Soal Vonis Uang Pengganti Rp1,9 Triliun, Kubu Robert Indarto: Jual Kolor pun Tak Terbayar

Pengacara terdakwa Robert Indarto memastikan kliennya tidak menikmati uang Rp1,9 triliun dari kasus korupsi komoditas timah. Majelis hakim pun dinilai menjatuhkan vonis yang tidak wajar.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 24 Des 2024, 07:20 WIB
Pengusaha Harvey Moeis menjalani sidang putusan terkait kasus dugaan korupsi timah di Negeri Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024), namun sang istri Sandra Dewi tak terlihat. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 triliun terhadap terdakwa Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) terkait kasus korupsi komoditas timah.

Penasihat Hukum Robert Indarto, Handika Honggowongso menilai putusan majelis hakim terhadap kliennya dalam kasus dugaan korupsi timah sangat berat. Dia memastikan perihal uang pengganti pun tidak akan sanggup dibayarkan.

"Sampai jual celana kolor pun Pak Robert Indarto tidak akan bisa melunasi itu uang pengganti itu," tutur Handika kepada wartawan, Senin (23/12/2024).

Dia memastikan, terdakwa Robert Indarto tidak menikmati uang Rp1,9 triliun dari kasus korupsi komoditas timah itu. Majelis hakim pun dinilai menjatuhkan vonis yang tidak wajar.

"Uang sebesar itu benar-benar tidak dinikmati oleh Robert Indarto," jelas dia.

Handika menyatakan, pihaknya akan mengajukan langkah hukum Banding atas vonis 8 tahun penjara dan uang pengganti Rp1,9 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait kasus korupsi komoditas timah itu.

"Mejelis hakim hanya copy paste tuntutan JPU. Mudah-mudahan di tingkat Banding kami akan mendapat keadilan sesuai fakta yang terungkap di persidangan," kata Handika menandaskan.

 


Vonis 3 Terdakwa Korupsi Timah

Pada kasus ini, Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan putusan terhadap tiga petinggi smelter terkait korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024).

Adapun, tiga orang itu adalah Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto dan General Manager Operational PT Tinindo Internusa, Rosalina.

Ketiganya mendapatkan hukuman yang beragam. Terdakwa Suwito diganjar hukuman pidana penjara selama 8 tahun.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Suwito dengan pidana penjara selama 8 tahun denda Rp 1 Miliar subsider 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).

Hakim juga mewajibkan Suwito membayar uang pengganti sebesar Rp200.704.628.766,6 atau setara dengan 2,2 Triliun. Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka diganti dengan 6 tahun kurungan penjara.

 


Robert Indarto Divonis 8 Tahun Penjara

Dua Ahli Geologi yang sekaligus memiliki sertifikat Competent Person Indonesia (CPI) dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)

Sementara itu, Robert Indarto dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar subsider 6 bulan. Dia juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp Rp 1.920.273.791.788,36. Apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan 6 tahun kurungan badan.

Dalam kasus ini, Suwito dan Robert, terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama.

"Mengadili menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama sama dan TPPU secara bersama-sama," ujar Eko.

Sedangkan, terdakwa Rosalina, divonis 4 tahun denda Rp 750 juta subsider 6 bulan. Berbeda Suwito dan Robert, Rosalina tidak dikenakan pasal TPPU.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya