Stigma dan Asumsi Keliru Jadi Alasan Sulitnya Penyandang Disabilitas Netra Dapat Kerja

Masih banyak perusahaan atau pihak pemberi kerja yang mempercayai stereotip bahwa tunanetra tidak mampu bekerja secara mandiri .

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Des 2024, 20:00 WIB
Stigma dan Asumsi Keliru Jadi Alasan Sulitnya Penyandang Disabilitas Netra Dapat Kerja. Foto: Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Stigma dan asumsi keliru terkait penyandang disabilitas netra menjadi salah satu alasan mengapa para pemberi kerja enggan merekrut mereka.  

“Alasan mengapa para pemberi kerja belum berkeinginan merekrut tunanetra adalah stigma dan asumsi yang keliru. Pada dasarnya stigma dan mispersepsi tentang tunanetra diawali dari ketidakpahaman masyarakat tentang kehidupan tunanetra, khususnya yang telah mandiri,” kata penulis disabilitas di Yayasan Mitra Netra, Juwita Maulida, dikutip Rabu (25/12/2024).

Menurutnya, masih banyak perusahaan atau pihak pemberi kerja yang mempercayai stereotip bahwa tunanetra tidak mampu bekerja secara mandiri atau tidak dapat berkontribusi secara efektif dalam tim kerja.

“Atau, perusahaan berpandangan bahwa jika memiliki karyawan tunanetra semua dokumen pekerjaan harus disediakan dalam huruf Braille,” tulis Juwita di laman resmi Yayasan Mitra Netra.

Faktanya, penyandang disabilitas netra yang telah mandiri umumnya dapat menguasai teknologi asistif, seperti mengoperasikan komputer bicara, menggunakan ponsel pintar dan memanfaatkan berbagai aplikasi. 

Di samping itu, tunanetra juga dapat mobilisasi secara mandiri jika telah menguasai keterampilan orientasi mobilitas dengan penggunaan alat bantu tongkat putih. Apabila seorang penyandang disabilitas netra berpendidikan tinggi dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, maka tunanetra tersebut layak untuk diperhitungkan dalam proses perekrutan. Dan memiliki peluang yang sama dengan individu non tunanetra dalam mendapatkan pekerjaan.


Beri Kesempatan Magang

Sayangnya, meski banyak tunanetra yang memiliki kapabilitas dan kompetensi sesuai untuk bersaing di dunia kerja, terutama di sektor formal, tapi stigma dan ketidakpahaman tentang kemampuan mereka seringkali menjadi penghalang utama.

“Banyak perusahaan masih terjebak dalam paradigma lama yang menganggap tunanetra sebagai ketergantungan, bukan sumber daya berharga yang dapat memberikan kontribusi nyata.”

Oleh karena itu, sambung Juwita, perlu adanya upaya untuk mengubah persepsi dan memberikan kesempatan yang sama bagi tunanetra dalam dunia kerja formal.

Salah satu cara untuk mengatasi stigma dan persepsi yang keliru ini adalah dengan memberikan kesempatan magang atau bekerja paruh waktu. Dengan demikian, pihak pemberi kerja mampu melihat potensi dari calon karyawan tunanetra sekaligus dapat mengidentifikasi lingkup pekerjaan apa saja yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh tunanetra di perusahaannya.


Tantangan Jalin Komunikasi Efektif

Selain stigma dan asumsi keliru, minimnya pengetahuan soal cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas netra dapat menjadi faktor berikutnya.

“Penyebab perusahaan belum berkeinginan merekrut tunanetra adalah kurangnya pemahaman pihak pemberi kerja tentang cara berinteraksi dengan tunanetra,” jelas Juwita.

“Hal ini memunculkan tantangan dalam menjalin komunikasi yang efektif antara perusahaan dan calon karyawan tunanetra. Tanpa pemahaman yang memadai, perusahaan mungkin merasa canggung saat berkomunikasi atau tidak yakin dalam merekrut tunanetra,” tambahnya.


Tak Paham Cara Berinteraksi dengan Tunanetra

Secara umum, jika masyarakat atau para pemberi kerja belum pernah berinteraksi dengan tunanetra, maka akan timbul asumsi yang seringkali keliru.

Misalnya, asumsi bahwa tunanetra mudah tersinggung, tidak mandiri dan selalu bergantung pada orang lain.

Untuk mengatasi ketidakpahaman tentang cara berinteraksi dengan tunanetra, maka para pemberi kerja dapat menginisiasi kegiatan yang melibatkan interaksi dengan tunanetra. Misalnya, kegiatan kerelawanan yang melibatkan interaksi antara tunanetra dan para karyawan pihak pemberi kerja, contohnya jalan sehat bersama, atau nonton film bareng tunanetra.

Ketika memiliki pengalaman dalam mendampingi dan berinteraksi dengan tunanetra, maka akan terjalin komunikasi yang lebih santai dan nyaman sehingga memunculkan pemahaman baru terhadap tunanetra.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya