Pelemahan Rupiah 2025: Peluang dan Tantangan dalam Investasi Valuta Asing

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan pekan ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Des 2024, 14:01 WIB
Petugas menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan terus melemah pada 2025. Meski demikian, situasi pelemahan nilai tukar rupiah justru dapat menjadi peluang menguntungkan bagi beberapa pihak.

Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengonfirmasi bahwa pelemahan rupiah bisa memberikan keuntungan bagi investor valuta asing (valas).

"Bisa dikatakan demikian, pelemahan rupiah dapat menguntungkan orang yang menyimpan dolar AS," ujar Lukman kepada Liputan6.com, Senin (23/12/2024).

Namun, di sisi lain, melemahnya rupiah justru menjadi ancaman bagi para eksportir. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan Presiden AS terpilih, Donald Trump, kembali menerapkan kebijakan proteksionisme perdagangan internasional.

"Biasanya, pelemahan mata uang lokal menguntungkan eksportir. Tetapi, dengan adanya proteksionisme, justru eksportir yang akan dirugikan," jelas Lukman.

Faktor Eksternal dan Internal

Senada dengan Lukman, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih sangat mungkin terjadi.

Faktor eksternal, seperti konflik geopolitik dan kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), akan menjadi pengaruh besar.

"Tahun depan, pergerakan USD-IDR masih cukup volatil. Kita akan melihat dampak kebijakan Trump, apakah akan memicu perang dagang baru yang melemahkan rupiah. Selain itu, keputusan The Fed, apakah melanjutkan penurunan suku bunga atau menundanya, serta perkembangan perang Rusia-Ukraina dan konflik lainnya juga akan memengaruhi," paparnya kepada Liputan6.com.

Selain faktor global, kebijakan Pemerintah RI juga diprediksi akan memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. "Dari sisi internal, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 juga akan berdampak," pungkas Ariston.


Rupiah Menguat di Senin Pagi

Teller tengah menghitung mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Junat (23/11). Nilai tukar dolar AS terpantau terus melemah terhadap rupiah hingga ke level Rp 14.504. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan pekan ini. Namun polemik mengenai kenaikan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) menjadi 12% menjadi beban bagi penguatan rupiah pada hari ini.  

Pada Senin (23/12/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 69 poin atau 0,42 persen menjadi 16.153 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.222 per dolar AS.

 Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan penurunan data inflasi Amerika Serikat (AS) menguatkan nilai tukar (kurs) rupiah.

Rilis inflasi Indeks Harga Belanja Personal atau Personal Consumption Expenditure (PCE) AS pada bulan November 2024 yakni 0,1 persen month to month (MoM), di bawah kenaikan bulan sebelumnya yang sebesar 0,3 persen.

“Core PCE Price indeks MoM bulan November di bawah kenaikan bulan sebelumnya, yakni 0,1 persen (dari sebelumnya) 0,3 persen,” ujarnya dikutip dari Antara. 

 


Dolar AS Melemah Tipis

Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pada pagi ini, indeks dolar AS juga menurun jadi 107,80, di bawah pergerakan Jumat (20/12) pagi yang sebesar 108,49.

Penurunan indeks dolar AS ini terjadi setelah penurunan data indikator inflasi AS yang dirilis di Jumat (20/12) malam.

“Reaksi dolar AS terhadap hasil data inflasi AS ini bisa berdampak pada penguatan rupiah hari ini,” ungkap Ariston.

Di sisi lain, komentar negatif terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dinilai berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memberikan sentimen negatif untuk pergerakan rupiah hari ini.

“Potensi penguatan rupiah hari ini ke kisaran 16.100, dengan potensi resisten di kisaran 16.200,” kata dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya