Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 66,3 ton sampah kiriman berhasil diangkut dari Pantai Kedonganan di Jimbaran, Bali. Aksi bersih-bersih pantai yang diinisiasi organisasi lingkungan Sungai Watch tersebut melibatkan lebih dari 2.989 relawan yang berlangsung sejak 24 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025.
Upaya pembersihan besar-besaran ini merupakan bagian dari respons mendesak untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut, karena pasang surut mengancam akan membawa sampah kembali ke laut. Di antara puing-puing sampah tersebut, dua penyu laut hidup ditemukan terperangkap di bawah lapisan plastik, yang menggarisbawahi dampak buruk polusi plastik terhadap satwa liar.
Advertisement
Sampah kiriman yang dikumpulkan sebagian besar terdiri dari gelas dan kantong plastik sekali pakai, banyak yang bertuliskan nama merek dari kota-kota di Jawa, yang menunjukkan bahwa sampah tersebut mungkin berasal dari Jawa. Gelombang tahunan pencemaran plastik ini semakin memburuk dari tahun ke tahun, menimbulkan kekhawatiran serius tentang ekosistem laut dan masyarakat pesisir.
"Ini bukan sekadar masalah lokal, ini krisis yang berdampak pada seluruh Indonesia," kata Gary Bencheghib, salah satu pendiri Sungai Watch, dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Rabu, 8 Januari 2025.
"Skala pencemaran ini sangat mengejutkan, dan memerlukan tindakan segera dari individu, bisnis, dan pemerintah untuk mengatasi akar penyebab sampah plastik," sambungnya.
Sebanyak 66 ton lebih sampah plastik yang dikumpulkan dari pembersihan akan dipilah oleh Sungai Watch di salah satu dari 10 fasilitas pemilahan mereka. Gary menyebut Sungai Watch ingin memastikan bahwa semua sampah yang dikumpulkan tidak berakhir kembali di tempat pembuangan sampah atau sungai dan akhirnya ke laut, yang terlalu sering terjadi di Indonesia.
Sampah di Bali Bukan Sekadar Isu Lokal
Organisasi lingkungan tersebut kemudian akan mendaur ulang sebanyak mungkin sampah yang dikumpulkan melalui organisasi yang masih satu payung dengannya, Sungai Design. "Pantai Kedonganan perlu segera mendapat perhatian, tetapi ini hanyalah satu dari ribuan pantai di Indonesia yang mengalami kondisi serupa," imbuh Sam Bencheghib, salah satu pendiri Sungai Watch.
Ia menyebut bahwa kegiatan bersih-bersih darurat di sini mengirimkan pesan yang kuat kepada dunia bahwa ini adalah bom waktu yang terus berdetak. Menurutnya, setiap tahun gelombang sampah semakin membesar; pemerintah kita perlu segera bangkit dan memperbaiki infrastruktur pengelolaan sampah sekarang juga.
Kelly Bencheghib, salah satu pendiri lainnya Sungai Watch, mengatakan bahwa kekuatan kegiatan bersih-bersih ini adalah melihat masyarakat bersatu untuk tujuan yang lebih besar. Menurutnya, baik penduduk Bali maupun wisatawan sudah muak dengan pantai-pantai penuh sampah plastik di Bali.
"Sungguh mengharukan melihat hampir 3.000 relawan berkumpul untuk membantu kami membersihkan pantai," terangnya.
Advertisement
Pengingat Tantangan Lingkungan di Bali
Lebih lanjut disebutkan bahwa fenomena ini merupakan pengingat berulang tentang tantangan lingkungan yang dihadapi Bali, karena sistem pengelolaan sampah yang tidak memadai dan penggunaan plastik sekali pakai yang berlebihan di seluruh Indonesia. Kelly menyebut Sungai Watch tak hanya berupaya melakukan pembersihan, tapi juga ingin menginspirasi perubahan sistemik dengan mengaudit dan memilah plastik yang terkumpul.
Itu sebabnya, pihaknya mengajak relawan dari masyarakat, bisnis lokal, dan pembuat kebijakan untuk bergabung dan mendukung upaya pembersihan sungai maupun pantai dari sampah. Sungai Watch juga mengajak mengambil tindakan menuju masa depan yang bebas dari polusi plastik, dengan menangani insiden ini dengan urgensi yang paling tinggi dan memprioritaskan perbaikan yang diperlukan pada infrastruktur pengelolaan sampah kita.
Sebelumnya diberitakan juga bahwa Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa salah satu program prioritas jajarannya pada 2025 adalah menangani masalah sampah. Ia berencana mengarahkan semua jajarannya untuk mengatasi masalah sampah yang tak kunjung selesai sejak Undang-Undang Pengelolaan sampah Nomor 18/2018 keluar.
"Yang paling menonjol hari ini, tanpa mengurangi yang lain, itu masalah sampah... Selesaikanlah satu tahun ini. Open dumping kita tutup, budaya harus kita bangun, berapapun duitnya harus kita bayari," sebut Hanif seusai pelantikan pejabat eselon I di kantor KLH Kebon Nanas, Jakarta Timur, Senin, 6 Januari 2025.
Praktik Open Dumping Tak Lagi Ditoleransi
Hanif menegaskan bahwa praktik open dumping atau pembuangan sampah terbuka tidak bisa lagi ditoleransi lantaran bahaya lingkungan dan kesehatannya begitu besar. Akibat open dumping, TPA menimbun gas metana begitu besar yang bisa sewaktu-waktu menimbulkan kebakaran hebat dan membahayakan nyawa.
Praktik open dumping juga menyebabkan air lindi yang tidak tertangani dengan baik, mencemari tanah di sekitar lokasi pembuangan sampah. Belum lagi masalah polusi udara dan kontaminasi silang yang membahayakan kesehatan masyarakat dan kerap memicu konflik sosial.
"Saya targetnya, bulan ini, Januari--Februari, semua open dumping harus sudah diterbitkan paksaan pemerintah dari Menteri. Dengan paksaan pemerintah itu, ada jadwal yang harus ditepati," kata Hanif lagi.
Paksaan itu berlaku untuk pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota agar menutup TPA yang masih menerapkan praktik open dumping. Menurut Hanif, dengan paksaan itu, pemda yang tidak bisa memenuhi kewajibannya, akan dijerat dengan pasal pidana dan perdata, seperti kasus TPA Rawa Kucing di Tangerang.
Advertisement