Liputan6.com, Jakarta Mike Shinoda belum lama ini membeberkan bahwa di awal karier, ada beberapa hal dari pihak label rekaman yang nyaris menjatuhkan Linkin Park. Hal itu hampir membuat cara pandang dan pengalaman para pendengar musik Linkin Park cenderung negatif.
Dalam wawancara terbaru dengan Complex, Mike Shinoda, vokalis sekaligus salah satu pendiri Linkin Park, mengenang beberapa saran yang kurang tepat dari label rekaman semasa awal pembuatan album perdana, Hybrid Theory.
Advertisement
Beruntung, band ini mempertahankan visi dan menolak saran-saran yang berpotensi merusak identitas Linkin Park. Dua saran yang diungkapkan Shinoda, berpotensi mengubah cara publik dalam melihat penampilan panggung serta kualitas album debut mereka.
Keputusan Linkin Park untuk teguh pada visi berbuah manis. Album Hybrid Theory berhasil mencerminkan identitas sejati band asal Amerika Serikat ini.
Label Ragu, Band Tetap Bertahan
Mike Shinoda menjelaskan, sejak awal perjalanan karier mereka, label rekaman cenderung mengambil sikap "tunggu dan lihat," alih-alih memberi dukungan penuh. Meski demikian, Linkin Park menolak untuk mengikuti arahan label dan memperjuangkan visi musikal mereka.
"Kami menghabiskan lebih banyak waktu untuk fokus pada diri sendiri dan fondasi kami daripada sekadar mencoba mendapat penggemar," jelas Mike Shinoda.
"Makin banyak kami menulis, merekam, dan tetap berpegang pada prinsip kami, makin sering kami mengatakan tidak pada saran label yang ingin kami ubah," sambungnya.
Advertisement
Gimmick Panggung yang Aneh
Salah satu contoh saran yang disampaikan kepada Linkin Park kala itu, datang dari perwakilan A&R yang mencoba membantu mereka meningkatkan penampilan panggung.
"Saat itu kami masih belajar merasa nyaman di atas panggung," kenang Mike Shinoda. "Mereka membawa seseorang yang biasa mengatur koreografi untuk pertunjukan rap dan R&B," akunya.
Orang tersebut, menurut Mike Shinoda, menyarankan agar band memiliki gimmick panggung. "Dia secara harfiah menyarankan, ‘Kalian perlu punya sesuatu yang unik di atas panggung, seperti keluar dari sepatu saat tampil atau menendang sepatu ke penonton.’ Kami semua hanya berpikir, ‘Apa-apaan ini?’" Mike Shinoda membeberkan.
Meski ide tersebut akhirnya tidak dilaksanakan, saran yang disampaikan menjadi pengingat bagi Linkin Park tentang pentingnya menjaga identitas.
Pertarungan untuk Hybrid Theory
Pada aspek yang lebih serius, Mike Shinoda menceritakan bagaimana Linkin Park memperjuangkan keputusan penting terkait proses mixing album debut mereka, Hybrid Theory.
"Kami sudah tahu sejak awal bahwa hanya Andy Wallace yang harus mengerjakan mixing album ini," tegas Mike Shinoda.
Andy Wallace yang dikenal atas karyanya pada album-album seperti Raising Hell milik Run-DMC, serta album-album Rage Against the Machine yang memadukan elemen rok, industrial, dan modern.
Namun, label mencoba mengabaikan keputusan tersebut. "A&R kami melakukan uji coba mixing dengan orang lain tanpa persetujuan kami," ungkap Mike Shinoda.
"Kami sangat khawatir kalau orang itu akan mengambil alih rekaman kami dan hasilnya tidak sesuai visi kami," sambungnya.
Setelah melewati diskusi panjang dan sulit, band akhirnya berhasil mempertahankan Wallace sebagai yang bertanggung jawab untuk mixing album. "Kami harus berjuang dan berdiri teguh pada visi kami sendiri," pungkas Mike Shinoda.
Advertisement
Kesuksesan Berkat Konsistensi
Keputusan Linkin Park menolak saran yang tidak sejalan dengan visi mereka terbukti tepat. Hybrid Theory tidak hanya menjadi album debut yang sukses secara komersial, tapi juga salah satu album paling ikonis dalam sejarah musik rok modern.
Melalui kegigihan mereka, Linkin Park jadi contoh bagaimana mempertahankan integritas artistik bisa membawa kesuksesan besar tanpa mengorbankan jati diri.