Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto menegaskan dirinya tidak ada maksud memaafkan para koruptor yang telah mencuri uang rakyat. Prabowo hanya ingin memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang negara yang dicuri.
"Ada yang mengatakan Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu. Kalau koruptornya sudah tobat, bagaimana tokoh-tokoh agama? Iya kan?" kata Prabowo saat menghadiri Perayaan Natal Nasional Tahun 2024 di Indonesia Arena Jakarta, Sabtu malam (28/12/2024).
Advertisement
"Orang bertobat, bertobat, tapi kembalikan dong yang kau curi. Enak aja. Udah nyolong, aku bertobat. Yang kau curi kau kembalikan," sambungnya.
Prabowo menekankan hal tersebut bukan berarti dirinya memaafkan koruptor, namun menyadarkan mereka yang mencuri uang rakyat. Dia menyampaikan agama pun mengajarkan umatnya untuk bertobat setelah melakukan kejahatan.
"Bukan saya maafkan koruptor, tidak. Saya mau sadarkan mereka. Ya sudah telanjur dulu berbuat dosa, ya bertobatlah. Itu kan ajaran agama," ucap Prabowo Subianto.
Dia pun meminta para koruptor mengembalikan uang rakyat. Prabowo memberikan kesempatan sebelum dirinya mencari harta para koruptor.
"Bertobatlah, kasihan rakyat. Kembalikan uang itu sebelum kita cari hartamu ke mana kita akan cari," tegas Prabowo.
Sebelumnya, pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor menuai kontroversial. Prabowo memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan uang rakyat yang telah dicuri. Prabowo mengatakan akan memaafkan para koruptor apabila mereka mengembalikan uang rakyat.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, dilihat di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).
"Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," ujar Prabowo.
Mahfud Md Kritisi Ide Prabowo yang Mau Maafkan Koruptor
Mantan Menko Polhukam Mahfud Md mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor. Menurut Mahfud, memaafkan tindak pidana korupsi sama saja melanggar pasal 55 KUHP.
"Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? menghalangi penegakan hukum, ikut serta atau membiarkan korupsi padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu kerja sama," kata Mahfud Md seperti dikutip Minggu (22/12/2024).
Mahfud menilai permasalahan korupsi di dalam negeri sudah terlalu kompleks. Belum lagi dengan memberikan maaf kepada koruptor atas perbuatannya, semakin membuat penindakan korupsi di dalam negeri tumpul.
"Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusaklah bagi dunia hukum. Sebab itu hati-hatilah," kata Mahfud.
Advertisement
Pernyataan Prabowo soal Memaafkan Koruptor Mengurangi Keseriusan Penanganan Korupsi
Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M Syarif berpandangan, Asta Cita soal korupsi yang disampaikan Prabowo terkesan hanya lip service semata.
"Salah satu program Asta Cita yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi berpotensi hanya akan menjadi lip service belaka saat Presiden menyampaikan bahwa akan memberikan maaf kepada koruptor ketika bersedia mengembalikan kerugian negara," kata Laode dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).
Menurut Laode, pernyataan Presiden Prabowo mengenai pemberian maaf kepada koruptor tidak sejalan dengan makna kejahatan korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Karena sifatnya yang luar biasa, maka perlu ada upaya luar biasa pula yang wajib dilakukan oleh pemerintah.
"Bila tidak, maka upaya memberikan efek jera pada koruptor semakin jauh panggang dari api. Pengampunan kepada koruptor tersebut dapat dipastikan akan semakin memperburuk kondisi perlawanan terhadap korupsi yang kini telah melemah," ungkap dia.
"Kondisi tersebut jelas juga tak menguntungkan pemerintahan Prabowo Subianto karena wabah korupsi juga mengancam program-program strategis pemerintah," sambungnya.
Laode menegaskan, dalam memberikan efek jera bagi koruptor, Pemerintah patut diduga tidak melakukannya dalam koridor yang luar biasa. Jika pemerintah serius ingin mengoptimalkan pengembalian kerugian yang diakibatkan praktik korupsi, alih-alih memberi pengampunan, pemerintah semestinya segera merealisasikan pengesahan RUU Perampasan Aset yang telah molor sejak 2012 lalu.
"RUU tersebut patut dilihat juga sebagai upaya pemulihan keuangan negara terhadap kerugian kejahatan ekonomi, termasuk korupsi. Jika aturan tersebut disahkan, maka koruptor tidak perlu lagi untuk mengembalikan kerugian negara secara sukarela. Sebab, telah ada mekanisme hukum yang ditempuh agar pengembalian kerugian negara jauh lebih optimal," ungkap dia.
Menurut Laode, pernyataan pengampunan kepada koruptor juga merupakan suatu bentuk anomali kebijakan melawan korupsi yang juga bertentangan dengan perangkat hukum yang berlaku.