Liputan6.com, Jakarta Wacana kenaikan PPN 12 persen mendapatkan beragam respon dari masyarakat. Tak sedikit yang beranggapan jika kenaikan tersebut benar-benar diberlakukan pada 2025 mendatang, maka bisa memicu terjadinya inflasi yang tinggi.
Terkait hal ini, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun meminta PDI Perjuangan (PDIP) tak cuci tangan seolah-olah tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Advertisement
Adapun UU Harmonisasi ini yang menentukan kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 nanti.
Karena itu, Politikus Golkar ini mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto hanya menjalankan perintah undang-undang sesuai konstitusi negara.
"Sebagai presiden yang dipilih rakyat untuk periode 2024-2029, Bapak Presiden Prabowo bersumpah harus menjalankan konstitusi negara dan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya. Untuk itu, menjalankan amanat UU HPP yang memuat kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan konsekuensi yang harus dijalankan oleh pemerintahan Bapak Presiden Prabowo," kata Misbakhun dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Dia pun mengingatkan, PDIP jelas terlibat dalam proses pembuatan UU HPP itu, di mana ketua panjanya kader partai berlambang banteng bermoncong putih itu.
"Sikap politik mencla-mencle PDI Perjuangan seperti ini harus diketahui oleh semua rakyat Indonesia banyak, ketika berkuasa berkata apa. Ketika tidak menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat. Berpolitiklah secara elegan," ungkap Misbakhun.
Sikap Politik Golkar Sudah Jelas
Misbakhun mengungkapkan, sebagai anggota Panja RUU tersebut adalah saksi sejarah dan saksi hidup sehingga sangat tahu dinamika pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN di RUU tersebut.
Namun, Fraksi Partai Golkar justru sempat tidak dilibatkan pada beberapa pertemuan lobby dalam pembahasan RUU tersebut karena dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi yang bersifat kritis atas beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
"Ketika RUU dibahas, Fraksi Partai Golkar mengusulkan tarif pajak untuk UMKM justru diturunkan dari 1% menjadi 0,5%. Penurunan sebesar 0,5% itu setara dengan penurunan 50 persen. Ini adalah keberpihakan nyata Partai Golkar untuk masyarakat kelompok usaha mikro kecil dan menengah," jelas dia.
Misbakhun menuturkan, sikap politik Partai Golkar sangat jelas, setelah UU HPP disetujui maka setiap UU harus dijalankan dalam rangka tertib bernegara dan berkonstitusi.
"Langkah Bapak Presiden Prabowo soal kenaikan PPN 12 persen jelas arahannya. Sesuai perintah UU HPP yaitu naik 12 persen untuk selected items hanya pada komponen barang yang selama ini terkena penjualan barang mewah. Ini sebuah moderasi politik yang bijaksana dari Bapak Presiden Prabowo," ungkap dia.
"Bahwa amanat UU tetap dijalankan dengan memperhatikan semua aspirasi masyarkat dan dunia usaha soal situasi ekonomi terkini yang memang membutuhkan banyak insentif dari negara. Untuk itu Partai Golkar selalu memberikan dukungan kepada setiap arahan dan langkah politik dari Bapak Presiden Prabowo untuk diikuti dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," pungkasnya.
Advertisement
Jubir Tegaskan PDIP Tidak Menolak Kenaikan PPN 12%, Tapi Minta Pemerintah Kaji Ulang
Saling serang antara fraksi KIM Plus di DPR vs Fraksi PDIP DPR RI masih berlanjut. Semua fraksi kompak menyalahkan PDIP yang disebut turut menyetujui Undang-Undang atau UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%.
Juru Bicara DPP PDIP Chico Hakim menegaskan, PDIP bukan inisiator UU tersebut.
"Inisiator UU HPP itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Komisi 12 waktu itu dipimpin oleh Fraksi Golkar dan oleh komisi menunjuk Ketua Panja dari PDIP," ujar Jubir DPP PDIP Chico pada wartawan, Senin (24/12/2024).
"Jadi salah besar kalau dikatakan inisiatornya adalah PDIP. Dan lebih salah lagi kalau dikatakan PDIP harus bertanggung jawab karena UU HPP itu adalah produk DPR RI secara kelembagaan. Saat itu ada 8 Fraksi yang menyetujui," sambung dia.
Menurut Chico, yang menjadi fokus saat ini sehatusnya bukan siapa inisiator, namun apa solusi agar tak ada kenaikan pajak.
"Tetapi akan masalahnya bukan soal siapa yg inisiasi atau bertanggung jawab, melainkan bagaimana mencari jalan keluar," kata dia.