I 2024, berdasarkan catatan Deloitte, penggalangan dana IPO merosot di Indonesia dan alami penurunan paling parah di antara negara-negara Asia Tenggara.

“Indonesia yang menduduki puncak peringkat IPO pada 2023 di Asia Tenggara, mengalami penurunan signifikan pada paruh pertama 2024, karena investor dan perusahaan yang mau IPO mengambil pendekatan wait and see menjelang pemilihan presiden pada Februari 2024, dan sebagai antisipasi kebijakan ekonomi baru,” ujar analis Deloitte.

Kapitalisasi pasar pencatatan saham di Indonesia anjlok 92,2 persen menjadi USD 1,22 miliar dari Januari-Juni. Sedangkan dana IPO yang diperoleh susut 89,1 persen menjadi USD 248 juta dibandingkan tahun lalu. Jumlah listing di Indonesia pada semester I 2024 turun menjadi 25 dari 44 pada periode sama tahun lalu, atau merosot 43,2 persen.

Adapun berdasarkan catatan Deloitte, Asia Tenggara hanya catat 67 penawaran umum perdana pada semester I 2024, dengan jumlah turun 21,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Jumlah dana yang diperoleh dari IPO anjlok 53,3 persen YoY menjadi USD 1,4 miliar atau sekitar Rp 22,77 triliun.

Deloitte menyebutkan, tidak ada IPO blockbuster dari Januari-Juni 2024, yang ada hanya satu IPO besar dengan kapitalisasi pasar lebih dari USD 1 miliar dan kumpulkan dana lebih dari USD 200 juta atau sekitar Rp 3,25 triliun. Pada periode sama tahun lalu, ada tiga IPO besar yang masing-masing hasilkan lebih dari USD 600 juta atau sekitar Rp 9,75 triliun.

 

 


Sentimen Suku Bunga

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Hal ini menandai kelanjutan tren penurunan yang dimulai pada paruh kedua 2022, berdasarkan data Deloitte. "Tren penurunan ini menandakan sentimen pasar IPO yang lemah di mana investor dan kandidat IPO terus memperhatikan faktor ekonomi,” tulis Deloitte.

Namun, laporan itu menunjukkan secara historis, paruh kedua 2024 selalu menjadi periode dengan kinerja terbaik antara 2020-2022.

"Prospek pertumbuhan meski positif dan peningkatan investasi asing langsung di Asia Tenggara, ketidakstabilan geopolitik yang berkepanjangan dan tingkat suku bunga yang tinggi telah menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi kondisi pasar dan sentimen investor di Asia Tenggara,” ujar Deloitte’s Southeast Asia Accounting and Reporting Assurance Leader, Tay Hwee Ling.

Analis Deloitte memperingatkan, suku bunga yang tinggi mungkin akan bertahan pada 2024 seiring dengan upaya pemerintah mengatasi kekhawatiran inflasi.

Dengan latar belakang ini, investor memilih “profitabilitas yang terbukti dan arus kas berkelanjutan” dibandingkan pertumbuhan model bisnis dengan segala cara yang banyak diadopsi perusahaan pada 2020-2022.


Kata BEI

Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BEI pun buka suara mengenai aksi IPO yang lesu pada 2024. Melihat data Ernst and Young (EY), Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik menjelaskan jumlah IPO dan nilai fund raised IPO di dunia turun sebesar masing-masing 12% dan 16% (yoy) pada semester I 2024 dibandingkan semester I 2023.

Penurunan nilai dan jumlah IPO tersebut terjadi terutama pada wilayah Asia Pasifik atau negara-negara berkembang, di mana nilai fund raised IPO Asia-Pasifik turun sebesar 73% (yoy). Melemahnya sentimen pasar IPO tersebut dapat disebabkan oleh bauran dari beberapa faktor. Antara lain, kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan turunnya likuiditas di pasar keuangan global.

"Lalu ada wait and see periode pemilu, di mana lebih dari 60 negara memilih presiden baru pada tahun ini," ujar Jeffrey kepada wartawan, Rabu, 10 Juli 2024.

Seiring hal itu, terjadi pelemahan ekonomi wilayah, termasuk China dan Hong Kong.

Faktor lainnya yang menghambat penghimpunan dana di pasar modal adalah risiko geopolitik yang mempengaruhi kenaikan volatilitas ekonomi dunia. "Kita tentu berharap kondisi akan membaik di semester II tahun ini," imbuh Jeffrey.


Kinerja Saham IPO

Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dari 41 saham IPO sepanjang 2024, berdasarkan catatan Liputan6.com, ada 20 saham IPO yang kinerjanya turun dari harga perdana dan 21 saham IPO yang mencatatkan kenaikan.

Sejumlah saham IPO catat kenaikan terbesar hingga penutupan perdagangan Jumat, 20 Desember 2024. Saham PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ) mencatat kenaikan terbesar. Saham DAAZ melonjak 434 persen menjadi Rp 4.700 per saham dari harga perdana Rp 880 per saham.

Posisi kedua, saham PT Remala Abadi Tbk (DATA) melesat 304,2 persen ke posisi Rp 760 per saham dari harga IPO sebesar RP 188 per saham.

Kemudian saham PT Harta Djaya Karya Tbk (MEJA). Saham MEJA melambung 204,85 persen ke posisi Rp 314 per saham dari harga perdana Rp 103 per saham.

Selain itu, saham IPO lainnya yang membukukan kenaikan tertinggi ada saham PT  Multikarya Asia Pasifik Raya Tbk (MKAP). Saham MKAP melambung 103,47 persen ke posisi Rp 234 per saham dari harga perdana Rp 115 per saham.

Saham PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) juga catat lonjakan. Saham SPRE naik 119,2 persen menjadi Rp 274 per saham dari harga IPO Rp 125 per saham.

Sementara itu, saham IPO yang catat koreksi terbesar dipimpin saham PT Bersama Mencapai Puncak Tbk (BAIK). Saham BAIK merosot 78,41 persen ke posisi Rp 60 per saham dari harga saham perdana Rp 278 per saham.

Lalu saham PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk (MPIX). Saham MPIX terpangkas 78,35 persen menjadi Rp 58 per saham dari harga IPO sebesar Rp 268 per saham.

Selanjutnya saham PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA). Saham ATLA merosot 61,83 persen ke posisi Rp 50 per saham dari harga perdana Rp 131 per saham.

Disusul saham PT Terang Dunia Internusa Tbk (UNTD). Saham UNTD susut 61,66 persen menjadi Rp 92 per saham dari harga IPO RP 240 per saham.

Saham PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) terpangkas 54,54 persen menjadi Rp 110 per saham dari harga perdana Rp 50 per saham.


Perolehan Dana IPO Terbesar dan Terkecil

Karyawan melintasi layar yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2022 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada 59 perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) atau pencatatan saham sepanjang 2022. Pada penutupan perdagangan akhir tahun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup lesu 0,14% atau 9,46 poin menjadi 6.850,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada 2024, sejumlah perusahaan tercatat juga mencatat perolehan dana IPO yang besar. Perusahaan yang meraih dana IPO terbesar antara lain PT  Ancara Logistic Indonesia Tbk (ALII) sebesar Rp 860,92 miliar. Lalu PT Terang Dunia Internusa Tbk (UNTD) meraup dana Rp 400 miliar, dan PT Intra Golflink Resorts Tbk (INTD) kantongi dana IPO Rp 390 miliar.

Jelang akhir tahun, sejumlah perusahaan tercatat raih dana IPO jumbo hingga triliunan. Perusahaan itu antara lain PT  Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) sebesar Rp 4,32 triliun dan PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) sebesar Rp 4,16 triliun.

Sementara itu, perolehan dana IPO terkecil diperoleh PT Griptha Putra Persada Tbk (GRPH). Perseroan memperoleh dana IPO Rp 20,60 miliar.Kemudian PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) peroleh dana IPO sebesar Rp 30 miliar dan PT Remala Abadi Tbk (DATA) memperoleh dana Rp 51,70 miliar.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya