Waspada Rupiah Makin Keok di 2025 Gara-Gara Badai Ekonomi

Ekonom memprediksi Rupiah akan berada di kisaran Rp16.200 hingga Rp 16.670 per dolar AS pada tahun depan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 25 Des 2024, 18:45 WIB
Pemerintah secara resmi memutuskan kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Pengumuman kenaikan upah minimum tersebut disampaikan langsung Presiden Prabowo Subianto usai rapat terbatas pada Jumat (29/11/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pelemahan nilai tukar Rupiah diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2025. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memprediksi Rupiah akan berada di kisaran Rp16.200 hingga Rp16.670 per dolar AS pada tahun depan.

"Rupiah masih akan tertekan, terutama akibat kebijakan Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama setelah pemangkasan pekan lalu," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (25/12/2024).

Selain dampak kebijakan moneter global, Bhima menyoroti bahwa Indonesia akan menghadapi perfect storm atau badai ekonomi sempurna pada 2025. Faktor ini diperkirakan akan memperparah pelemahan Rupiah, terutama pada kuartal pertama tahun depan.

Harga Komoditas dan Perang Dagang Memengaruhi Ekspor

Bhima menjelaskan bahwa harga komoditas ekspor Indonesia diperkirakan rendah pada awal 2025. Selain itu, ekspor dan investasi akan tertekan akibat perang dagang yang meluas, tidak hanya antara Amerika Serikat (AS) dan China, tetapi juga melibatkan AS, Kanada, dan negara-negara lainnya.

"Geopolitik yang bergejolak semakin memperburuk situasi. Dengan kondisi ini, ekspor dan investasi sulit diandalkan sebagai motor penggerak ekonomi di awal tahun," jelas Bhima.

Menurut Bhima, solusi utama untuk mengatasi tekanan ini adalah mengoptimalkan pasar domestik dan meningkatkan produksi lokal.

"Kuncinya ada di pasar domestik. Besarnya kelas konsumen Indonesia menjadi peluang yang harus dimanfaatkan," tambahnya.

 


Kebijakan Fiskal Jadi Tantangan

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengusulkan kenaikan UMN sebesar 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain tekanan global, kebijakan fiskal yang agresif juga dinilai berkontribusi pada pelemahan daya beli masyarakat.

Bhima menyebut setidaknya ada 10 kebijakan fiskal yang akan berdampak signifikan, termasuk penerapan PPN 12%, Tapera, dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Jika konsumsi rumah tangga melemah dan tumbuh di bawah 5%, maka ekonomi domestik tidak akan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaBhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya akan mencapai 4,7% hingga 4,95% secara tahunan (yoy).

Sebagai perbandingan, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,8% hingga 5,6% untuk 2025.

Namun, BI juga mengakui bahwa ekspor nonmigas akan melambat akibat ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.

 


Pilihan Pemerintah untuk 2025

Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2024 akan mencapai 5,1%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut Bhima, keberhasilan ekonomi Indonesia di 2025 sangat bergantung pada langkah pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat.

"Pemerintah harus memilih: menjaga daya beli agar ekonomi tumbuh di atas 5% atau mengorbankan daya beli demi pelaksanaan program tertentu," tutup Bhima.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya