Singapura Peringatkan Dampak Ketidakstabilan di Suriah terhadap Asia Tenggara

Bagaimana persisnya kekhawatiran pihak berwenang Singapura? Berikut selengkapnya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 24 Des 2024, 12:04 WIB
Kekuasaan keluarga Assad di Suriah runtuh dengan sangat cepat setelah kelompok pemberontak keluar dari wilayah yang dikuasainya. Tampak dalam foto, anggota komunitas Suriah memegang bendera oposisi Suriah saat mereka berkumpul pada tanggal 8 Desember 2024 di Sergel's Square di Stockholm, Swedia. (Jonas EKSTROMER/TT News Agency/AFP)

Liputan6.com, Singapura - Ketidakstabilan di Suriah setelah jatuhnya Presiden Bashar al-Assad dapat berdampak hingga Asia Tenggara, termasuk Singapura, mengingat adanya hubungan ideologis dan operasional antara kelompok ekstremis di Timur Tengah dan kawasan ini. Demikian disampaikan oleh Departemen Keamanan Internal Singapura (ISD).

"Kelompok teroris seperti ISIS dan Al Qaeda kemungkinan besar akan memanfaatkan kekosongan kekuasaan saat ini untuk bangkit dan melakukan perekrutan kembali," ujar ISD pada Senin (23/12/2024), seperti dikutip CNA.

Kelompok-kelompok tersebut kemungkinan akan memanfaatkan perkembangan di Suriah untuk tujuan propaganda mereka, dengan menggambarkan jatuhnya rezim Assad sebagai kemenangan atas jalan yang penuh kekerasan.

"Beberapa di antaranya juga bisa mengajak pendukung mereka untuk bergabung dengan mereka di Suriah atau terinspirasi oleh kemenangan tersebut untuk melakukan kekerasan di negara asal mereka," sebut ISD.

"Situasi keamanan di Suriah sangat dinamis dan perlu terus diawasi."

ISD menyoroti bagaimana kondisi yang tidak stabil dapat "meningkatkan risiko ekstremisme dan terorisme". Mereka mengutip bagaimana perang saudara Suriah lebih dari 10 tahun lalu memberi peluang bagi pembentukan ISIS dan Front Al-Nusra yang berafiliasi dengan Al Qaeda.

Kedua kelompok ini, menurut analis, menarik ratusan orang asing dari negara-negara Asia Tenggara. Ajaran mereka dilaporkan meradikalisasi ribuan muslim di Malaysia, Indonesia, dan Filipina, yang menginspirasi beberapa di antaranya melancarkan serangan teroris mematikan.

ISD memperingatkan akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang berniat terlibat dalam kekerasan bersenjata, baik di Singapura maupun di luar negeri.

Pada 8 Desember, pemberontak dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengambil alih ibu kota Damaskus dan kota-kota penting lainnya di Suriah. Setelah tengah malam, muncul berita bahwa Assad telah melarikan diri ke Rusia.

Jatuhnya Assad menandai awal dari berakhirnya konflik 13 tahun di Suriah yang diperkirakan menewaskan lebih dari 580.000 orang dan membuat 12 juta orang lainnya mengungsi.

HTS membantah masih memiliki hubungan dengan jaringan teroris mana pun, namun banyak negara dan Dewan Keamanan PBB masih menetapkan kelompok ini sebagai organisasi teroris.


Imbauan Tetap Waspada

Ilustrasi ISIS (Liputan6.com/Abdillah)

Setelah penggulingan Assad, para analis mengatakan pihak berwenang di Asia Tenggara harus tetap waspada. Namun, beberapa menganggap risiko munculnya gelombang ekstremisme baru di Asia Tenggara saat ini relatif rendah.

ISD telah menahan sejumlah warga Singapura yang terradikalisasi dan berniat pergi ke Suriah untuk terlibat dalam kekerasan bersenjata.

Pada Oktober, seorang pelajar berusia 17 tahun ditangkap kurang dari sebulan sebelum rencananya untuk melakukan serangan teror di kawasan perumahan Singapura. Remaja tersebut juga berniat pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS dan terlibat dalam kekerasan bersenjata.

Pada Juli, Menteri Hukum dan Urusan Dalam Negeri K. Shanmugam mengatakan dua warga Singapura telah diberikan perintah pembatasan karena mendukung terorisme dan kekerasan bersenjata. Mereka menjadi radikal setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Salah satunya adalah seorang anak laki-laki berusia 14 tahun – orang termuda yang pernah diberikan perintah pembatasan di negara tersebut berdasarkan Undang-Undang Keamanan Internal (ISA) – sementara yang lainnya adalah seorang perempuan berusia 33 tahun yang bekerja sebagai manajer di sebuah badan hukum.

Pada Februari tahun lalu, ISD menyebutkan bahwa seorang pendukung ISIS berusia 18 tahun dari Singapura ditahan pada Desember 2022 setelah mempertimbangkan untuk menyerang sejumlah sasaran seperti kamp tentara dan makam di sebuah masjid di Singapura. Pelajar tersebut juga berniat untuk pergi ke luar negeri, termasuk ke Suriah, untuk ikut serta dalam kekerasan bersenjata.

Dua remaja lainnya yang berhubungan dengan pelajar tersebut melalui kontak daring juga telah diberikan perintah pembatasan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Internal (ISA) terkait kegiatan yang berhubungan dengan terorisme.

ISD mengimbau publik untuk tetap waspada terhadap tanda-tanda bahwa orang di sekitar mereka mungkin telah terradikalisasi, dan melaporkannya kepada pihak berwenang. Tanda-tanda kemungkinan radikalisasi termasuk mengunggah atau membagikan pandangan ekstremis di media sosial, menyatakan dukungan atau kekaguman terhadap teroris atau kelompok teroris, serta penggunaan kekerasan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya