Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi melemah 26 poin atau 0,16 persen menjadi 16.216 per USD dari sebelumnya sebesar 16.190 per USD.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan tidak ada market mover mata uang penting menjelang akhir tahun 2024.
Advertisement
“Pasar mungkin masih mempertimbangkan potensi market mover tahun depan yang bisa mendorong penguatan dolar,” ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (27/12/2024).
Beberapa faktor yang berpeluang menguatkan dolar AS antara lain kebijakan dari Presiden AS terpilih Donald Trump, lalu potensi Federal Reserve (The Fed) tak agresif memangkas suku bunga acuan.
Kemudian, juga konflik geopolitik mungkin bisa memanas lagi, perang dagang yang bisa melambatkan perekonomian global, dan lainnya.
Indeks dolar AS pada pagi hari ini juga berada di kisaran 108,12, yang berarti masih di level tertinggi sepanjang tahun ini.
Melihat faktor internal, pasar disebut masih pesimis dengan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kondisi eksternal tersebut. Selain itu pula kebijakan internal seperti pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang dapat menurunkan daya beli kelas menengah.
“Potensi pergerakan rupiah hari ini di kisaran Rp16.150-Rp16.200 (per dolar AS)," ungkap Aris.
Rupiah Ditutup Perkasa dari Dolar AS Jelang Natal, Apa Sentimennya?
Menjelang perayaan Natal, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS. Pada perdagangan hari ini, rupiah ditutup menguat sebesar 6 poin ke level 16.190 dari penutupan sebelumnya di 16.196, meskipun sempat mencatat penguatan hingga 20 poin di awal sesi perdagangan.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, pergerakan rupiah pada perdagangan Kamis diprediksi akan fluktuatif, dengan rentang di kisaran 16.150 - 16.200.
Faktor Penguatan Rupiah
Investor saat ini cenderung berhati-hati terhadap penguatan dolar AS yang dipicu oleh kecenderungan hawkish Federal Reserve (The Fed). Prospek suku bunga tinggi di AS membuat pasar global menahan diri menjelang minggu perdagangan pendek akibat libur Natal.
Dalam pernyataan terbarunya, The Fed mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama, meskipun ada pemangkasan pekan lalu.
"Pedagang saat ini hanya mengantisipasi dua penurunan suku bunga sebesar seperempat poin pada 2025, dibandingkan ekspektasi sebelumnya yang mencapai empat kali pemangkasan. Hal ini didukung oleh ekonomi AS yang tetap tangguh dan inflasi yang masih tinggi," ujar Ibrahim.
Advertisement
Optimisme Terhadap Stimulus Ekonomi China
Pasar juga menanti langkah stimulus tambahan dari China, yang direncanakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di 2025.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa China akan meningkatkan pengeluaran fiskal, sebuah langkah yang membantu mengimbangi penurunan di pasar Asia lainnya.
"Stimulus yang lebih besar dari China diharapkan dapat mendongkrak kinerja pasar. Rilis data Indeks Manajer Pembelian (PMI) China dalam beberapa hari ke depan juga akan memberikan gambaran lebih jelas tentang arah ekonomi terbesar di Asia ini," tambah Ibrahim.