Subsidi Beralih ke BLT, Harga BBM Tetap Naik?

Pergeseran subsidi BBM dari bentuk barang ke BLT membawa dampak luas, terutama terhadap inflasi dan tingkat kemiskinan.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Jan 2025, 15:15 WIB
Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah menyelesaikan penyusunan skema baru subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), yang kini sudah mencapai 98 persen dan direncanakan akan diumumkan tahun ini.

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menilai penggunaan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai salah satu opsi dalam penyaluran subsidi bukanlah hal baru. Skema ini memberikan subsidi langsung kepada masyarakat yang dianggap memenuhi kriteria, seperti kelompok miskin.

Namun, menurut Huda, skema Government to People (G2P) ini tidak sepenuhnya menguntungkan. Beberapa kelompok masyarakat, seperti mereka yang berada di ambang kemiskinan atau disebut kelompok rentan, sering kali tidak terjangkau oleh bantuan ini meskipun mereka terdampak kenaikan harga akibat pencabutan subsidi.

"Masih banyak masyarakat yang tidak menerima BLT karena tidak masuk kategori miskin, tetapi mereka tetap terdampak oleh kenaikan harga BBM," ujar Huda kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

Dampak Pergeseran Subsidi BBM ke BLT

Pergeseran subsidi BBM dari bentuk barang ke BLT membawa dampak luas, terutama terhadap inflasi dan tingkat kemiskinan.

Menurut Huda, meskipun langkah ini dapat mengurangi ketidaktepatan sasaran penerima subsidi, efek samping berupa inflasi yang tinggi tetap menjadi perhatian utama.

"Efek perpindahan subsidi barang ke BLT cukup signifikan, terutama terhadap inflasi dan kemiskinan. Inflasi yang tinggi dapat meningkatkan jumlah masyarakat miskin," jelasnya.

 


Kelompok Rentan Berpotensi Terabaikan

Sejumlah kendaraan mengantri di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah akhirnya menaikan harga BBM bersubsidi, Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Huda juga menyoroti kelompok rentan yang berada di luar kategori penerima BLT. Jika harga BBM naik akibat perubahan skema subsidi, kelompok ini berisiko jatuh ke dalam kemiskinan tanpa mendapatkan bantuan kompensasi.

"Pemerintah perlu memastikan bahwa dampak inflasi tidak memperburuk kondisi kelompok rentan yang tidak menerima BLT. Mereka bisa menjadi kelompok yang paling terdampak," tambahnya.

Antisipasi Pemerintah terhadap Dampak Kebijakan

Pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi agar perubahan skema subsidi BBM tidak memicu kenaikan angka kemiskinan.

Meskipun BLT dapat mengurangi kebocoran subsidi, efek samping seperti inflasi harus dikelola dengan baik agar tidak merugikan masyarakat yang tidak menerima bantuan.

"Jika inflasi tidak terkendali, dampaknya terhadap kemiskinan bisa sangat besar. Ini yang harus menjadi perhatian utama pemerintah dalam mengubah skema subsidi BBM dan listrik," tutup Huda.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya