Penyakit Hati yang Berat Menurut Kitab Hikam, Dijelaskan Gus Baha

Tamak adalah penyakit hati yang jauh lebih berbahaya dibandingkan sifat kikir. Ia menegaskan bahwa sifat ini sering kali membuat seseorang tidak puas dengan apa yang dimiliki dan cenderung menghakimi orang lain

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jan 2025, 14:30 WIB
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Sifat tamak sering kali menjadi sumber berbagai persoalan dalam kehidupan. Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Rembang, Jawa Tengah, mengulas penyakit hati ini melalui perspektif Kitab Hikam.

Dalam ceramahnya, ia menyoroti bagaimana tamak dapat merusak hubungan antarmanusia dan menimbulkan prasangka buruk.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @nurulaini3266, Gus Baha menjelaskan bahwa tamak adalah penyakit hati yang jauh lebih berbahaya dibandingkan sifat kikir. Ia menegaskan bahwa sifat ini sering kali membuat seseorang tidak puas dengan apa yang dimiliki dan cenderung menghakimi orang lain.

"Orang itu kalau mentalnya memberi, berarti selesai dengan dirinya. Tapi kalau tidak bermental memberi, pasti tamak. Dan tamak itu mesti menghakimi orang lain," ujar Gus Baha dalam ceramahnya.

Menurut Gus Baha, Kitab Hikam menyebut tamak sebagai penyakit hati yang paling berat. Penyakit ini muncul karena keinginan yang tidak terpenuhi, sehingga mendorong seseorang untuk menyalahkan orang lain.

"Kenapa orang kikir tidak ada kata kikir? Karena itu sebenarnya tamak," jelas Gus Baha. Ia memberikan contoh sederhana dari kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan fenomena ini.

Misalnya, seseorang mengajukan proposal kepada seorang pejabat, tetapi permintaannya tidak terpenuhi. Orang tersebut lantas menuduh pejabat itu kikir. Padahal, tuduhan itu muncul karena keinginannya tidak terwujud.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Kikir Ternyata Ini Sebabnya

Ilustrasi rakus, tamak. (Photo by Raghuvansh Luthra on Unsplash)

"Jadi saya memvonis seseorang medit (kikir) itu sebetulnya karena keinginan saya tidak kesampaian," tambah Gus Baha. Fenomena ini, menurutnya, mencerminkan bagaimana tamak dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap orang lain.

Ia juga memberikan contoh lain yang lebih sederhana. Anak muda sering kali menilai orang cantik sebagai sosok yang ramah. Namun, ketika ajakan untuk menjalin hubungan ditolak, tiba-tiba muncul tuduhan bahwa orang tersebut sombong.

"Setelah kamu bilang, 'Mbak, aku ingin sama sampean,' terus dia enggak mau, baru kamu bilang sombong. Karena keinginan kamu enggak terlaksana," kata Gus Baha.

Gus Baha menekankan bahwa tamak adalah akar dari banyak konflik sosial. Sifat ini membuat seseorang lebih fokus pada apa yang tidak dimilikinya, sehingga menimbulkan kecemburuan dan prasangka buruk terhadap orang lain.

Menurutnya, mental yang berorientasi pada memberi adalah kunci untuk menghindari sifat tamak. Dengan memiliki sifat tersebut, seseorang akan merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan tidak mudah terpengaruh oleh godaan duniawi.

Ia mengingatkan bahwa bangsa yang dipenuhi oleh orang-orang bermental tamak akan menghadapi banyak masalah. Ketamakan tidak hanya merusak hubungan antarindividu tetapi juga menciptakan ketidakstabilan dalam masyarakat.

"Bayangkan kalau orang bermental tamak seperti apa bangsa ini," ungkap Gus Baha. Ia mengajak umat untuk introspeksi dan memperbaiki diri agar tidak terjebak dalam sifat tersebut.


Sifat Tamak Muncul karena Ini

Ilustrasi keserakahan, tamak, rakus. (Image by benzoix on Freepik)

Gus Baha juga menjelaskan bahwa Kitab Hikam mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Dengan ikhlas, seseorang tidak akan terjebak dalam keinginan yang berlebihan dan dapat menerima segala sesuatu dengan lapang dada.

Menurutnya, sifat tamak sering kali muncul karena seseorang tidak memahami konsep rezeki yang telah ditentukan oleh Allah. Ketidakpuasan ini mendorong orang untuk terus mengejar hal-hal yang sebenarnya tidak ia butuhkan.

Gus Baha mengingatkan bahwa sifat tamak tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain. Ketamakan dapat menimbulkan tindakan yang tidak adil dan merusak harmoni dalam masyarakat.

Ia menutup ceramahnya dengan mengajak umat untuk meneladani ajaran dalam Kitab Hikam. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran ini, seseorang dapat terhindar dari sifat tamak dan hidup dalam kedamaian.

"Kalau mentalnya memberi, kamu sudah selesai dengan dirimu sendiri," kata Gus Baha. Ia berharap masyarakat dapat menjadikan ajaran ini sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Pesan Gus Baha ini menjadi pengingat penting bahwa sifat tamak adalah musuh besar yang harus dilawan. Dengan mengedepankan mental memberi, seseorang tidak hanya membangun hubungan yang baik dengan sesama, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah.

Penyampaian Gus Baha yang sederhana namun mendalam memberikan pencerahan bagi umat Islam untuk terus berusaha memperbaiki diri. Ia mengajak semua orang untuk merenungkan kembali tujuan hidup dan menghindari sifat-sifat yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

"Dunia ini akan menjadi tempat yang lebih baik jika kita semua mampu menghilangkan tamak dari hati kita," tuturnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya