Benarkah Mengusap Jempol ke Mata saat Adzan Termasuk Bid'ah? Begini Kata Buya Yahya

Penjelasan Buya Yahya soal hukum mencium dan mengusap jari jempol ke mata saat mendengar adzan

oleh Putry Damayanty diperbarui 24 Des 2024, 03:30 WIB
Ulama kharismatik sekaligus Pengasuh LPD Al Bahjah, Buya Yahya. (YouTube Al Bahjah TV)

Liputan6.com, Jakarta - Adzan merupakan panggilan untuk melaksanakan sholat yang dikumandangkan oleh seorang muadzin. Umat Islam juga dianjurkan untuk menjawab atau mengucapkan kembali kalimat-kalimat yang disebutkan dalam adzan.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya ia pernah mendengar Nabi SAW bersabda:

“Apabila kalian mendengar seorang muadzin berkumandang, maka ucapkanlah kalimat yang sama seperti yang ia ucapkan..” (HR. Muslim no.384)

Namun tak hanya itu, ada kebiasaan yang terkadang juga dilakukan oleh sebagian umat Islam ketika mendengar panggilan adzan yaitu mencium dan mengusap jari jempol ke mata.

Lantas, apakah hal tersebut boleh dilakukan? Bagaimana hukumnya dalam Islam, benarkah bid'ah?

Simak penjelasannya menurut Buya Yahya dikutip dari YouTube Al-Bahjah TV, berikut ini.

 

Saksikan Video Pilihan ini:


Hukum Mengusap Jempol ke Mata Saat Adzan

Muazin Mustafa Kader mengumandangkan adzan di Masjid Pusat Cologne di Cologne, Jerman, Jumat (14/10/2022). Panggilan Azan untuk pertama kali dikumandangkan dari salah satu masjid terbesar Jerman di Cologne pada Jumat - tetapi dengan volume terbatas. Ini adalah bagian dari proyek yang disepakati dengan pihak berwenang di kota yang memiliki salah satu komunitas Muslim terbesar di negara itu. (AP Photo/Martin Meissner)

Buya Yahya menyebutkan bahwa ada amalan-amalan yang lebih mengarah kepada kebiasaan dan bahasa raga yang memiliki makna tertentu, termasuk amalan mengusap mata saat mendengarkan adzan.

"Jadi biasanya ini orang membaca itu adalah di saat sampai kepada 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah', dengan catatan yang baca 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah', kemudian baca Marhaban atau bi Habibi Ya Rasulullah," ucapnya.

Hal demikian boleh saja dilakukan dengan syarat tidak boleh mengatakan bahwa itu adalah amalan dan sunnah.

"Kalau orang melakukan yang demikian mengingatkan dirinya dan menambahkan kerinduan karena tadi disebut nama Nabi Muhammad agar mata ini nanti melihat nabi Muhammad, sah, yang nggak boleh itu gampang-gampang kita dikit-dikit menisbatkan kepada Baginda Nabi yang tidak pernah dilakukan nabi," jelasnya.

Sebab berdusta atas nama nabi termasuk perbuatan dosa. Namun jangan pula mudah untuk mengatakan sesuatu itu adalah sesat dan sebagainya.

"Saya ingin mata saya melihat Rasullilah Shallallahu Alaihi Wasallam, yang penting tidak diyakini sebagai ibadah, begitu. Tapi itu sebagai bahasa raga kita bahwasanya kita rindu untuk melihat Nabi di surga nanti," ujarnya.


Jangan Mudah Menisbatkan sesuatu kepada Nabi

Ilustrasi Adzan/https://www.shutterstock.com/Abu Mikail

Maka perlu ditekankan sekali lagi bahwa hal yang tidak boleh dilakukan adalah menisbatkan sesuatu kepada nabi yang tidak pernah dilakukannya.

"Baik, jadi tidak masuk dalam pembahasan hukum-hukum syariah. Karena itu adalah semacam kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan seseorang atau di saat mendengar 'Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah', aku ingin bertemu Rasulullah, nggak salah ngomong gitu," jelasnya. 

Inilah yang harus diperhatikan oleh umat muslim bahwa urusan dengan Rasulullah SAW tidak boleh ada dusta atas nama beliau. Wallahu a'lam bishowab.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya