Meneropong Prospek Saham Bank pada 2025

Analis menilai bank-bank di Indonesia, terutama bank besar, relatif bertahan terhadap dinamika kecepatan likuiditas global yang berpotensi memicu gejolak perbankan (banking turmoil).

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Jan 2025, 17:33 WIB
Prospek sektor perbankan pada 2025 diproyeksikan sangat dipengaruhi oleh penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good governance) untuk mengoptimalkan tingkat likuiditas.. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Prospek sektor perbankan pada 2025 diproyeksikan sangat dipengaruhi oleh penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good governance) untuk mengoptimalkan tingkat likuiditas.

Analis menilai bank-bank di Indonesia, terutama bank besar, relatif resilien terhadap dinamika kecepatan likuiditas global yang berpotensi memicu gejolak perbankan (banking turmoil).

Kondisi ini berbeda dengan beberapa kasus sebelumnya, seperti yang dialami oleh Credit Suisse dan sejumlah bank internasional lainnya yang terjerat gejolak likuiditas.

Jika bank-bank domestik mampu mengelola likuiditas secara optimal, Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan bank-bank tersebut dapat menjaga konsistensi dalam menghasilkan pertumbuhan laba serta ekspansi kredit.

"Jadi pada bank-bank sebelumnya seperti Credit Suisse dan lain-lainnya mengalami banking turmoil. Kalau misalnya bank-bank bisa mempertahankan likuiditas, tentunya mereka bisa konsisten menghasilkan baik itu pertumbuhan laba, maupun juga pertumbuhan dari sisi kredit," kata Nafan kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).

Meskipun pada periode tertentu sektor perbankan dibayangi oleh kebijakan moneter dari bank sentral, seperti suku bunga yang ketat (hawkish bias) yang seringkali menciptakan sentimen negatif di pasar, kinerja fundamental perbankan Indonesia tetap menunjukkan tren pertumbuhan positif.

Keberlanjutan kinerja positif ini, selain bergantung pada likuiditas, juga ditentukan oleh kemampuan bank dalam memitigasi risiko, termasuk menekan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) ke level serendah mungkin. Dengan langkah-langkah tersebut, sektor perbankan diperkirakan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional di tahun mendatang.

"Jadi memang semuanya kembali pada tingkat likuiditas yang mereka miliki, dan juga secara kemampuan mereka mitigasi risiko dalam hal ini bisa menekan non-performing loan agar hasilnya bisa serendah mungkin," imbuh Nafan.

 


Saham Bank

Pekerja melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (4/7/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menurut laporan Mirae Asset Sekuritas Indonesia pada 24 Desember 2024, saham-saham perbankan besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, dan BBTN menunjukkan sinyal rebound dari area permintaan utama. Atas kondisi tersebut, berikut Nafan mengulas strategi investasi pada sektor perbankan:

• BBCA: Direkomendasikan sebagai accumulative buy, dengan target harga (TP) 10.075 hingga 13.100, naik hingga 34,02%.

• BBRI: Sinyal rebound diperkuat oleh indikator teknikal positif, dengan TP 4.410 hingga 5.575, naik hingga 32,42%.

• BMRI: Fundamental sehat dan sinyal rebound mendukung target 6.050 hingga 7.550, naik hingga 29,61%.

• BBNI: Potensi kenaikan hingga 42,69%, dengan TP 4.730 hingga 6.250.

• BBTN: Meski upside terbatas, sinyal teknikal menunjukkan potensi kenaikan hingga 11,84%.

Meskipun tekanan pasar terlihat melalui aksi jual bersih investor asing, fundamental saham big banks tetap menarik bagi investor domestik. Rekomendasi strategi buy on weakness menjadi pilihan, dengan potensi pertumbuhan yang didukung oleh stabilitas likuiditas, efisiensi operasional, dan dukungan pemerintah terhadap sektor keuangan.

Dengan pengelolaan risiko yang baik dan optimisme investor, sektor perbankan diperkirakan akan tetap menjadi motor penggerak ekonomi nasional di 2025. Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana menuturkan, saham-saham big banks antara lain BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI menghadapi beberapa tantangan pada awal tahun 2025, namun prospek jangka panjangnya tetap menarik.

"BBCA, meskipun melemah sekitar 1-2% di awal pekan kedua Januari, tetap diminati oleh investor karena stabilitas kinerjanya dan rasio kredit bermasalah yang rendah, menjadikannya pilihan defensif yang kuat di tengah ketidakpastian pasar," ulas Hendra.

 


Saham Bank Lainnya

Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BBRI, dengan fokus besar pada sektor UMKM, menunjukkan pertumbuhan kredit yang solid, meskipun tekanan dari aksi net sell asing sebesar 67M terlihat hingga 5 Januari 2025. Prospeknya didukung oleh dukungan pemerintah terhadap UMKM dan digitalisasi layanan keuangan.

BMRI mengalami net sell sebesar Rp 121 miliar oleh investor asing, tetapi tetap menunjukkan fundamental yang sehat dengan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang menguat. Kendati ada tekanan operasional, potensi pertumbuhan jangka panjangnya masih kuat.

Sementara itu, BBNI mencatat kenaikan laba bersih sebesar 4% YoY hingga November 2024, dengan pertumbuhan kredit dan DPK yang kuat meskipun Net Interest Margin (NIM) berada di bawah ekspektasi. Kinerja yang solid dalam menjaga credit cost dan mendorong pertumbuhan kredit memberikan prospek positif untuk 2025.

"Di tengah ketidakpastian makroekonomi, investor asing masih cenderung berhati-hati terhadap sektor perbankan Indonesia, yang terlihat dari aksi net sell yang agresif," ujar Hendra.

Namun, lanjut dia, fundamental seperti pertumbuhan kredit yang stabil, pengelolaan risiko kredit yang baik, dan efisiensi operasional menjadi faktor penting yang membuat saham-saham big banks tetap diminati, terutama oleh investor domestik.

Rekomendasi untuk saham big banks ini adalah buy on weakness: BMRI di 5600 dengan target 6100, BBRI di 4050 dengan target 4430, BBNI di 4260 dengan target 4720, dan BBCA di 9550 dengan target 10.125.

"Meskipun ada tekanan jangka pendek, fundamental yang kuat dan posisi dominan di pasar mendukung daya tarik saham-saham ini dalam jangka panjang," pungkas Hendra.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya