Kompolnas soal Polisi Peras Penonton DWP: Ada yang Menggerakkan dan Digerakkan

Divisi Propam Polri mengamankan 18 polisi yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap 45 Warga Negara atau WN Malaysia di gelaran Djakarta Warehouse Project 2024 (DWP 2024).

oleh Tim News diperbarui 27 Des 2024, 15:00 WIB
Suasana konser DWP 2022. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Liputan6.com, Jakarta Divisi Propam Polri mengamankan 18 polisi yang diduga terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap 45 Warga Negara atau WN Malaysia di gelaran Djakarta Warehouse Project 2024 (DWP 2024).

Terkait hal itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut ada dua klaster dalam kasus ini. Ada pihak yang menggerakan dan polisi yang bergerak atas perintah tersebut.

"Dua klaster besar itu, ya bisa dikategorikan hanya dua. Satu yang menggerakkan, satu yang digerakkan," kata Komisioner Kompolnas, Choirul Anam dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).

Anam menyebut, pengelompokan para terduga pelaku ke dalam klaster bakal menentukan sanksi yang dikenakan. Lalu, untuk mereka yang terbukti menggerakkan dalam acara DWP itu bakal mendapatkan sanksi yang lebih berat.

"Siapa pun yang melakukan pelanggaran tersebut, dan memiliki peran signifikan, tanggung jawabnya signifikan, oleh karenanya, sanksinya tegas. Jauh lebih berat," jelas dia.

"Siapa pun yang memiliki peran tapi tidak signifikan, tapi masuk dalam pelanggaran, ya sanksinya lebih ringan," sambungnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas mendorong agar para polisi yang memeras penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) dipecat dan dihukum berat. Sebab, mereka sudah melakukan tindak pidana dan mencoreng nama baik Indonesia di mata internasional.

Menurut Hasbi, 18 polisi yang memeras 45 warga negara Malaysia saat konser DWP di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada 13-15 Desember 2024, bukan hanya mencoreng nama baik Polri, tapi sudah merusak citra Indonesia di mata dunia.


Anggota DPR Ini Minta Polisi Pemeras Penonton DWP Dipecat dan Dihukum Berat

"Para pelaku sudah mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia," ujar Hasbi dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).

Hasbi mengatakan, masyarakat internasional akan menganggap bahwa Indonesia, khususnya polisi adalah tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi, bukan Polri secara lembaga.

Tentu, kata Hasbi, kasus pemerasan warga negara Malaysia itu menjadi ujian berat bagi Polri. Maka dari itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus bertindak tegas dan cepat menyelesaikan kasus tersebut.

"Polri harus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa mereka tegas kepada anggotanya yang melanggar. Dan itu harus dilakukan dengan cepat," ucap politikus PKB ini.

 


Beri Hukuman Seberat-beratnya

Legislator asal Dapil Jakarta I itu menegaskan bahwa para pelaku pemerasan harus dihukum seberat-beratnya. Mereka sudah melakukan tindak pidana pemerasan kepada warga Malaysia.

"Jadi, mereka harus djjatuhi hukuman pidana. Tindak pindana pemerasan sudah diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," katanya.

Selain saksi pidana, para pelaku pemerasan juga bisa disanksi dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), karena mereka sudah melakukan pelanggaran berat.

"Polri harus bergerak cepat menuntaskan kasus yang dilakukan para anggotanya. Kasus ini sedang menjadi sorotan dunia internasional," beber Hasbi.

Ketua DPW PKB Jakarta itu menambahkan, Polri juga harus menindak tegas para atasan yang memberi perintah untuk memeras penonton DWP dari Malaysia. Sebab, para pelaku tidak mungkin bertindak sendiri melakukan pemerasan.

"Polri harus memeriksa atasan mereka. Jika terbukti bersalah, mereka harus dihukum berat. Bahkan, lebih berat dari anak buah mereka. Apalagi uang hasil pemerasan itu cukup besar, sampai Rp 2,5 miliar," tandas Hasbi.  

 

 

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya