Benarkah Jajan Gorengan hingga Belanja Elektronik Pakai QRIS Kena PPN 12%? Ini Jawabannya

Transaksi menggunakan QRIS maupun tunai, pada dasarnya memiliki prinsip yang sama, yaitu tidak ada perbedaan harga yang signifikan.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Des 2024, 17:15 WIB
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti dalam Media Briefing PPN atas Jasa Layanan Transaksi Uang Elektronik dan Digital, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (23/12/2024). (Liputan6.com/Tira)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan sistem pembayaran menggunakan QRIS tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara langsung ke pengguna. Hal ini meluruskan kabar yang beredar di media sosial bahwa belanja menggunakan QRIS bakal kena PPN 12%.

"Saya katakan adalah bertransaksi dengan QRIS maupun dengan uang cash (tunai) itu sama. Tahun depan dikenakan 12 persen? enggak akan gitu maksud saya. Jadi akan tetep sama-sama aja," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Dwi Astuti dalam Media Briefing tentang PPN atas Jasa Layanan Transaksi Uang Elektronik dan Digital, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (23/12/2024).

Perempuan yang akrab disapa Ewie ini menjelaskan, transaksi menggunakan QRIS maupun tunai, pada dasarnya memiliki prinsip yang sama, yaitu tidak ada perbedaan harga yang signifikan.

Misalnya, ketika Anda membeli air mineral seharga Rp 6.000 di Gelora Bung Karno (GBK) dan pembayarannya menggunakan QRIS. Sebaliknya, jika Anda membayar secara tunai harganya juga tetap sama Rp 6.000. Artinya, harga yang dikenakan tetap sama.

Ewie mengatakan banyak bertanya-tanya mengapa harga tersebut tidak berubah meski menggunakan pembayaran digital. Hal ini sebenarnya terkait dengan MDR (Merchant Discount Rate), yaitu tarif jasa transaksi digital yang dikenakan oleh penyedia layanan kepada merchant.

 


Tarif ke Penyedia Jasa

Media Briefing tentang PPN atas Jasa Layanan Transaksi Uang Elektronik dan Digital, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (23/12/2024). (dok: Tira)

Penyedia aplikasi pembayaran seperti OVO atau GoPay mengenakan tarif tertentu atas transaksi yang terjadi. Namun, tarif ini hanya berlaku untuk penyedia jasa dan merchant, bukan untuk konsumen. Oleh karena itu, harga barang tetap sama, baik Anda membayar dengan QRIS atau uang tunai.

"Kita beli gorengan aja sekarang pakai QRIS, beli teh manis pakai QRIS, segala macam pakai QRIS. Kemudian, olahraga di GBK beli air mineral Rp 6.000 bayarnya pakai QRIS, atau bayar tunai harganya tetap sama enggak ada beda. Nah kenapa harganya sama, ya memang bukan itu (harga) yang dikenakan," jelasnya.

Namun, contoh lain yang sering ditemukan adalah perbandingan harga barang di berbagai tempat. Misalnya, harga air mineral di bioskop atau restoran dapat jauh lebih tinggi daripada di toko biasa.

 


Margin Keuntungan

Hal ini bukan disebabkan oleh penggunaan QRIS, tetapi lebih kepada margin keuntungan yang ditetapkan oleh merchant berdasarkan lokasi dan jenis usaha. QRIS hanyalah metode pembayaran, sedangkan harga barang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tempat dan jenis usaha.

Kemudian untuk contoh lainnya, ketika Anda membeli barang dengan harga Rp 5.000.000 di toko elektronik menggunakan QRIS, PPN 11 persen yang dikenakan adalah atas jasa transaksi, bukan harga barang itu sendiri. Artinya, baik Anda membayar dengan QRIS atau tunai, harga yang dibayar tetap sama, yaitu Rp 5.550.000 (harga barang ditambah PPN). Begitupun untuk tahun 2025 nanti dimana PPN menjadi 12 persen.

"Sekali lagi supaya teman-teman punya pemahaman tidak ada keraguan ya terkait transaksi elektronik ini. Jadi yang dikenakan itu adalah atas jasanya bukan transaksinya," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya