Tes Kerja Ini Haruskan Pekerja Berada di Kamar Mayat 10 Menit, Demi Gaji Menarik

Namun tes kerja tersebut jadi kontroversi.

oleh Ibrahim Hasan diperbarui 25 Des 2024, 19:20 WIB
Seorang petugas kesehatan mengisi kertas kerja untuk pasien yang meninggal karena COVID-19, di kamar mayat Rumah Sakit Samaritana di Bogota, Kamis (3/6/2021). Kolombia menjadi hotspot pandemi yang mengalami gelombang ketiga infeksi COVID-19 dan lonjakan kematian. (AP Photo/Ivan Valencia)

Liputan6.com, Jakarta Ada banyak profesi di dunia yang punya ciri khas masing-masing. Namun, di antaranya, ada profesi yang sering dianggap sebelah mata tetapi sangat penting. Seperti pekerjaan di rumah duka, yang kini tengah viral karena proses rekrutmennya yang tak biasa.  

Sebuah rumah duka di Rushan, Tiongkok, mengharuskan pelamar pekerjaan "manajer kamar mayat" untuk melewati tes unik. Mereka diminta menghabiskan 10 menit di kamar mayat sebelum dinyatakan lolos untuk wawancara. Tes ini memicu perbincangan luas setelah seorang netizen membagikan pengalaman tersebut pada 11 Desember lalu.  

Lowongan pekerjaan ini ditawarkan dengan gaji Rp 4,8 juta per bulan setelah pajak, dilengkapi tunjangan shift malam. Selain itu, pelamar wajib memenuhi sejumlah kriteria, termasuk usia di bawah 45 tahun, pendidikan minimal SMP, dan bersedia bekerja dalam sistem shift selama 24 jam.  

Tes tersebut menuai pro dan kontra di dunia maya. Beberapa menganggapnya sebagai cara efektif untuk menilai ketahanan mental, sementara yang lain mengkritiknya sebagai metode yang tidak etis. Berikut Liputan6.com mengulasnya melansir dari South China Morning Post, Rabu (25/12/2024).


Alasan Harus 10 Menit di Kamar Mayat

Ahli patologi membawa brankar jenazah pasien Covid-19 ke kamar mayat Rumah Sakit Lozenets di Sofia, Selasa (9/11/2021). Pemerintah Bulgaria melaporkan 334 kematian harian akibat COVID-19 pada Selasa, yang merupakan rekor tertinggi sejak awal pandemi. (Nikolay DOYCHINOV/AFP)

Tes unik ini dirancang untuk menguji keberanian dan ketahanan mental pelamar. Menurut staf Rushan Funeral Services Centre, beberapa orang memiliki pantangan atau rasa takut yang kuat di tempat seperti itu. 

“Pekerjaan kami membutuhkan seseorang yang dapat tinggal di ruangan selama lebih dari 10 menit,” ujar mereka.  

Tes ini dianggap sebagai simulasi langsung dari kondisi kerja yang akan dihadapi. Manajer kamar mayat harus mampu menghadapi suasana dingin dan sunyi tanpa rasa takut atau tekanan psikologis. Namun, banyak pihak menganggap metode ini tidak lazim dan dapat digantikan dengan evaluasi psikologi profesional.  

Sumber lain mengatakan, tes ini bertujuan untuk menemukan kandidat yang benar-benar serius. “Tes seperti ini mungkin efektif untuk menyaring pelamar, tetapi ada cara lain yang lebih manusiawi,” ujar Wang, seorang ahli manajemen rumah duka di Tiongkok barat daya. 


Pro dan Kontra Tes Psikologis di Tempat

Seorang pekerja dengan jenazah orang yang diyakini meninggal akibat COVID-19 di kamar mayat di pemakaman Sarajevo Bare, Bosnia, Jumat (19/3/2021). Rumah sakit dan kamar mayat di Sarajevo kewalahan mengatasi meningkatnya infeksi dan lonjakan kematian yang disebabkan oleh virus corona. (AP Photo)

Netizen ramai memperbincangkan keunikan dan kontroversi tes ini. Banyak yang merasa metode tersebut terlalu ekstrem dan tidak etis untuk pekerjaan formal. “Anda bisa melakukan tes psikologi profesional atau masa magang, tetapi ini tidak tepat,” kata Wang.  

Beberapa netizen justru menanggapinya dengan humor. “Setidaknya lebih baik daripada wawancara dengan 10 orang hidup, mereka tidak bisa mengeluh!” tulis salah satu komentar viral. Namun, ada juga yang menilai gaji sebesar Rp 4,8 juta tidak cukup untuk menarik pelamar dengan risiko mental yang tinggi.  

Kritik lainnya datang dari mereka yang merasa tes ini tidak sesuai standar profesional. Banyak perusahaan serupa telah menggunakan metode lain untuk mengevaluasi calon karyawan tanpa memicu trauma atau ketidaknyamanan.  


Gaji dan Tunjangan: Menarik atau Tidak Cukup?

Ilustrasi surat lamaran kerja. (Photo created by Drazen Zigic on www.freepik.com)

Lowongan ini menawarkan gaji Rp 4,8 juta per bulan setelah pajak dan pembayaran asuransi sosial. Tunjangan shift malam juga dijanjikan bagi karyawan yang bersedia bekerja secara kontrak selama tiga tahun. Namun, posisi ini tidak menawarkan bian zhi, tunjangan pekerjaan tetap di Tiongkok.  

Beberapa kandidat merasa gaji tersebut terlalu rendah dibandingkan beban kerja dan risiko psikologis. “Bukan rasa takut yang menahan Anda, tetapi gaji,” tulis seorang netizen yang berkomentar tentang lowongan tersebut. Ada pula yang bercanda, “Berikan saya buku dan air, saya bisa bertahan 10 jam!”  

Meski begitu, pasar layanan pemakaman di Tiongkok terus berkembang pesat, dengan nilai mencapai Rp 687 miliar pada 2022. Posisi seperti ini dipandang penting untuk memastikan keberlanjutan layanan pemakaman profesional di tengah permintaan yang terus meningkat.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya