OPINI: Quo Vadis Strategi Maritim Indonesia?

Oleh : Dr. Ir. I G.B. Kurniawan Ranuh, MSc.

oleh Tim Regional diperbarui 09 Jan 2025, 00:10 WIB
Ilustrasi poros maritim. (Image by studio4rt on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi maritim yang luar biasa. Lautan bukan hanya menjadi batas geografis, tetapi juga urat nadi ekonomi, budaya, dan pertahanan nasional.

Di era pemerintahan Presiden Prabowo, muncul perubahan besar pada struktur pemerintahan, salah satunya adalah dihapusnya posisi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sebuah langkah yang memicu banyak pertanyaan.

Ke mana arah strategi maritim Indonesia pasca-perubahan ini? Apakah langkah ini akan memperkuat atau justru melemahkan upaya membangun industri maritim nasional?

Signifikansi Menko Maritim dan Investasi

Posisi Menko Maritim sebelumnya berperan sebagai penghubung lintas kementerian untuk sektor maritim, energi, dan investasi. Berdasarkan kajian sebelumnya, sektor ini menyumbang 7,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Dengan penghapusan posisi ini, risiko fragmentasi kebijakan maritim meningkat, mengingat pentingnya koordinasi lintas sektor. Menko Maritim menjadi titik integrasi yang memastikan kebijakan maritim, perikanan, dan transportasi laut saling mendukung.

Keberadaan Menko Maritim juga memiliki peran dalam mendorong kerja sama internasional di sektor maritim. Sebagai contoh, Indonesia berhasil memperjuangkan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Malaka dan Selat Lombok di bawah koordinasi Menko Maritim.

Langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di kancah global, tetapi juga menunjukkan bagaimana peran strategis Menko Maritim menciptakan sinergi lintas sektor yang bermanfaat bagi keamanan dan ekonomi nasional.

Peluang dan Tantangan Pasca Restrukturisasi

Dengan pengalihan tanggung jawab ke kementerian teknis seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Perindustrian, sektor maritim dapat dikelola secara spesifik.

Kementerian Perhubungan, misalnya, dapat memprioritaskan pengembangan pelabuhan dan konektivitas logistik, sementara KKP fokus pada optimalisasi sumber daya perikanan.

Kementerian Perindustrian dapat memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi dan inovasi untuk mendukung sektor galangan kapal serta industrialisasi hasil laut.

Namun, tanpa badan penghubung seperti Menko Maritim, koordinasi antar kementerian menjadi tantangan besar. Proyek maritim besar sering melibatkan berbagai pihak, dari pemerintah daerah hingga swasta, sehingga memerlukan sinergi kebijakan yang kuat.

Dengan dihapusnya koordinasi terpusat, terdapat risiko kebijakan yang tumpang tindih atau saling bertentangan antara kementerian yang terlibat. Misalnya, pengembangan pelabuhan mungkin tidak selaras dengan kebijakan lingkungan atau tata ruang laut.

Restrukturisasi ini juga dapat menciptakan ketidakpastian regulasi bagi pelaku industri, termasuk galangan kapal dan perusahaan pelayaran, yang pada akhirnya dapat menghambat investasi.

Industri Maritim sebagai Prioritas Nasional

Industri galangan kapal Indonesia menghadapi banyak tantangan, termasuk keterbatasan teknologi dan kapasitas.

Selain itu, banyak galangan kapal domestik yang masih bergantung pada teknologi usang dan proses manual, sehingga meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing.

Investasi pada fasilitas modern seperti kawasan industri ramah lingkungan menjadi prioritas untuk meningkatkan daya saing galangan kapal nasional. Adopsi teknologi ini memungkinkan efisiensi produksi dan pengurangan dampak lingkungan.

Transfer teknologi dari mitra internasional, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok dapat mempercepat pengembangan galangan kapal domestik.

Salah satu contoh inspiratif adalah Dubai Maritime City (DMC), sebuah kawasan maritim yang mengintegrasikan fasilitas modern untuk pembangunan kapal, layanan perbaikan, dan pusat riset inovasi. Zona ini terletak di lokasi strategis dengan konektivitas pelabuhan kelas dunia.

DMC dirancang untuk memberikan insentif ekonomi kepada investor, termasuk kemudahan regulasi dan pajak, yang memungkinkan pengembangan ekosistem maritim yang kompetitif dan berkelanjutan. Indonesia dapat mengadopsi pendekatan serupa dengan membangun kawasan industri maritim terintegrasi di Batam, Surabaya, atau Bitung.

Zona ini dapat menjadi pusat inovasi yang menggabungkan teknologi hijau, pelatihan SDM, dan kolaborasi dengan universitas serta mitra global.

Selain itu, pembangunan pelabuhan modern di seluruh Nusantara akan membantu meningkatkan konektivitas antar pulau, mendukung distribusi logistik, dan mengurangi disparitas harga.

Pengelolaan logistik maritim yang terintegrasi dengan teknologi digital juga dapat meningkatkan efisiensi distribusi barang dan mengurangi waktu tunggu di pelabuhan.

 


Kebutuhan Pengembangan Industri Perikanan

Dr. Ir. I G.B. Kurniawan Ranuh, MSc.

Sektor perikanan memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketahanan pangan dan ekspor nasional. Namun, hingga saat ini, pengelolaan sektor ini masih menghadapi tantangan signifikan. Salah satu kendala utama adalah kurangnya infrastruktur untuk mendukung proses hilirisasi hasil perikanan.

Sebagian besar produk perikanan Indonesia diekspor dalam bentuk mentah tanpa nilai tambah, yang mengurangi daya saing dan penerimaan devisa.

Pemerintah perlu mendorong pembangunan pabrik pengolahan hasil laut di dekat sentra perikanan, yang dilengkapi dengan teknologi modern untuk memastikan kualitas produk tetap terjaga. Selain itu, investasi pada armada perikanan modern menjadi kebutuhan mendesak.

Kapal-kapal ini harus mampu menjangkau wilayah perikanan yang lebih luas, menggunakan teknologi ramah lingkungan, dan dilengkapi fasilitas penyimpanan berpendingin untuk mengurangi risiko pembusukan hasil tangkapan.

Pengelolaan berkelanjutan juga harus menjadi fokus utama. Penangkapan ikan berlebihan dan praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan dapat merusak ekosistem laut Indonesia.

Oleh karena itu, regulasi yang mendukung perikanan berkelanjutan, seperti penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan pengawasan yang ketat, harus segera diimplementasikan. Pelatihan bagi nelayan mengenai teknik perikanan modern dan ramah lingkungan juga perlu ditingkatkan.

Rekomendasi Kebijakan

Diperlukan pembentukan badan khusus maritim yang dapat mengintegrasikan kebijakan lintas sektor dan memastikan bahwa semua pihak terkait memiliki visi yang sama dalam pengembangan sektor maritim. Badan ini dapat mencontoh GCE Blue Maritime Cluster Norwegia dalam mengelola sinergi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta.

Modernisasi galangan kapal dengan fasilitas industri hijau dan teknologi digital menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas nasional.

Pelatihan berbasis teknologi, program magang internasional, dan pendidikan vokasi maritim harus menjadi prioritas untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten dan siap menghadapi tantangan teknologi tinggi.

Selain itu, pengembangan kapal ramah lingkungan dengan bahan bakar alternatif tidak hanya memenuhi standar global, tetapi juga mendukung visi keberlanjutan nasional.

Kolaborasi dengan universitas, lembaga riset, dan sektor swasta dapat mendorong inovasi di sektor maritim. Pemerintah perlu memberikan insentif untuk proyek-proyek yang melibatkan teknologi hijau dan inovasi digital.

Kesimpulan: Arah Strategi Maritim Indonesia

Transformasi struktur pemerintahan memberikan tantangan sekaligus peluang untuk mengelola sektor maritim secara lebih efektif. Dengan penghapusan posisi Menko Maritim, diperlukan badan baru atau strategi integrasi yang kuat untuk menghindari fragmentasi kebijakan.

Investasi pada teknologi, SDM, dan infrastruktur menjadi kunci sukses membangun ekosistem maritim yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan.

Dalam visi Presiden Prabowo, masa depan maritim Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan untuk memanfaatkan potensi laut secara maksimal, dengan inovasi dan kolaborasi lintas sektor sebagai pilar utama.

Keberhasilan transformasi ini akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang sejati, dengan kekuatan ekonomi, pertahanan, dan keberlanjutan sebagai fondasi utamanya.

 Penulis Dr. Ir. I G.B. Kurniawan Ranuh, MSc.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya