Kemenkumham: PK Lebih dari Sekali Rusak Tatanan Hukum

Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi menyatakan pengajuan peninjauan kembali (PK) cukup 1 kali.

oleh Oscar Ferri diperbarui 15 Mei 2013, 16:33 WIB
Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi menyatakan pengajuan peninjauan kembali (PK) cukup 1 kali. Karena jika tidak, akan merusak tatanan sistem hukum pidana dan penyelenggaraan proses peradilan pidana.

Mualimin menjelaskan, Pasal 66 ayat 1, Pasal 263 ayat 1, dan Pasal 268 ayat 3 KUHAP telah memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, seperti dijamin Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. Menurutnya, pasal itu juga tidak membatasi atau menghalangi hak untuk memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya. Demi meningkatkan kualitas hidup seperti dijamin Pasal 28C ayat 1 UUD 1945.

"Pemerintah berpandangan, apabila tidak diatur mengenai pembatasan berapa kali upaya hukum PK dapat diajukan, justru akan terjadi ketidakpastian hukum yang menyebabkan perkara tidak pernah selesai," kata Mualimin di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/5/2013).

Menurutnya, pembatasan pengajuan PK ini juga ditujukan untuk memberikan kepastian hukum atas penyelesaian perkara. Tujuannya, agar seseorang tidak dengan mudah melakukan upaya hukum melalui PK berulang-ulang.

Dan pembatasan ini juga sejalan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan untuk menghindari proses peradilan yang berlarut-larut.

Dia mengatakan, permintaan PK lebih dari sekali juga akan memberatkan terpidana. Karena PK akan melahirkan 2 kemungkinan putusan. Pertama, putusan PK yang meringankan terpidana atau ahli warisnya, atau kedua, putusan PK yang memberatkan terpidana dan ahli warisnya.

"Kemungkinan putusan PK yang memberatkan terpidana atau ahli warisnya tersebut, tidak sesuai dengan semangat hukum dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 263 KUHAP. Selain itu juga melanggar konstitusi," jelasnya.

Dalam praktiknya, kata Mualimin, korban umumnya akan memberikan keterangan atau kesaksian yang memberatkan terpidana. Maka jika korban memiliki legal standing untuk mengajukan PK, diduga juga akan mengajukan hal yang memberatkan bagi terpidana atau ahli warisnya.

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengajukan permohonan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP ke MK. Dalam pasal tersebut termuat ketentuan tentang pengajuan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan 1 kali.

Antasari merasa dirugikan dengan pasal tersebut. Karena dia tidak lagi memiliki kesempatan mengajukan PK terkait kasus pembunuhan Direktur Utama PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.

"Alasan kami pada pokoknya adalah kesempatan mengajukan PK yang selama ini hanya boleh diajukan 1 kali oleh KUHAP. Setelah kami merasakan sendiri, PK adalah upaya hukum luar biasa. Namun keadilan tetap belum terjadi," ujar Antasari dalam persidangan di Gedung MK, Rabu 10 April lalu. (Frd/*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya