Kisah Mbah Dullah Kajen Tiba-Tiba Turun dari Panggung dan Cium Tangan Penjual Dawet, Siapa Dia?

Di depan panggung, sudah duduk sejumlah kiai terkemuka. Tapi Mbah Dullah malah berjalan ke arah pinggir jalan, mendekati seorang penjual dawet. Setelah sampai di tempat penjual dawet itu, Mbah Dullah menyapa dengan penuh hormat dan mencium tangannya. Peristiwa ini membuat ribuan pasang mata yang menyaksikan terpana.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Des 2024, 08:30 WIB
KH Abdullah Zain Salam (Mbah Dullah) dari Kajen, Pati, Jawa Tengah. (nu.or.id)

Liputan6.com, Jakarta - Kepribadian para waliyullah selalu menyimpan pelajaran berharga. Salah satu kisah yang kerap menjadi inspirasi adalah tentang Kiai Abdullah Zain Salam atau Mbah Dullah, seorang ulama kharismatik yang dikenal karena sifat tawaduknya.

Kejadian ini memperlihatkan bagaimana seorang waliyullah memberikan penghormatan luar biasa kepada seorang penjual dawet.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, kisah ini bermula saat Mbah Dullah Salam menjadi tamu kehormatan dalam sebuah acara besar. Ribuan santri, tamu undangan, hingga pejabat pusat dan daerah telah memenuhi tempat tersebut. Kehadirannya dinantikan untuk memberikan sambutan penting.

Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi. Ketika hendak memberikan sambutan dari atas panggung, Mbah Dullah tiba-tiba turun. Semua orang yang hadir dibuat heran.

Di depan panggung, sudah duduk sejumlah kiai terkemuka. Tapi Mbah Dullah malah berjalan ke arah pinggir jalan, mendekati seorang penjual dawet.

Setelah sampai di tempat penjual dawet itu, Mbah Dullah menyapa dengan penuh hormat dan mencium tangannya. Peristiwa ini membuat ribuan pasang mata yang menyaksikan terpana.

Mereka bertanya-tanya, siapa gerangan penjual dawet tersebut hingga seorang ulama besar seperti Mbah Dullah memberikan penghormatan begitu dalam.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ternyata Penjual Dawet Ini..

Ilustrasi penjual es dawet. (Liputan6.com/Brilio.net/Syamhu Dhuha)

Setelah kembali ke panggung, Mbah Dullah melanjutkan sambutannya. Namun, ceramahnya berlangsung sangat singkat, bahkan jauh dari ekspektasi banyak orang. Setelah itu, ia memilih duduk di bawah, meninggalkan kursi yang telah disediakan untuknya di depan panggung.

Rasa penasaran pun memuncak. Para jamaah mulai bertanya kepada Mbah Dullah mengenai sosok penjual dawet tersebut. Ketika ditanya, Mbah Dullah memberikan jawaban yang sangat mengesankan.

"Penjual dawet itu adalah guru ngajiku sewaktu kecil. Dialah yang mengajarkan aku membaca surah Al-Fatihah. Karena dia, aku bisa membaca Al-Qur’an dan beribadah kepada Allah," ujar Mbah Dullah dengan penuh ketawadukan.

Jawaban itu menyentuh hati banyak orang. Para hadirin memahami betapa besarnya rasa hormat Mbah Dullah kepada sosok yang telah berperan dalam membentuknya sejak kecil. Bahkan, status waliyullah yang disandang Mbah Dullah tak membuatnya melupakan jasa orang lain.

Mbah Dullah memang dikenal sebagai seorang ulama yang menjunjung tinggi nilai-nilai adab. Meski berada di posisi yang dihormati, ia tidak pernah merasa lebih tinggi dari orang lain. Sifat inilah yang membuatnya disegani oleh kiai lain dan dihormati oleh masyarakat luas.

Sosok penjual dawet itu pun menjadi simbol tentang pentingnya peran seorang guru, meskipun mungkin berasal dari latar belakang yang sederhana. Apa yang dilakukan Mbah Dullah mengajarkan bahwa setiap ilmu yang bermanfaat harus dihormati, tak peduli siapa yang mengajarkannya.

Kisah ini juga menjadi cerminan betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang pernah berjasa dalam hidup kita. Mbah Dullah tidak hanya menunjukkan rasa terima kasih, tetapi juga memberikan contoh nyata tentang rendah hati yang sesungguhnya.


Pelajaran Berharga dari Mbah Dullah

ilustrasi penjual es dawet

Keputusan Mbah Dullah untuk menghormati penjual dawet di depan ribuan orang menjadi pelajaran berharga bagi umat. Dalam Islam, adab kepada guru adalah salah satu hal yang sangat ditekankan. Mbah Dullah menunjukkan bahwa posisi duniawi tak ada artinya dibandingkan rasa hormat kepada seseorang yang telah mengajarkan kebaikan.

Kepribadian Mbah Dullah sebagai waliyullah yang tawaduk membuatnya dikenal luas, bahkan hingga di luar lingkup pesantren. Sikap ini juga menjadi pengingat bagi siapa saja tentang pentingnya akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Penjual dawet itu mungkin tidak pernah membayangkan akan mendapatkan penghormatan sedemikian rupa. Namun, itulah cara Mbah Dullah mengajarkan bahwa penghargaan terhadap orang lain tidak didasarkan pada status sosial, melainkan pada peran yang mereka jalankan dalam hidup kita.

Hingga kini, kisah Mbah Dullah dan penjual dawet masih dikenang sebagai salah satu pelajaran tentang pentingnya adab dan ketawadukan. Kisah ini mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya, dan guru adalah pelita yang menerangi jalan kehidupan.

Melalui kisah sederhana ini, Mbah Dullah menunjukkan bahwa waliyullah sejati adalah mereka yang tidak hanya dekat dengan Allah, tetapi juga menghargai manusia dengan penuh kasih sayang.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya