Liputan6.com, Jakarta Untuk mendongkrak perekonomian dalam negeri, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikan PPN dari 11% ke 12% per 1 Januari 2025 mendatang. Namun, di tengah berita kenaikan PPN tersebut, beredar informasi bahwa beberapa instansi akan terkena dampaknya, termasuk sekolah dan rumah sakit swasta. Menanggapi isu ini, Josua Pardede yang merupakan seorang ekonom bank senior kemudian buka suara untuk menjawab keresahan masyarakat.
Menurut Josua, kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% dianggap sebagai langkah yang strategis namun penuh tantangan. Kenaikan PPN ini bertujuan untuk memperkuat fiscal space guna mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, Josua juga berkata bahwa kenaikan PPN di Indonesia masih termasuk rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya, yakni sekitar 15%-25%.
Advertisement
Tak hanya itu, Josua kembali menjelaskan bahwa naiknya PPN ke 12% ini hanya diterapkan pada barang-barang atau jasa dalam kategori mewah untuk konsumen dari kelas atas. Adapun mereka seperti daging wagyu, pendidikan di sekolah berbasis internasional, hingga layanan kesehatan di rumah sakit internasional. Sementara untuk barang atau jasa yang masih dibutuhkan oleh masyarakat menengah ke bawah, seperti beras, gabah, jagung, sagu, jasa pelayanan kesehatan medis dari rumah sakit swasta, hingga jasa pendidikan di sekolah swasta tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%.
“Kebijakan ini mencerminkan prinsip keadilan dan gotong royong, di mana barang/jasa mewah (seperti makanan premium, layanan VIP, dan pendidikan internasional mahal) dikenakan tarif PPN penuh, sementara kebutuhan dasar tetap bebas PPN,” ujar Josua.
Meski begitu, tetap ada kriteria untuk layanan kesehatan di rumah sakit swasta dan pendidikan di sekolah swasta yang tidak terkena PPN 12%. Untuk layanan umum di rumah sakit swasta yang masih dibutuhkan oleh kalangan menengah ke bawah, serta memiliki tarif normal, akan diberikan PPN 0%. Cakupannya meliputi layanan rawat jalan, rawat inap, tindakan medis, vaksinasi, hingga layanan preventif di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta yang berada dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Begitu pula untuk layanan pendidikan di sekolah swasta yang memiliki tarif normal/lebih tidak mahal akan diberikan kebebasan PPN 12%.
Sementara itu, bagi layanan kelas VIP yang memiliki tarif mahal di rumah sakit swasta rencananya akan dikenakan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Begitu pula dengan layanan pendidikan di sekolah swasta yang memiliki tarif lebih dari 100 juta setahun.
Pemerintah Telah Mengimbangi Kenaikan PPN dengan Paket Stimulus
Josua pun mengatakan bahwa pemerintah telah mengimbangi kenaikan PPN dengan paket stimulus ekonomi yang mencakup bantuan pangan, subsidi listrik, dan insentif bagi UMKM serta sektor padat karya. Langkah ini dirancang untuk menjaga daya beli rumah tangga dan mendorong pemulihan ekonomi.
Sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Josua, seorang pengamat perpajakan, yaitu Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa pemberlakuan PPN ke 12% secara menyeluruh ini telah diiringi dengan stimulus atau 'bantalan'.
“Sekarang sudah diberikan beberapa stimulus, seperti PPH 21 ditanggung pemerintah untuk gajinya sampai dengan Rp10 juta, lalu bantuan pangan 10 kg beras untuk 16 juta rumah tangga, bantuan listrik, lalu jaminan kehilangan pekerjaan dan sebagainya, dan berbagai program lainnya. Lalu, uang pajak yang dikumpulkan tadi kan dibelanjakan kembali dalam bentuk belanja APBN. Belanjanya macem-macem, ada yang Makan Bergizi Gratis, pembangunan perumahan 3 juta, dan lain-lain. Ini kan juga akan menggeliatkan ekonomi sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru,” ujarnya.
“Memang pajak idealnya memungut dari masyarakat dikembalikan ke masyarakat. Maka tugas pemerintah adalah efektivitas dan efisiensi. Efektif sasarannya tepat dan efisien mewujudkan ongkos belanja publik itu seminimal mungkin,” lanjutnya.
Advertisement