Raksasa Teknologi Microsoft hingga Meta Investasi di Nuklir, Ini Alasannya

Pusat data yang mendukung kecerdasan buatan (AI) dan layanan komputasi awan semakin mendorong permintaan energi ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 03 Jan 2025, 21:00 WIB
Ilustrasi Lipsus Nuklir

Liputan6.com, Jakarta - Pusat data yang mendukung kecerdasan buatan (AI) dan layanan komputasi awan semakin mendorong permintaan energi ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kebutuhan listrik pusat data untuk mendukung kecerdasan buatan ini sangat besar. 

Berdasarkan informasi dari Departemen Energi AS, penggunaan listrik global dapat meningkat hingga 75% pada tahun 2050. Peningkatan yang luar biasa ini sebagian besar disebabkan oleh ambisi industri teknologi untuk mengembangkan AI.

“Pusat data baru yang membutuhkan jumlah listrik yang sama seperti, misalnya, Chicago, tidak bisa hanya terus membangun tanpa memahami kebutuhan energi mereka,” kata Direktur Pelaksana Radiant Energy Group Mark Nelson,  dikutip dari CNBC pada Kamis (3/1/2025).

Pusat data ini diperkirakan akan tumbuh begitu besar hingga dapat menggunakan lebih banyak listrik daripada seluruh kota. Karena itu, para pemimpin teknologi yang berlomba dalam pengembangan AI kini menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan energi yang sangat besar sambil tetap berkomitmen pada tujuan keberlanjutan mereka.

Peralihan ke Tenaga Nuklir

Setelah bertahun-tahun fokus pada energi terbarukan seperti angin dan matahari, perusahaan teknologi besar mulai beralih ke tenaga nuklir. Alasannya sederhana karena tenaga nuklir mampu menyediakan listrik dalam jumlah besar, stabil, bebas karbon, dan berkelanjutan.

Direktur senior energi dan iklim di Google, Michael Terrell menjelaskan, "Yang kami lihat adalah tenaga nuklir memiliki banyak manfaat. Ini adalah sumber listrik bebas karbon, dapat beroperasi sepanjang waktu, dan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa."


Perusahaan Teknologi Besar Bertaruh pada Nuklir

Namun rencana tersebut terus menuai protes keras dan belum ada tanggal mulai yang ditetapkan.(AP Photo/Hiro Komae)

Google, Amazon, Microsoft, dan Meta adalah beberapa nama besar yang kini menjajaki atau berinvestasi dalam tenaga nuklir.

Langkah ini didorong oleh kebutuhan energi dari pusat data mereka, terutama dengan berkembangnya teknologi AI yang membutuhkan daya besar sepanjang waktu.

Langkah ini juga dipandang sebagai awal dari "kebangkitan nuklir," menurut para ahli, yang percaya bahwa tenaga nuklir bisa mempercepat transformasi energi global.

Dari Kekhawatiran ke Harapan

Di masa lalu, tenaga nuklir sempat ditinggalkan karena kekhawatiran tentang keamanan dan risiko kehancuran yang diperbesar oleh informasi yang salah.

Namun, dengan teknologi yang semakin canggih dan pemahaman yang lebih baik tentang keamanannya, tenaga nuklir kini dipandang sebagai solusi yang ideal untuk kebutuhan energi masa depan.


Daya Stabil

“Daya yang stabil, langsung, 100%, 24 jam sehari, 365 hari setahun. Itulah yang dapat diberikan oleh tenaga nuklir,” tambah Nelson.

Dengan langkah besar ini, perusahaan teknologi berharap tidak hanya memenuhi kebutuhan energi mereka yang terus meningkat tetapi juga tetap berada di jalur keberlanjutan.

Jika berhasil, tenaga nuklir bisa menjadi kunci dalam mencapai tujuan energi bersih global di masa depan.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya