Liputan6.com, Jakarta PT Campina Ice Cream Industry Tbk (CAMP) optimis pada 2025 melihat adanya potensi pertumbuhan yang lebih baik. Perseroan memperhatikan faktor-faktor seperti PPN dan perkembangan daya beli masyarakat yang akan mempengaruhi industri.
Direktur Pemasaran dan Penjualan Campina Ice Cream, Adji Anjono Purwo mengatakan Perseroan berencana untuk memperluas pasar dengan meluncurkan produk-produk yang lebih terjangkau.
Advertisement
“Sebagai perusahaan, kami beradaptasi dengan situasi ekonomi saat ini dengan menghadirkan inovasi produk baru yang dapat menjangkau daya beli masyarakat,” kata Adji dalam public expose, dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Selasa (24/12/2024).
Siap Hadapi Tantangan
Adji menambahkan, dengan strategi ini, Perseroan yakin perusahaan akan lebih siap menghadapi tantangan pasar pada 2025 dan tetap optimis untuk terus bertumbuh dengan menyesuaikan portofolio produk yang ada.
Adapun untuk proyeksi industri es krim pada 2025. Adji percaya industri ini akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk es krim yang berkualitas dan inovatif.
Dengan strategi yang tepat dan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pasar, Perseroan yakin dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Kami berkomitmen untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan tren pasar, sehingga Campina dapat tetap menjadi pemimpin di industri es krim. Terima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan,” pungkasnya.
PPN 12% Berlaku 2025, Ongkos Layangan KSEI Bakal Naik?
Pemerintah akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di pasar modal, kebijakan ini berpotensi mempengaruhi biaya transaksi.
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Samsul Hidayat mengatakan pihaknya belum bisa memastikan penerapan kebijakan tersebut sehubungan dengan layanan KSEI. Hal senada sebelumnya juga pernah diungkapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), yang masih menunggu aturan pelaksanaan dari aturan tersebut.
"Kami saat ini sedang berkomunikasi secara intensif dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga melakukan kajian bersama, koordinasi bersama konsultan pajak kami. Jadi apakah berdampak dengan biaya pelayanan, so far kami belum melihat dampak tersebut," kata Samsul dalam media Luncheon di kawasan Jakarta Selatan, dikutip Selasa (24/12/2024).
PPN 12 persen akan dikenakan khusus pada barang dan jasa premium yang dinikmati oleh kalangan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Barang premium tersebut meliputi makanan, layanan pendidikan, hingga listrik untuk rumah tangga kelas atas.
Beberapa contoh barang premium yang dikenakan PPN 12 persen antara lain beras premium, daging premium, ikan dan seafood premium, buah-buahan premium, layanan pendidikan premium, pelayanan kesehatan VIP, hingga listrik daya besar 3500-6600 VA.
"Jadi nanti pasti akan diberi notifikasi apabila ada (penerapan PPN 12%). Jadi untuk sementara ini kami masih dalam posisi menunggu juklak atau petunjuk teknis lebih lanjut dari otoritas," imbuh Samsul.
Advertisement
Tidak Mempengaruhi Transaksi
Sebelumnya, Head of Research Division Bursa Efek Indonesia (BEI), Verdi Ikhwan menjelaskan, secara historis kenaikan PPN tidak banyak mempengaruhi transaksi di Bursa. Namun untuk penerapan PPN 12% pada 2025 mendatang, Verdi mengatakan Bursa masih menunggu auran lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan tersebut.
"Kalau berkaca di tahun 2022, sata PPN 10% ke 11%, ya ada ramai-ramai di market. Bahkan pada saat itu bersamaan dengan kenaikan bea materai dari Rp 6.000 ke Rp 10.000. Tapi faktanya transaksi pada saat itu tidak menunjukkan penurunan," kata Verdi dalam edukasi wartawan pasar modal.
Informasi saja, pada 2021 lalu Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada 29 Oktober 2021. Beleid itu menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.